Logo
>

Pemerintah Dinilai Lakukan Pembiaran Privatisasi Ketenagalistrikan

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pemerintah Dinilai Lakukan Pembiaran Privatisasi Ketenagalistrikan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dinilai membiarkan terjadinya privatisasi ketenagalistrikan dengan memberikan izin kepada perusahaan tambang untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Captive. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022, Pasal 3 Ayat 4 (b), yang memberikan pengecualian bagi industri untuk mengembangkan PLTU baru.

    Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai kebijakan ini mencerminkan adanya lepas tanggung jawab dari pemerintah, khususnya Kementerian ESDM dan PLN. "Ada lepas tanggung jawab dari negara khususnya spesifik Kementerian ESDM dan juga PLN. Karena antara nafsu melakukan hilirisasi tidak sebanding dengan pasokan listrik dari energi terbarukan ke kawasan industri dan juga transmisinya," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa, 10 September 2024.

    Bhima menambahkan, PLN kebingungan dalam mengembangkan pembangkit listrik energi terbarukan, terutama karena industri-industri telah membangun PLTU Captive sesuai dengan aturan Perpres 112/2022. "PLN-nya sekarang bingung. Ini sudah terlanjur, sudah ada PLTU Captive di situ," kata Bhima.

    Menurut Bhima, PLN harus bersaing dengan PLTU Captive yang lebih ekonomis jika ingin menyuplai listrik ke kawasan industri. Untuk masuk ke pasar tersebut, PLN harus menawarkan harga yang lebih murah. "Harus dibanting harga untuk bisa masuk ke kawasan industri yang sudah terlanjur karena diberikan izin secara bebas punya PLTU Captive," ungkap Bhima.

    Data dari Global Energy Monitor menunjukkan lebih dari seperempat PLTU di Indonesia bersifat captive. Kapasitas pembangkit listrik batu bara pada tahun ini bahkan mencapai lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan tahun 2013. Bhima berujar, "PLN kalau diminta, PLTU Captive-nya digantikan dong dengan PLN yang masuk dengan energi terbarukan. Gimana? PLTU Captive-nya baru dibangun 2-3 tahun yang lalu dan sekarang data dari Global Energy Monitor yang sedang dalam tahap konstruksi, perencanaan jumlahnya banyak."

    Bhima juga menilai situasi ini akan membingungkan investor dan PLN sendiri. PLN sebagai perusahaan negara pun juga akan kebingunan untuk masuk ke kawasan industri dan membangun energi terbarukan.

    Sementara untuk program pension dini PLTU batu bara sendiri, kata Bhima, masih sangat dipertanyakan anggarannya.

    “Inilah yang kemudian disebut cold lock in. Maju mundur jadi kena. Terus minta uang ke pemerintah untuk pensiun PLTU Captive. Ya enggak mungkin kata pemerintah. Orang buat makan bergizi gratis saja ngambil dari anggaran pendidikan,” ujarnya.

    Bhima meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera merevisi Perpres 112/2022, khususnya Pasal 3 Ayat 4 (b), yang melegalkan privatisasi ketenagalistrikan. "Harusnya PLN kan yang masuk ke kawasan industri, kemudian ini dibolehkan swasta untuk melakukan privatisasi kelistrikan dan membangun PLTU miliknya masing-masing. Jadi ini bentuk liberalisasi ke tenaga listrikan yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia," tegas Bhima.

    Pensiun Dini PLTU Batu Bara

    Ihwal kebijakan PLTU batu bara, pemerintah sedang menyusun peta jalan untuk program pensiun dini bagi sejumlah PLTU melalui Perpres 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Sebanyak 13 PLTU direncanakan akan dipensiunkan secara bertahap dengan memperhitungkan faktor keekonomian, pasokan listrik, serta dampak terhadap harga listrik.

    PLTU yang tetap beroperasi akan menerapkan teknologi ramah lingkungan, seperti teknologi supercritical dan ultra-supercritical. Saat ini, ada tujuh PLTU yang sudah menggunakan teknologi supercritical dan ultra-supercritical dengan total kapasitas 5.455 MW, yaitu PLTU Cirebon (660 MW), PLTU Paiton 3 (815 MW), PLTU Cilacap 3 (660 MW), PLTU Adipala (660 MW), PLTU Banten/LBE 1 (660 MW), PLTU Jawa 7 Unit 1 (1.000 MW), dan PLTU Jawa 8 (1.000 MW).

    Pemerintah juga merencanakan pembangunan PLTU batu bara dengan teknologi ultra-supercritical di sembilan lokasi di Pulau Jawa, dengan total kapasitas 10.130 MW hingga tahun 2028. Kapasitas ini setara dengan 37,43 persen dari total perencanaan PLTU batu bara di Indonesia.

    Selain itu, pemerintah mendorong penerapan teknologi cofiring, di mana PLTU batu bara akan menggunakan bahan bakar campuran biomassa. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi biomassa, terutama dari limbah perkebunan kelapa sawit.

    Hingga saat ini, sekitar 60 persen atau 91 GW dari total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia berasal dari batu bara. Pemerintah menyadari pentingnya mengurangi penggunaan batu bara sebagai sumber energi utama, tetapi proses tersebut harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengganggu pasokan energi.

    Dalam International Sustainability Forum (ISF) 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan program pensiun dini PLTU Cirebon-1 masih dalam proses. PLTU tersebut direncanakan untuk pensiun pada tahun 2035. Untuk melaksanakan program pensiun dini tersebut, pemerintah membutuhkan dana sebesar USD 1,3 miliar. Pendanaan ini akan dilakukan melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform yang mendapat dukungan internasional.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi