KABARBURSA.COM - Sebuah riset yang dilakukan oleh Algo Research menyimpulkan bahwa kehadiran Starlink di Indonesia memiliki potensi untuk mengancam beberapa operator telekomunikasi lokal, seperti PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT XL Axiata Tbk (EXCL), hingga PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (ISAT).
Menurut lembaga riset independen yang berbasis di Jakarta ini, layanan Starlink dianggap kompetitif karena menggunakan teknologi yang lebih canggih dibandingkan dengan peladen internet lainnya di Indonesia.
Salah satu keunggulan yang ditawarkan oleh Starlink adalah internet berbasis satelit orbit rendah (LEO). Dengan teknologi ini, Starlink dapat meningkatkan koneksi internetnya secara signifikan, yang pada akhirnya dapat mengungguli layanan satelit lainnya dalam hal kecepatan dan stabilitas koneksi.
Selain itu, internet berbasis satelit LEO juga memungkinkan Starlink untuk menyediakan layanan internet di daerah-daerah terpencil, terutama di negara kepulauan seperti Indonesia.
Algo Research menilai bahwa keunggulan ini menjadi ancaman serius bagi sejumlah perusahaan telekomunikasi lokal hingga infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.
Dalam riset terbarunya, Algo juga menegaskan bahwa kehadiran Starlink tidak boleh diabaikan, mengingat basis satelitnya yang efisien dan kemampuannya untuk menjangkau daerah-daerah terpencil dengan mudah, hal yang sulit dicapai oleh infrastruktur telekomunikasi konvensional.
Namun, riset dari PT Trimegah Sekuritas menilai bahwa kehadiran Starlink tidak langsung membawa ancaman besar bagi industri telekomunikasi lokal.
Menurut analis Richardson Raymond dan Sabrina, pasar utama Starlink seharusnya adalah segmen korporasi di Indonesia. Mereka juga menyoroti bahwa harga layanan internet Starlink masih lebih tinggi dibandingkan dengan penyedia layanan internet lainnya di Indonesia.
Berdasarkan informasi resmi yang diberikan, biaya layanan internet Starlink dimulai dari Rp750.000 per bulan, dengan harga perangkat keras sekitar Rp7,8 juta.
Biaya layanan Starlink yang lebih tinggi sekitar tiga kali lipat dari rata-rata pendapatan per pengguna (ARPU) bisnis internet rumahan berbasis serat optik (FTTH), yang berkisar sekitar Rp250.000, menurut Trimegah.
Mereka juga menilai bahwa Starlink hanya akan menjadi tambahan untuk konektivitas serat optik dan layanan internet di daerah-daerah terpencil yang kekurangan akses dari penyedia lokal, karena hambatan infrastruktur yang tinggi.
Starlink, perusahaan penyedia layanan internet milik SpaceX yang didirikan oleh Elon Musk, secara resmi memulai operasinya di Indonesia pada awal bulan ini.
Peresmian dilakukan oleh Musk sendiri saat kunjungannya ke Bali pekan lalu, setelah perusahaan ini mendapatkan izin untuk menyelenggarakan layanan terminal aperture terminal (VSAT).
Starlink juga telah mendapatkan izin sebagai penyedia layanan internet (ISP) yang bekerja sama dengan salah satu penyedia akses jaringan (NAP) di Indonesia dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.