Logo
>

Din Syamsuddin Buka Suara Terkait Konsesi Tambang Batu Bara

Ditulis oleh Yunila Wati
Din Syamsuddin Buka Suara Terkait Konsesi Tambang Batu Bara

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Din Syamsuddin, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Jakarta, buka suara terkait konsesi tambang batu bara yang 'dihadiahi' Presiden Joko Widodo kepada sejumlah ormas keagamaan. Menurut dia, pemberian konsesi ini dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada ormas seperti NU dan Muhammadiyah.

    Namun, hal demikian sepertinya sangat terlambat dan kesannya ada motif untuk mengambil hati. Menurut Din, saat dirinya diminta menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban, ia mempersyarakatkan agar Presiden menanggulangi ketidakadilan ekonomi antar kelompok segelintiran yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dan umat Islam yang terputuk dalam bidang ekonomi.

    "Saat itu, Presiden menjawab bahwa hal tersebut tidaklah mudah. Saya katakan mudah, seandainya ada kehendak politik (political will). Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan (affirmative actions) dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu," kata Din dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 4 Juni 2024.

    Lebih lanjut, ucap Din, juga agar mau menaikkan derajat satu-dua perngusaha Muslim menjadi setara dengan Taipan. Hal demikian perlu ada kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik, sehingga tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia.

    Selanjutnya Din berkomentar, apa yang disampaikan oleh Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, meskipun tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesinya tidak dapat tidak mengandung masalah.

    "Pertama, pemberian konsesi tambang batu bara kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua ormas Islam ini, dan tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh kelompok segelintiran tadi," ujar Din.

    Luas diketahui satu perusahaan, seperti Sinarmas, menguasai lahan (walau bukan semuanya batu bara) seluas sekitar lima juta hektar. Bahkan Dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. S,ber daya alam Indonesia seperti "dijarah secara serakah" oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.

    Kedua, pemberian tambang batu bara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah satu penyebab perubahan iklim dan pemanasan global.

    "Kala itu, saya diminta mewakili Islam meletakkan petisi kepada Sekjen PBB agar pada 2050 tidak ada lagi energi fosil. Maka, besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara. Ini bisa kita bandingkan dengan lahan yang dikuasai oleh para pengusaha, saat ini," ujar dia.

    Selanjutnya, pemberian tambang 'secara cuma-cuma' kepada NU dan Muhammadiyah potensial membawa jebakan. Menurut pakar Sistem Tata Kelola Tambang, dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan dengan UU Minerba No. 4 Tahun 2009 dan UU Minerba No. 3 Tahun 2020.

    Sistem IUP ini tidak sesuai konstitusi, tidak menjamin bahwa perolehan negara (APBN) harus lebih besar dari keuntungan bersih penambang. Selain sistem IUP ini selama bertahun-tahun terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang, mulai dari bupati, gubernur, hingga dirjen, dalam mengeluarkan IUP untuk menjadi wewenang pemberian IUP sebagai sumber korupsi.

    "Jika ormas keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut, maka siapa lagi yang diharapkan memberi solusi," tanyanya.

    Pemberian konsesi tambang batu bara kepada organisasi kemasyarakatan dalam keadaan politik nasional yang kontroversial akibat pemilu/pilpres, akan mudah dipahami sebagai upaya kooptasi, peredaman tuduhan ketidakadilan, dan dibaliknya akan memuluskan jalan penguasaan ekonomi oleh pihak tertentu dan kaum kleptokrat di pemerintahan. Harapannya, NU dan Muhammadiyah bungkam terhadap kemungkaran di depan mata.

    Yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah aksi afirmatif, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada pengusaha besar untuk maju, tetapi rakyat kebanyakan diberdayakan, bukan diperdayakan.

    "Sebagai warga Muhammadiyah, saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran konsesi tambang batu bara yang diberikan Presiden Joko Widodo. Pemberian itu lebih banyak mudharat dari pada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa, bukan bagian dari masalah," tegas Din.

    Untuk diketahui, ormas keagamaan kini mendapatkan jatah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah. Bahkan, WIUPK yang disiapkan bersifat prioritas. Ketentuan itu diatur dalam PP No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. PP No. 25 Tahun 2024 ditetapkan dan diberlakukan Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024.

    Aturan khusus WIUPK secara prioritas kepada ormas keagamaan spesifik tercantum dalam Pasal 38A PP No. 25 Tahun 2024. Pasal itu menyebutkan WIUPK yang diberikan kepada ormas keagamaan merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79