KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia mengajukan tawaran pengembangan produk hilir di sektor batu bara kepada China, meliputi peningkatan kualitas, pembuatan briket, produksi kokas, hingga likuifaksi batu bara. Langkah ini diharapkan mampu mempercepat dekarbonisasi serta mengurangi emisi gas rumah kaca.
Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Suswantono, menyatakan bahwa penawaran ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, sejalan dengan pembangunan nasional yang meratifikasi Perjanjian Paris. Pengurangan konsumsi batu bara akan dilakukan secara bertahap, sembari mendorong pengembangannya menjadi berbagai produk alternatif. Seperti dalam pernyataannya di Jakarta pada Rabu, 4 September 2024.
Kebijakan utama dalam pengelolaan batu bara saat ini adalah mengurangi penggunaannya secara bertahap, seiring dengan penghentian operasi PLTU berbasis batu bara. Bambang menambahkan, batu bara juga dikembangkan menjadi produk turunan lainnya, terutama dalam bentuk gas untuk memenuhi kebutuhan elpiji serta industri kimia seperti pupuk.
Ia menjelaskan, pengolahan batu bara dapat menciptakan enam produk utama, yakni peningkatan kualitas batu bara, briket, kokas, batu bara cair, gasifikasi batu bara, dan gasifikasi bawah tanah.
Bambang juga memaparkan, Indonesia memiliki sumber daya batu bara sebesar 97,29 miliar ton dan cadangan mencapai 31,71 miliar ton. Mayoritas sumber daya ini tersebar di Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Jambi. Sisanya terdapat di Riau, Kalimantan Utara, Aceh, Bengkulu, Sumatera Barat, serta Papua, Sulawesi Barat, dan wilayah barat Jawa.
Lebih lanjut, untuk mendukung percepatan program ini, pemerintah telah menyediakan insentif fiskal berupa keringanan pajak, serta mewajibkan konversi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Saat ini, terdapat enam IUPK yang telah merencanakan pengembangan batu bara menjadi gas, pupuk, dan kokas. Prosesnya sedang dalam tahap kajian keekonomian dan studi kelayakan, dengan harapan pada tahun 2030 proyek ini sudah dapat beroperasi, tutupnya.
Hadapi Hambatan Teknologi
Hilirisasi batubara di Indonesia menghadapi hambatan besar akibat keterbatasan teknologi yang diperlukan untuk melaksanakan program ini.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, mengungkapkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam penguasaan teknologi yang diperlukan untuk melaksanakan hilirisasi.
“Kita tidak punya teknologi yang memadai, dan harga teknologi yang dibutuhkan terlalu tinggi,” ujar Irwandy di Jakarta pada Minggu 17 Maret 2024.
Ia mencontohkan perusahaan batubara lokal seperti PT Kaltim Prima Coal dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan hilirisasi karena perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, Air Products, mundur dari proyek hilirisasi kedua perusahaan tersebut.
Tidak hanya batubara, keterbatasan teknologi juga menjadi hambatan dalam hilirisasi komoditas tambang lainnya, seperti nikel. “Pengolahan nilai tambah nikel, seperti teknologi RKEF yang mayoritas berasal dari China, juga menghadapi kendala serupa,” tambah Irwandy.
Meskipun demikian, upaya pengembangan teknologi hilirisasi batubara sudah dilakukan, termasuk gasifikasi batubara, pencairan batubara, dan pembuatan briket batubara.
Namun, sebagian besar teknologi ini masih dalam tahap kajian atau penyiapan pembangunan, sementara beberapa proyek telah memasuki tahap produksi.
Menurut data Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara, sejumlah perusahaan telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan hilirisasi batubara, dengan beberapa proyek bahkan sudah memasuki tahap produksi.
Salah satunya adalah proyek coal to methanol yang melibatkan PT Bumi Resources Tbk (BUMI), yang memiliki kapasitas produksi methanol hingga 1,8 juta ton per tahun.
Sementara itu, BUMI juga tengah mempersiapkan rencana hilirisasi dengan mitra strategis dari China, dengan target untuk menyelesaikan tahap konstruksi pada tahun ini.
Dengan berbagai upaya ini, anak usaha BUMI berkomitmen untuk melaksanakan hilirisasi batubara sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Masa Pemerintahan Jokowi
Meski telah berlalu dua tahun sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meletakkan batu pertama untuk proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) melalui kolaborasi antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina, dan Air Products and Chemicals, Inc., proyek tersebut masih terus berjalan di tengah berakhirnya masa pemerintahan Jokowi.
Seremoni groundbreaking ini dilakukan pada 24 Januari 2022, di Kawasan Industri Tanjung Enim, Muara Enim, Sumatra Selatan, dan dihadiri oleh berbagai pejabat, termasuk Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Pada acara tersebut, Presiden Jokowi mengharapkan agar proyek tersebut dapat selesai sesuai dengan target, yaitu kurang dari tiga tahun.
Proyek ini bertujuan untuk mengubah batubara menjadi dimetil eter (DME) dan mengurangi impor liquefied petroleum gas (LPG) serta subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.