KABARBURSA.COM - Peneliti Madya Bidang Ekonomi BRIN, Esta Lestari, menyampaikan beberapa poin menarik perihal konsep Ekonomi Fransiskus yang diusung oleh Jose Mario Bergoglio alias Paus Fransiskus. Menurut Esta, konsep ini sangat relevan dengan persoalan ekonomi global saat ini yang banyak dipengaruhi oleh ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan.
"Di dalam Islam, kita percaya bahwa nama adalah doa yang dititipkan oleh orangtua kepada anaknya saat lahir. Sri Paus Fransiskus adalah bukti nyata bahwa nama sesungguhnya mencerminkan identitas, pemikiran, perilaku, dan visi yang harus dijalankan secara bertanggung jawab," kata Esta kepada KabarBursa, Sabtu, 7 September 2024.
Diskursus mengenai Ekonomi Fransiskus mengemuka setelah kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3 hingga 6 September 2024 lalu. Pemimpin 1,2 miliar umat Katholik dunia itu berkunjung ke Indonesia dalam rangka perjalanan apostolik ke empat negara di ASEAN.
Mengutip dokumen yang diterbitkan Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, konsep ekonomi yang diusung Paus Fransiskus bertujuan untuk menciptakan tatanan ekonomi baru yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan. Konsep ini mengajak manusia untuk melepaskan diri dari model ekonomi yang hanya berorientasi pada keuntungan, dan sebaliknya menempatkan manusia, lingkungan, serta keadilan sosial sebagai prioritas utama.
Menurut Edta, pandangan ekonomi Paus Fransiskus sejalan dengan sejarah namanya. Nama Fransiskus oleh Paus bukan tanpa alasan, melainkan mengikuti jejak Santo Fransiskus dari Asisi, yang dikenal atas keberpihakannya pada kaum miskin dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan. Pencerahan yang dialami oleh Paus Fransiskus saat mengunjungi sebuah gereja kecil di San Damiano, menurut Esta, menjadi momen yang mengubah arah hidup Sri Paus untuk mendedikasikan diri pada tujuan yang lebih besar. "Hal ini menunjukkan bahwa setiap insan manusia memiliki tujuan hidup, dan Tuhan bisa memberikan pencerahan dari sudut mana pun dalam kehidupan kita," katanya.
Lebih lanjut, Esta menyebut dua eksiklik utama Paus Fransiskus, Laudato Si’ dan Fratelli Tutti, berisikan ajakan kepada manusia untuk menerapkan nilai-nilai menjaga bumi dan persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang ekonomi. Dia memandang ajakan ini penting karena sistem ekonomi yang diterapkan saat ini terbukti gagal memberikan penghidupan yang layak bagi seluruh umat. "Kita telah menyaksikan bagaimana mazhab ekonomi yang diterapkan saat ini gagal dalam memberikan penghidupan yang lebih baik bagi seluruh umat," katanya.
Menurut Esta, akar dari kegagalan tersebut adalah ambisi manusia untuk memuaskan hawa nafsu terhadap materi dan kekuasaan. Kegiatan ekonomi yang seharusnya memajukan kemaslahatan bersama, justru menjadi alat untuk pencarian keuntungan dengan segala cara yang akhirnya berdampak negatif pada lingkungan, sosial, serta menciptakan kesenjangan ekonomi. "Sistem ekonomi saat ini menciptakan diskriminasi yang menjauhkan manusia dari Tuhan," tegas Esta.
Klik Halaman Selanjutnya...
Penting bagi manusia, lanjut Esta, untuk menyeimbangkan dualitas yang ada dalam diri mereka. Di satu sisi, manusia memiliki ambisi untuk menjadi lebih baik dan berkolaborasi untuk bertahan hidup, namun di sisi lain, ambisi ini juga menjadi sumber kehancuran bagi sesama dan planet bumi. "Manusia mengembangkan berbagai macam teknologi yang mengeruk sumber daya alam yang terbatas untuk memenuhi keinginan egois dan keserakahannya," jelas Esta. Akibatnya, alam sebagai penyedia utama bagi kebutuhan manusia semakin tergerus.
Permasalahan ini, kata Esta, menjadi semakin parah karena hasil dari pemanfaatan sumber daya hanya dinikmati oleh mereka yang memiliki akses. "Keluarga adalah sumber daya pertama yang dimiliki seorang anak, yang menentukan akses ekonomi anak terhadap kesehatan, pendidikan, status sosial, dan bahkan jejaring yang akan menentukan masa depannya," ungkap Esta.
Menciptakan Jurang Semakin Lebar
Ketimpangan ini hadir bahkan sebelum seorang anak lahir. Pada gilirannya, kata Esta, kondisi ini menciptakan jurang yang semakin lebar antara kelompok yang memiliki akses dan yang tidak.
Menurut Esta, ketimpangan akses terhadap kegiatan ekonomi juga menyebabkan gagalnya konsep pembangunan yang adil. Pembagian manfaat dari pembangunan yang diharapkan menetes ke seluruh lapisan masyarakat tidak pernah tercapai. "Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjadi jaminan akan dinikmati oleh semua kelompok. Kelompok yang minim akses akan terus tereksklusi dari kue pembangunan," ujarnya.
Inilah yang menjadi tantangan utama yang coba dijawab oleh Ekonomi Fransiskus. Esta menegaskan konsep ini mendobrak tatanan struktur ekonomi yang sudah usang, terutama model pertumbuhan ekonomi yang tidak lagi mencukupi. Paus Fransiskus dalam dua eksikliknya, Laudato Si' dan Fratelli Tutti, menekankan pentingnya penerapan nilai pelestarian lingkungan dan persaudaraan sebagai pegangan dalam menghadapi permasalahan ekonomi dan kehidupan.
Esta juga menyoroti difusi nilai-nilai tersebut menawarkan tatanan ekonomi baru yang lebih berpihak pada kaum marginal, kelestarian lingkungan, dan dialog dalam keberagaman. "Tatanan ekonomi baru yang dimaksud adalah ekonomi yang memberi kehidupan bukan membunuh, melibatkan bukan menyingkirkan, memanusiawikan bukan merendahkan, dan peduli lingkungan bukan merusaknya," ujarnya. Tata ekonomi seperti ini, kata Esta, adalah ekonomi yang memiliki "jiwa".
Spiritualitas dalam Tatanan Ekonomi
Di sisi lain, Esta memandang Ekonomi Fransiskus memberikan perbedaan mendasar dengan menekankan spiritualitas dan refleksi batin dalam tatanan ekonomi. "Yang membedakan konsep Ekonomi Fransiskus dengan konsep ekonomi yang ada adalah ajakannya untuk manusia pulang kedalaman diri. Menelaah skema batin, moral, dan mendengarkan dengan jernih suara hati untuk memahami hakikat diri dan tujuan hidup, yaitu memberikan manfaat bagi sesama," kata Esta.
Dengan kata lain, kata Esta, Paus Fransiskus mengajak manusia untuk tidak hanya memandang ekonomi sebagai alat untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga sebagai sarana untuk mewujudkan kemanusiaan yang lebih baik.
Kembali ke spiritualitas ini, menurut Esta, adalah upaya untuk menyelaraskan tindakan ekonomi dengan nilai-nilai moral yang mendalam. Ini bukan hanya soal menerapkan konsep pertumbuhan ekonomi berkelanjutan atau mengurangi limbah seperti yang diusung oleh ekonomi sirkular, tetapi lebih dari itu, Ekonomi Fransiskus menawarkan jalan untuk manusia kembali kepada esensi spiritualnya. Esta menjelaskan perbedaan ini menonjol karena Ekonomi Fransiskus memandang ekonomi sebagai sarana untuk "memanusiawikan, bukan merendahkan."
Esta juga melihat beberapa konsep ekonomi lain sebenarnya memiliki kesamaan dengan Ekonomi Fransiskus. Misalnya, ekonomi inklusif yang berkelanjutan juga menekankan peran serta semua kelompok dalam pembangunan. Begitu pula dengan ekonomi sirkular yang mendorong penerapan konsep zero waste atau bebas limbah dalam siklus produksi dan konsumsi. "Beberapa konsep ekonomi yang ada punya irisan dengan Ekonomi Fransiskus," ujar Esta.
Namun, yang membedakan Ekonomi Fransiskus adalah fokusnya pada spiritualitas dan introspeksi diri sebagai bagian dari solusi. Menurut Esta, nilai spiritualitas menjadi pegangan penting dalam menjalankan perubahan yang harus dimulai dari diri sendiri. Paus Fransiskus mengajak manusia untuk menelaah batin, mendengarkan suara hati, dan memahami hakikat diri, yang merupakan dasar untuk membangun ekonomi yang lebih manusiawi.
Selain itu, Esta memandang Ekonomi Fransiskus tidak hanya berhenti pada konsep teoretis atau retorika belaka. Paus Fransiskus memberikan arah yang jelas dan implementatif, terutama bagi para ekonom.
Menurut Esta, Paus Fransiskus mengingatkan para ekonom untuk berfokus mengatasi dua masalah mendasar, yakni fragmentasi analisis dalam mendiagnosis suatu masalah dan kurangnya budaya interdisipliner. Mengenai yang kedua, Paus mengajak para ekonom untuk melampaui ego sektoral dan membuka ruang dialog lintas bidang demi mencapai kesepahaman dalam menghadapi tantangan sosial, ekonomi, dan politik.
“Perbedaan dan keberagaman adalah anugerah,” kata Esta, mengutip pesan Paus.
Esta pun menyoroti pentingnya peran kaum muda sebagai agen perubahan. Namun, ia menyayangkan bahwa mereka sering kali tersisih dari proses pembangunan dan semakin apatis di tengah perkembangan teknologi. "Kaum muda adalah pemilik masa kini dan harapan masa depan," ujarnya.
Ia mengatakan pemerintah perlu menyediakan kerangka pembangunan yang memungkinkan setiap kelompok masyarakat berperan sesuai kapasitas mereka, baik dalam sistem ekonomi maupun sosial.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.