KABARBURSA.COM – Industri batu bara di Indonesia menghadapi tantangan serius. Selain mengalami masalah penurunan harga batu bara, Ember menemukan adanya peningkatan emisi metana di tambang batu bara.
Berdasarkan laporan dari Ember, emisi metana tambang batu bara (CMM) pada 2024 diprakirakan meningkat mencapai 722 kiloton (kt) lebih dari empat kali lipat dari angka resmi yang dirilis pemerintah.
Perbedaan besaran emisi batu bara antara Ember dan pemerintah terjadi karena penggunaan faktor emisi yang tidak tepat serta tidak diperhitungkannya emisi dari tambang bawah tanah.
Ember memperingatkan, situasi ini dapat memburuk dalam beberapa tahun mendatang. Emisi CMM diproyeksikan meningkat 25 persen pada 2030.
Bahkan jika produksi batu bara menurun, peningkatan emisi diprakirakan terjadi karana ekspansi tambang bawah tanah di Kalimantan Selatan, yang diperkirakan mencapai 20 juta ton per tahun dan berpotensi menyumbang 332 kt CH₄ pada 2030.
Agar emisi batu bara dapat dikontrol, ember menyarankan pemerintah mengendalikan izin produksi batu bara. Ember meminta pemerintah menerapkan moraturium izin pertambangan baru dan mengintegrasikan pembatasan produksi jangka panjang dalam persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahunan.
Analis Senior Iklim dan Energi Indonesia di Ember menegaskan pentingnya strategi baru dalam pengelolaan industri batu bara yang fokus terhadap transisi.
“Strategi pengelolaan batu bara yang berfokus pada transisi diperlukan untuk mengarahkan industri dan mendukung daerah penghasil batu bara dalam beradaptasi dengan lanskap energi yang terus berkembang,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip KabarBursa.com, pada Jumat, 7 November 2025.
Pihaknya menegaskan bahwa untuk mendukung komitmen iklim, pemerintah perlu mewajibkan pelaporan emisi di tingkat fasilitas bagi semua pemegang izin serta mengembangkan faktor emisi spesifik Indonesia.
“Dokumen Nationally Determined Contribution Kedua (SNDC) Indonesia yang baru diterbitkan mencakup komitmen untuk mitigasi metana tambang batu bara, dan menjadi landasan kebijakan penting untuk implementasi ke depannya,” pungkasnya. (*)