Logo
>

Saham Energi Terbarukan Bergerak Variatif di Tengah Minim Sentimen

Perdagangan Selasa pagi, 1 Juli 2025, menunjukkan saham sektor energi hijau bergerak tak seragam seiring absennya katalis positif dalam negeri.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Saham Energi Terbarukan Bergerak Variatif di Tengah Minim Sentimen
Saham energi terbarukan bergerak variatif di perdagangan awal Juli. Minim sentimen positif membuat investor bersikap selektif. Simak daftarnya di sini. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Saham-saham energi terbarukan sepanjang pagi ini, Selasa, 1 Juli 2025, bergerak variatif di tengah minimnya sentimen baru dari sektor transisi energi. Berdasarkan data Stockbit, saham Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) menjadi salah satu penopang sektor dengan kenaikan 2,98 persen ke level 6.050, diikuti oleh TBS Energi Utama (TOBA) yang naik 3,36 persen ke 770.

Keduanya bergerak lebih stabil dibanding mayoritas saham batu bara, seiring kecenderungan investor yang mulai kembali melirik portofolio hijau menjelang pengumuman insentif energi bersih tahap kedua oleh pemerintah.

Sementara itu, Barito Pacific Tbk. (BRPT)—yang memiliki eksposur ke bisnis geotermal melalui Star Energy—juga mencatat kenaikan ringan 0,30 persen ke level 1.665, meskipun sentimen pasar terhadap emiten holding energi ini cenderung datar.

Dari sisi tekanan, saham Hero Global Investment (HGII) turun 1,23 persen ke 161, dan Arkora Hydro Tbk. (ARKO) terkoreksi tipis 0,62 persen ke 795, diduga karena aksi ambil untung investor setelah reli terbatas sepanjang bulan Juni. Tak banyak sentimen korporasi baru dari kedua emiten ini yang mampu menjaga momentum harga.

Saham Kencana Energi Lestari (KEEN) terpantau stagnan di level 790 tanpa ada transaksi signifikan sepanjang sesi awal perdagangan. Volume beli yang tipis menahan laju harga di tengah sentimen netral dari sektor utilitas.

Adapun Alamtri Resources Indonesia (ADRO) yang baru merampungkan aksi korporasi di bidang energi baru dan terbarukan, hanya naik tipis 0,27 persen ke 1.835. Investor tampaknya masih menunggu dampak konkret dari diversifikasi ADRO ke sektor solar dan energi hijau.

Perdagangan pagi ini mencerminkan sikap pasar yang cenderung selektif terhadap emiten energi baru, dengan penguatan masih ditopang pada nama-nama besar berfundamental kuat seperti BREN dan TOBA. Selebihnya, pelaku pasar masih bersikap wait and see terhadap arah regulasi dan komitmen fiskal pemerintah untuk mendorong energi bersih nasional.

Potensi Ekonomi Energi Terbarukan bisa Capai Rp8.824 Triliun

Menurut Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang dirilis akhir 2024, pemerintah menargetkan kapasitas pembangkit energi pada 2060 mencapai 444 gigawatt (GW), dan sebanyak 73,6 persen di antaranya—atau 326 GW—bakal disumbang dari energi baru dan terbarukan.

Dari jumlah itu, matahari, angin, dan baterai masing-masing diharapkan menyumbang 109 GW, 74 GW, dan 34 GW. Tapi itu belum seberapa. Kalau ditambah produksi hidrogen hijau, kapasitasnya bisa naik signifikan menjadi 266 GW untuk PLTS, 73,5 GW untuk PLTB, dan 58 GW untuk penyimpanan energi. Target ini jadi bagian dari komitmen Indonesia menuju net zero emission (NZE) pada 2060.

Melihat peluang itu, Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah agar tak sekadar membangun pembangkit, tapi juga serius mengembangkan industri manufaktur energi terbarukan—dari hulu ke hilir. Idenya bukan cuma soal mengejar target emisi, tapi juga membangun ekonomi yang lebih mandiri, berdaya saing, dan tak gampang goyah oleh krisis global.

Dalam kajian bertajuk Market Assessment for Indonesia’s Manufacturing Industry for Renewable Energy, IESR menghitung kalau sektor manufaktur energi surya, angin, dan baterai digarap serius, potensi ekonominya bisa mencapai USD551,5 miliar atau sekitar Rp8.824 triliun pada 2060. Selain itu, sektor ini juga bisa menyerap hingga 9,7 juta job-years, alias total pekerjaan yang tercipta sepanjang periode waktu tersebut.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa bilang, meski potensi energi terbarukan Indonesia lebih dari 3.686 GW, pemanfaatannya masih minim. Ia mencontohkan PLTS, yang baru dimanfaatkan 0,32 GW dari total potensi 3.300 GW. Rendahnya pemanfaatan ini membuat industri manufakturnya mandek.

“Industri manufaktur teknologi energi bersih kita masih tahap awal,” ujar Fabby. Ia mengingatkan, tanpa rantai pasok dalam negeri yang kuat, Indonesia berisiko terlalu bergantung pada impor teknologi. Itu bukan hanya bikin kita rentan terhadap gangguan pasokan global, tapi juga bikin kita kehilangan potensi ekonomi dari transisi energi ini.

Fabby menyebut, temuan IESR bisa jadi referensi untuk program hilirisasi yang jadi prioritas Prabowo-Gibran. Kalau dikembangkan serius, kata dia, tiga sektor energi ini bisa jadi tumpuan transformasi ekonomi jangka panjang Indonesia yang tak lagi mengandalkan komoditas mentah, tapi nilai tambah dan teknologi.

Kajian IESR juga menyisir secara detail tiga sektor teknologi EBT, yakni surya, angin, dan baterai. Untuk PLTS, hingga pertengahan 2024 kapasitas produksi modul surya di dalam negeri tercatat 4,7 GW per tahun. Angka ini diprediksi naik jadi 19 GW per tahun sebelum 2030 seiring pengembangan industri yang terintegrasi dari wafer hingga sel silikon. Potensinya bahkan sampai USD236,3 miliar dan 5,7 juta job-years pada 2060.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).