KABARBURSA.COM - Komisi XII DPR RI resmi menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang diajukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN).
RPP KEN ini telah diselaraskan dengan kebijakan serta program Kabinet Merah Putih periode 2025-2029 dan mengakomodasi target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada tahun 2029. Salah satu aspek utama dalam penyusunan regulasi ini adalah menyesuaikan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), yang juga menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengatakan penyelarasan ini telah dilakukan dengan kerja sama intensif selama dua minggu untuk memastikan kebutuhan listrik per kapita mencerminkan angka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
“Kami telah bekerjasama kurang lebih 2 minggu agar kebutuhan per kapita terhadap listrik bisa mencerminkan di angka 8 persen. Bapak Presiden telah menyetujui melalui surat persetujuan yang telah ditandatangani pada 17 September kemarin,” kata Bahlil dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin kemarin, dikutip dari laman esdm.go.id, Selasa, 4 Februari 2025.
Kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, DEN, dan INDEF menunjukkan pertumbuhan ekonomi 8 persen dapat dicapai dengan kontribusi dari berbagai sektor, di antaranya industri pengolahan, pertanian, konstruksi, ekonomi digital, pariwisata, transportasi, industri makanan dan minuman, serta jasa keuangan.
Dalam penyusunan RPP ini, pemerintah juga memperhitungkan peran strategis Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sebagai bagian dari upaya mencapai target net zero emission pada 2060. Dokumen ini menargetkan penggunaan energi terbarukan minimal 60-70 persen dalam periode 2025-2040 sebagai langkah konkret mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta mendorong Indonesia menjadi pemimpin dalam transisi energi hijau.
“Dalam penyusunan ini juga telah mempertimbangkan dengan EBTKE dalam rangka net zero emisi 2060 dan targetnya 2025-2040 ke depan 60 - 70 persen minimal menggunakan EBTKE,” ujar Bahlil.
Pemerintah, kata Bahlil, menegaskan implementasi RPP KEN tidak sekadar mengejar target energi, tetapi juga harus berdampak nyata pada kesejahteraan masyarakat. Regulasi ini dirancang agar ketersediaan energi tetap terjaga, harga tetap terkendali, dan masyarakat tidak menanggung beban berlebihan.
“Semoga RPP dapat berjalan dengan tetap memperhitungkan kedaulatan energi, harga terjangkau, dan tidak menyusahkan kita (masyarakat),” kata Bahlil.
Peta Baru Kebijakan Energi
[caption id="attachment_103523" align="alignnone" width="680"] Sejumlah rumah terlihat menggunakan Energi Tenaga Surya (Solar) untuk kebutuhan Listrik, Senin (2/12/2024). foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]
Setelah melewati serangkaian pembahasan intensif, RPP KEN akhirnya mendapatkan lampu hijau dari Komisi XII DPR RI pada 3 Februari 2025. Sebelumnya, naskah kebijakan ini telah lebih dulu disetujui dalam Rapat Komisi VII DPR RI pada 5 September 2024 lalu. Keputusan ini menjadi titik penting dalam upaya penyesuaian kebijakan energi nasional terhadap perubahan kondisi global dan tantangan transisi menuju energi bersih.
Bahlil ketika itu menggelar rapat dengan seluruh fraksi di Komisi VII DPR RI untuk membahas detail implementasi RPP KEN. Dalam rapat tersebut, kedua pihak sepakat bahwa regulasi ini akan menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang dinilai perlu diperbarui agar selaras dengan perkembangan energi terkini.
“RPP Kebijakan Energi Nasional mencakup, satu penambahan Bab dari 6 Bab menjadi 7 Bab, penambahan Pasal dari 33 Pasal menjadi 93 (1 Pasal tetap, 39 Pasal berubah bersifat substantif, 4 Pasal berubah tidak bersifat substantif, dan 49 Pasal penambahan Pasal baru),” kata Bahlil mengawali Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM di Jakarta, Kamis, 5 September 2024,” jelas Bahlil dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI tersebut.
Penyusunan RPP KEN didasarkan pada sejumlah faktor utama. Pertama, perubahan lingkungan strategis baik di tingkat nasional maupun global yang menuntut penyesuaian kebijakan energi. Kedua, visi Indonesia Maju 2045 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Ketiga, kemajuan teknologi energi yang mendorong diversifikasi sumber daya energi baru dan terbarukan. Keempat, peran sektor energi sebagai kontributor utama dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan pencapaian target net zero emission (NZE) pada 2060.
Rancangan ini juga telah melalui serangkaian diskusi dengan pemangku kepentingan. Bahlil mengungkapkan bahwa hasil focus group discussion (FGD) bersama Komisi VII DPR RI pada 29 Agustus 2024 serta Rapat Dengar Pendapat pada 5 September 2024 menjadi dasar penyempurnaan regulasi ini.
“Ada 24 pasal yang telah mendapat masukan dan keputusan bersama. Dari jumlah tersebut, 13 pasal mengalami perubahan, sementara 11 pasal tetap seperti sebelumnya,” ujar Bahlil.
Penyesuaian dalam RPP KEN turut mencakup kebijakan transisi energi yang mengarah pada pencapaian NZE. Regulasi ini juga menitikberatkan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN), adopsi teknologi rendah karbon, serta respons terhadap isu perubahan iklim melalui target nationally determined contributions (NDC) yang bertujuan menekan emisi gas rumah kaca di sektor energi.(*)