Logo
>

IESR: Energi Terbarukan Perlu Reformasi Kebijakan di Indonesia

Ditulis oleh KabarBursa.com
IESR: Energi Terbarukan Perlu Reformasi Kebijakan di Indonesia

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik rencana pembangunan 75 GW pembangkit energi terbarukan oleh PT Perusahaan Listrik Nagara (PLN) sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk mencapai target dekarbonisasi 2060. Hal ini menyusul niat pemerintah Indonesia yang berencana membangun 100 Gigawatt (GW) melalui pembangkit listrik dengan 75 persen kapasitas dari energi terbarukan hingga 2040. Proyek ini membutuhkan investasi mencapai USD235 miliar atau Rp3.710 triliun (kurs Rp15.790,62 per USD).

    Rencana itu disampaikan Ketua Delegasi RI untuk Konferensi Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke-29, Hashim S Djojohadikusumo di Baku, Azerbaijan, Selasa, 12 November 2024. Kendati begitu, IESR mengingatkan rencana tersebut belum sepenuhnya selaras dengan target Persetujuan Paris atau Paris Aggriment dalam menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius yang menuntut transisi energi terbarukan yang lebih agresif.

    Indonesia sebelumnya menyepakati keputusan dalam forum COP-28 untuk mencapai target pembatasan laju kenaikan temperatur dengan meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat (triple up) dan menggandakan upaya efisiensi energi (double down) pada 2030. IESR menilai persetujuan ini harusnya dituangkan dalam target Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

    Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan Indonesia perlu menunjukkan komitmen yang lebih serius dan aksi yang nyata untuk mencapai target Persetujuan Paris. Untuk itu, menurutnya, setiap rencana pembangunan energi terbarukan harus disertai dengan strategi mengurangi bertahap (phase-down) dan penghapusan bertahap (phase-out) PLTU batu bara paling lambat 2045 untuk selaras dengan target pembatasan kenaikan temperatur 1,5 Celsius.

    [caption id="attachment_91019" align="alignnone" width="1280"] Direktur IESR Fabby Tumiwa. Foto: Dok. IESR.[/caption]

    Fabby menilai kombinasi langkah ini akan krusial dalam mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan dan dekarbonisasi sektor kelistrikan di 2050. Selama ini, kata Fabby, implementasi dari rencana pembangunan energi terbarukan di Indonesia masih jauh panggang dari api. Walaupun rencana besar sering kali diumumkan, IESR mencatat implementasinya masih jauh dari target yang dicanangkan. "İni terlihat dari kegagalan Indonesia mencapai target 23 persen bauran energi terbarukan di 2025,” kata Fabby dalam keterangan tertulis, Kamis, 14 November 2024.

    Fabby mendesak agar pemerintah tidak hanya menyampaikan target fantastis di forum international, tetapi juga memastikan implementasi serta upaya konkret dalam menyingkirkan berbagai hambatan dan tantangan. Dengan begitu, dia menilai target yang ditetapkan dapat benar-benat tercapai dan bukan sekadar wacana.

    Di sisi lain, IESR juga mendorong pemerintah Indonesia untuk fokus mengembangkan energi terbarukan dengan pilihan biaya yang paling murah. Di samping itu, pemerintah juga harus mengandalkan keandalan pasokan yang optimal dan teknologi yang andal.

    Manajer Program Sistem Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo, mengatakan rencana pemerintah Indonesia untuk mengembangkan energi nuklir harus memperhatikan kesiapan institusi, keandalan teknologi dan biaya investasi, serta biaya sosial serta risiko lainnya. Berdasarkan perhitungan IESR, dengan elektrifikasi yang masif dan akselerasi energi terbarukan yang lebih cepat dibangun, murah, dan rendah resiko keterlambatan, Indonesia bisa membangun 120 GW energi terbarukan hingga 2030 mengandalkan surya dan angin.

    "Kapasitas tersebut dapat membawa bauran energi terbarukan mencapai lebih dari sepertiga bauran ketenagalistrikan Indonesia, mencapai puncak emisi sebelum 2030, dan memudahkan mencapai nol emisi sektor ketenagalistrikan dengan 100 persen energi terbarukan pada 2045, ” jelas Deon.

    IESR pun mendorong pemerintah untuk menyusun strategi transisi energi terbarukan yang lebih komprehensif. Strategi tersebut tidak hanya sekadar menyampaikan target besar, tetapi juga mencakup reformasi kebijakan dan kelembagaan untuk memastikan bahwa PLN dan pihak terkait mampu memenuhi target energi terbarukan yang telah ditetapkan.

    Sementara ihwal pendanaan, investasi sebesar USD235 miliar harus dikelola dengan baik untuk mempercepat transisi energi yang adil dan berkelanjutan. IESR juga mendorong agar sumber pendanaan ini diarahkan pada proyek-proyek energi terbarukan yang jelas dan berpotensi memberikan dampak nyata dalam mengurangi emisi karbon di Indonesia.

    Pembiayaan Lewat Pasar Modal

    Fabby Tumiwa sebelumnya menjelaskan pasar modal bisa menjadi alternatif bagi perusahaan energi terbarukan untuk memperoleh pendanaan dari investor. Pendanaan tersebut dinilai perlu untuk mereformasi kebijakan ketenagalistrikan dan implementasi pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) sebagai upaya mengakselerasi transisi energi bersih.

    Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia dapat dimulai dari tenaga air dan geotermal. Sementara untuk membangun Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dibutuhkan pendanaan yang besar yang diketahui banyak dibiayai dari investasi asing.

    Kendati begitu, Fabby menilai pemanfaatan sumber energi terbarukan mulai berkembang di sektor lainnya, seperti biogas, biomassa, surya, hingga bayu. Bahkan, dia menyebut saat ini banyak ditemukan perusahaan dalam negeri yang mengembangkan pembangkit energi terbarukan berskala kecil seperti surya, mikrohidro, minihidro, biogas, dan biomassa.

    Di samping itu, perusahaan dalam negeri juga melakukan investasi pembangkit energi terbarukan berskala besar seperti PLTP dan PLTA baik melalui pembiayaan perbankan maupun pasar modal. Fabby menyebut, terdapat tingkatan dari sisi modal dan pendanaan, jenis maupun skala pembangkit yang dibangun.

    "Untuk perusahaan dalam negeri sebetulnya juga sudah banyak yang menjadi pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP)," kata Fabby dalam keterangannya, Sabtu, 9 November 2024.

    IESR bersama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) sendiri diketahui telah memberikan lima rekomendasi jangka pendek untuk percepatan transisi energi berkeadilan kepada Pemerintahan Prabowo Subianto dalam hal pendanaan. Adapun rekomendasi kebijakan untuk sektor ketenagalistrikan, tutur Fabby, sesuai dengan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dan mendorong pendanaan JETP.

    Fabby menuturkan kendala pendanaan green energy bisa diatasi melalui mekanisme pasar modal dengan melakukan penawaran saham umum perdana (initial public offering/IPO). Kendati begitu, Fabby tak menampik banyaknya syarat yang harus dipenuhi sehingga tidak semua perusahaan bisa masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Menurutnya, untuk melantai di bursa, perusahaan energi terbarukan harus memiliki prospektus menarik baik dari sisi kinerja operasional maupun keuangan. "Misalnya perusahaan energi terbarukan ini memiliki 3 sampai 4 proyek, maka kita lihat bagaimana dengan investment return rate (IRR). Apakah memiliki kontrak jangka panjang. Apakah proyeknya tidak bermasalah, bagaimana rekam jejak dan kredibilitasnya," jelasnya.

    Kinerja Emiten Energi

    Ernst and Young (EY) Indonesia memprediksi IPO dari sektor energi terbarukan akan ditunggu seiring dengan meningkatnya minat pasar. Dalam 5 tahun terakhir, ada beberapa IPO yang sukses dari perusahaan energi terbarukan, termasuk PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).

    Harga saham perusahaan-perusahaan tersebut telah meningkat setidaknya 30 persen sejak penawaran perdana hingga 30 September 2024. Sejak IPO pada 2 September 2019 hingga 30 September 2024, diketahui harga saham KEEN sudah naik 15,25 persen. Selain itu, harga saham ARKO sudah melonjak 244,64 persen sejak IPO pada 8 Juli 2022 hingga 30 September 2024.

    Sementara itu, emiten energi terbarukan juga membukukan pertumbuhan laba bersih pada kuartal III tahun 2024. Sebut saja laba BREN senilai USD86,05 juta atau tumbuh 1,87 persen secara tahunan (year-on-year/YoY), laba PGEO naik 0,36 persen YoY menjadi USD133,99 juta.

    Selain itu, laba KEEN juga naik 0,94 persen YoY menjadi USD12,82 juta. EY Indonesia menyampaikan, emiten energi terbarukan juga membukukan pertumbuhan kinerja setelah mendapatkan dana dari pasar modal.

    Melalui data fundamental tersebut, Fabby menilai, perusahaan yang akan melantai di bursa harus memiliki portofolio bagus, project pipeline, prospek bisnis, manajemen tertata, dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Kemudian, laporan keuangan telah diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP) yang kredibel.

    "Ini akan membuat investor percaya dan tertarik untuk memiliki sahamnya. Oleh sebab itu, perusahaan yang ingin IPO harus sejak awal mulai mengikuti standar-standar GCG," katanya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi