KABARBURSA.COM – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menggakui adanya kelesuan di industri otomotif. Hal itu ditandai dengan penurunan penjualan dan angka ekspor mobil pada tahun 2023 hingga November 2024.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Jongkie Sugiarto mengatakan, pihaknya berupaya untuk kembali menggairahkan industri otomotif di tanah air. Ia berharap penjualan kendaraan pada tahun 2025 dapat sedikit membaik ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
“Gaikindo berharap bahwa penjualan mobil baru pada tahun 2025 setidaknya bisa mencapai 900 ribu unit,” kata Jongkie saat dihubungi kabarbursa.com, Selasa, 28 Januari 2025.
Ketika ditanya terkait target penjualan mobil untuk tahun ini, ia mengaku pihaknya belum menentukan target yang ingin dicapai pada tahun ini. Terlebih Ketika kondisi ekonomi di Tanah Air belum sepenuhnya pulih sehingga penurunan daya beli masyarakat masih membayangi.
“Untuk target sebenarnya kami belum rapatkan dengan para anggota. Tapi mudah-mudahan bisa sekitar antara 900 ribu sampai 1 juta,” kata Jongkie.
Sebelumnya Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara, menyatakan, target penjualan tahun 2025 sebanyak 850 ribu unit, dengan potensi koreksi turun hingga 750 ribu unit dan upside ke 900 ribu unit.
Hal Ini disebabkan beberapa faktor seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, opsen pajak, dan kondisi perekonomian yang belum stabil.
Selain itu faktor tersebut, ada faktor lain seperti penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Federal Funds Rate (FFR) dan makin banyak merek-merek kendaraan bermotor yang masuk ke Indonesia.
“Sehingga konsumen mempuyai lebih banyak pilihan. Tahun ini penjualan EV (Electric Vehicle) diperkirakan terus bertumbuh. Sehingga diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah, termasuk untuk mengatasi dampak opsen pajak kendaraan bermotor agar industri kendaraan bermotor nasional tetap bisa tumbuh," jelas Kukuh kepada awak media di Jakarta, Rabu 15 Januari 2025.
Menurutnya, dukungan insentif dapat meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor (KBM) yang dianggap mampu meningkatkan penjualan, menggairahkan industri komponen, industri perbankan, hingga lembaga pembiayaan.
“Selain itu, ini akan berdampak pada pertambahan pendapatan negara, baik pusat dan daerah, terdiri atas PPN, BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), PPh (Pajak Penghasilan) badan dan PPh perorangan,” ujarnya.
Penurunan Ekspor Mobil
Seperti diberitakan sebelumnya, Gaikindo mencatat penurunan ekspor mobil yang cukup signifikan sepanjang tahun 2023 hingga November 2024.
Ekspor mobil secara utuh atau Completely Build Up (CBU) pada tahun 2024 mencapai 428.597 unit. Sementara pada periode yang sama di tahun 2023, total mobil yang diekspor sebanyak 468.595 unit.
Sepanjang tahun lalu, tercatat merek-merek Jepang masih mendominasi dalam peringkat lima besar pasar ekspor mobil secara CBU dari Indonesia ke berbagai negara tujuan.
Toyota menempati urutan pertama dengan mengekspor 151.348 unit atau berkontribusi sebesar 35,3 persen. Merek Jepang lain seperti Daihatsu mengekspor 102.260 unit, atau berkontribusi sebesar 23,9 persen.
Sementara untuk Mitsubishi mencatatkan angka ekspor 76.708 unit, atau berkontribusi sebesar 17,9 persen, Hyundai sebagai merek asal Korea Selatan yang mampu mengekspor 57.608 unit atau berkontribusi sebesar 13,4 persen dan Suzuki dengan jumlah ekspor mencapai 17.344 unit atau berkontribusi 4 persen.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Jongkie Sugiarto mengatakan, Gaikindo menargetkan jumlah ekspor kendaraan pada tahun 2025 dapat meningkat dibanding tahun 2024.
“Untuk ekspor kita harapkan bisa mencapai 500 ribuan unit kalau bisa, syukur-syukur tahun ini bisa naik lagi setiap tahunnya,” ujarnya saat dihubungi kabarbursa.com, Selasa, 28 Januari 2025.
Namun Jongkie mengungkapkan, Gaikindo tidak bisa mengatur perihal ekspor kendaraan roda empat, sebab ekspor mobil ditentukan oleh pihak pusat atau principal dari masing-masing merek kendaraan.
“Kewenangan ekspor itu ada di kantor pusat merek-merek mobil. Misalnya pihak pusat Toyota di Jepang, dialah yang menentukan, termasuk untuk pasar negara mana saja yang akan menjadi tujuan, apakah ke Filipina, Vietnam atau negara lainnya. Di Indonesia, hanya bisa produksi saja untuk keperluan ekspornya,” jelasnya.
Terkait dengan tujuan ekspor, Filipina masih menjadi negara pertama yang paling banyak menerima ekspor mobil produksi Indonesia. “Filipina masih nomor satu, tapi untuk angkanya saya kurang tahu detailnya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Jongkie menilai bahwa permintaan ekspor kendaraan dari Indonesia akan sangat bergantung pada kestabilan situasi geopolitik yang mempengaruhi ekonomi global.
“Ini sangat tergantung kepada negara tujuan ekspor itu. Apakah dia perang? Kalau dia perang, dia enggak butuh mobil. Kami juga enggak tahu di negara tujuan ekspor itu ekonominya bagaimana? permintaan pasarnya bagaimana? Jadi kami hanya bisa berharap tahun ini lebih baik,” ucapnya. (*)