KABARBURSA.COM - Rupiah menunjukkan kekuatan yang semakin meningkat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari terakhir, dipicu oleh perlambatan inflasi AS dan prospek pelonggaran bank sentral AS.
Pada hari ini, Selasa (21/11/2023), pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh rilis neraca pembayaran Indonesia, memberikan pertanyaan apakah penguatan rupiah akan berlanjut?
Berdasarkan data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Senin (20/11/2023), rupiah menguat menjadi Rp 15.440/US$ atau mengalami apresiasi sebesar 0,32 persen, mencapai posisi terkuatnya sejak 25 September 2023. Penguatan ini merupakan kelanjutan dari kenaikan pada hari sebelumnya yang juga tercatat sebesar 0,32 persen.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.55 WIB mengalami penurunan sebesar 0,21 persen menjadi 103,69. Angka ini menurun dari penutupan perdagangan Jumat (17/11/2023) yang berada pada 103,91.
Penguatan rupiah sejalan dengan aliran dana investor asing ke pasar keuangan domestik. Terdapat catatan beli bersih asing sebesar Rp7,33 triliun (beli bersih Rp2,49 triliun di pasar SBN, beli bersih Rp0,87 triliun di pasar saham, dan beli bersih Rp3,97 triliun di SRBI). Ini merupakan kebalikan dari data transaksi 6-9 November 2023, di mana terjadi penjualan bersih asing sebesar Rp1,27 triliun. Investor keluar dari pasar domestik baik di pasar SBN maupun saham.
Catatan pembelian bersih sebesar Rp7,33 triliun pada minggu ini merupakan yang tertinggi sejak pekan pertama Mei 2023, atau lebih dari enam bulan terakhir.
Optimisme pasar terhadap kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang diperkirakan akan tetap stabil pada Desember 2023, juga menjadi faktor dalam apresiasi mata uang Garuda. Inflasi AS yang terkendali pada Oktober meningkatkan kemungkinan bahwa siklus kenaikan suku bunga dapat segera berakhir. Sikap The Fed yang mulai melunak turut memberikan sentimen positif terhadap penguatan rupiah.
Hari ini, pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh rilis neraca pembayaran dan transaksi berjalan kuartal III-2023 oleh Bank Indonesia (BI). Data ini akan memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi Indonesia, termasuk kekuatan ekspor, pasokan dolar, serta investasi langsung dan investasi portofolio yang mencerminkan minat investor asing dalam menanamkan modal di Indonesia.
Publik juga menantikan apakah Indonesia masih akan mencatat twin deficit pada kuartal III-2023 setelah mengalami twin deficit pada transaksi berjalan dan finansial pada kuartal II-2023.
Pada kuartal II-2023, tercatat defisit transaksi berjalan sebesar US$1,9 miliar atau 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit pertama sejak kuartal II-2021. Defisit tersebut diperparah dengan defisit neraca transaksi finansial sebesar US$4,97 miliar, berbanding terbalik dengan surplus US$3,68 miliar pada kuartal sebelumnya.
Selain itu, hari ini juga akan dirilis Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta untuk tahun 2024. Kenaikan UMP Jakarta menjadi barometer nasional karena Jakarta adalah pusat bisnis utama dan merupakan yang pertama di Indonesia. Pada 2023, UMP Jakarta mencapai 7 persen dengan nilai Rp 4.901.798.
Pada Jumat (17/11/2023), Pemprov DKI Jakarta menggelar sidang Dewan Pengupahan untuk menentukan nilai UMP DKI Jakarta 2024. Sidang tersebut berlangsung selama sekitar 4,5 jam, dimulai dari pukul 14.00-18.30 WIB, dan dianggap sebagai sidang yang cukup alot. Anggota Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta dari unsur Pemerintah mengusulkan besaran nilai UMP DKI Jakarta Tahun 2024 sebesar Rp5.067.381.