KABARBURSA.COM -Pasar bursa karbon Indonesia (IDX Carbon) menggeliat. Dalam laporan bulanan IDX Carbon hingga Agustus 2024, tercatat sejak awal 2024 tercatat ada transaksi sebesar 119.463 ton CO2 ekuivalen dengan nilai transaksi sebesar Rp6,13 miliar. Total ada pembelian unit karbon di bursa mencapai 75 entitas.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan awal tahun, di mana hanya terdapat 48 entitas. Pada akhir semester I/2024, jumlah ini meningkat menjadi 67 entitas, dan pada Juli 2024, meningkat lagi menjadi 70 entitas.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik, menjelaskan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan permintaan dengan melaksanakan berbagai sosialisasi kepada calon pembeli unit karbon. Salah satu langkahnya adalah menggelar acara Net Zero Incubator untuk perusahaan terbuka.
"Selama diskusi dan sosialisasi kami dengan emiten, ternyata banyak yang belum sepenuhnya memahami kebutuhan membeli unit karbon atau bahkan menghitung emisi mereka sendiri," jelas Jeffrey, Sabtu, 7 September 2024.
Melalui acara Net Zero Incubator, BEI mendorong emiten untuk menghitung emisi dari aktivitas produksi atau operasional mereka dan merencanakan penurunan emisi, termasuk membeli unit karbon di bursa jika strategi penurunan emisi belum dapat diterapkan dalam waktu dekat.
“Tidak ada paksaan untuk langsung membeli unit karbon. Namun, perhitungan ini akan membantu emiten membuat peta jalan net zero mereka sendiri. Jika setelah perhitungan ternyata perlu offset karbon, mereka bisa membeli dengan lebih pasti,” tambahnya.
Perlu diketahui, bursa karbon tidak hanya bertujuan menciptakan nilai ekonomi karbon di Indonesia, tetapi juga mendukung pencapaian Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia di mata dunia. Indonesia, melalui Paris Agreement, berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen pada 2030. Bursa karbon memungkinkan perusahaan yang menghasilkan emisi gas rumah kaca untuk membeli unit karbon melalui mekanisme carbon offset, jika mereka belum mampu menurunkan emisi sesuai kuota yang ditetapkan.
Saat ini, pasokan unit karbon di IDX Carbon mencapai 1,35 juta ton CO2 ekuivalen per Agustus 2024. Sejak paruh tahun ini, tiga proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan yang menghasilkan kredit karbon (carbon credit) resmi terdaftar di bursa karbon sebagai pemasok unit karbon. Proyek-proyek tersebut meliputi pembangkit listrik geotermal Lahendong Unit 5 & 6 dari Pertamina New and Renewable Energy (Pertamina NRE), serta pembangkit listrik mini-hidro Gunung Wungkul dan pembangkit listrik gas bumi Muara Karang Blok 3 dari PT PLN Nusantara Power.
Transaksi Bursa Karbon
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa perdagangan karbon di Bursa Karbon Indonesia untuk subsektor pembangkit listrik diproyeksikan mampu menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 100 juta ton ekuivalen pada 2030.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, menjelaskan bahwa perdagangan karbon ini akan dibagi dalam tiga fase: fase pertama berlangsung dari 2023 hingga 2024, fase kedua dari 2025 hingga 2027, dan fase ketiga dari 2028 hingga 2030.
“Dengan adanya perdagangan karbon ini maka berpotensi dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar lebih dari 100 juta ton ekuivalen di tahun 2030,” kata Dadan dalam acara webinar Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia, Selasa, 23 Juli 2024.
Menurut Dadan, saat ini perdagangan karbon tengah memasuki tahun kedua, periode terakhir dari fase pertama. Pada tahun 2023, sebanyak 99 unit pembangkit PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PLN dengan kapasitas minimal 100 MW telah bergabung sebagai peserta perdagangan karbon.
Dadan menjelaskan bahwa perdagangan karbon ini akan diterapkan secara bertahap ke seluruh pembangkit listrik berbahan bakar fosil, baik yang terhubung dengan jaringan PLN maupun yang tidak. Ini termasuk pembangkit listrik yang digunakan untuk kepentingan sendiri serta pembangkit yang berada di wilayah usaha non-PLN.
“Jadi makin ke sana nanti standarnya akan semakin ditingkatkan, emisinya akan semakin kecil,” imbuhnya.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, perdagangan di Bursa Karbon Indonesia pada tahun lalu mencatat transaksi hingga Rp84,17 miliar, dengan volume perdagangan sebesar 7,1 juta ton setara karbondioksida (CO2e).
Dadan merinci bahwa dari total volume perdagangan tersebut, sebanyak 7,04 juta ton setara CO2e atau sekitar Rp82,87 miliar berasal dari transaksi perdagangan emisi melalui mekanisme langsung.
“Berdasarkan dari hasil transaksi perdagangan karbon di 2023, terdapat total transaksi sebesar 7,1 juta ton CO2 equivalent atau senilai Rp84,17 miliar,” kata Dadan.
Dadan juga menuturkan, jumlah peserta dalam di Bursa Karbon Indonesia 2023 sebanyak 146 unit dengan adanya tambahan kapasitas unit PLTU batu bara dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 25 MW.
“Jadi kami terus meningkatkan dari sisi peserta yang ikut di dalam perdagangan karbon secara khusus untuk pembangkit tenaga listrik,” jelasnya.
Menurut Dadan, Kementerian ESDM bekerja sama dengan Bursa Karbon atau IDX Carbon untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon.
“Kami menyadari bahwa pelaksanaan perdagangan karbon ini merupakan hal yang baru, sehingga kami terus melaksanakan kegiatan dan aksi yang mencakup, antara lain sosialisasi, peningkatan kapasitas SDM, evaluasi, dan fasilitasi kepada para pemangku kepentingan yang terlibat,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi III Bidang Pengembangan Usaha & BUMN Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi melaporkan, nilai transaksi bursa karbon di Indonesia telah mencapai Rp36,7 miliar sejak awal peluncurannya pada 26 September 2023 lalu sampai dengan 30 Juni 2024.
Volume transaksi perdagangan di bursa karbon juga tercatat sebanyak 608 ribu ton CO2 ekuivalen.
“Sejak peluncuran sampai akhir Juni 2024 nilainya telah mencapai Rp36,7 miliar dengan volumenya mencapai 608 ribu ton CO2 ekuivalen. Perdagangan karbon ini diharapkan menjadi instrumen vital dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target dekarbonisasi,” kata Elen saat menyampaikan sambutan dalam webinar bertajuk Perdagangan dan Bursa Karbon di Indonesia 2024 di Jakarta, hari ini.
Adapun selama semester I-2024, Pemerintah mencatat nilai transaksi karbon mencapai Rp5,9 miliar dengan volume transaksi 114,5 ribu ton CO2 ekuivalen.(*)