Logo
>

Setumpuk Masalah Rencana Pensiun PLTU

Ditulis oleh KabarBursa.com
Setumpuk Masalah Rencana Pensiun PLTU

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap, pemerintah hendak menggelar rapat untuk membahas rencana penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten.

    Pembahasan itu dilakukan lantaran pemerintah menilai PLTU Suralaya telah memberi dampak negatif yang besar dan berkepanjangan terhadap kualitas udara di DKI Jakarta. Diketahui, PLTU Suralaya sendiri telah beroperasi selama kurang lebih 40 tahun.

    Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mulyanto, mengingatkan agar pemerintah tetap melakukan kajian mendalam terkait rencana penutupan PLTU Suralaya. Pasalnya, skenario pensiun dini PLTU Cirebon 1 yang direncanakan pada tahun 2035 belum juga bernasib jelas.

    "Perlu kajian mendalam dan hati-hati secara tekno ekonomi. Karena rencana pensiun dini PLTU Cirebon 1 yang direncanakan dimulai akhir tahun 2035 saja masih belum jelas," kata Mulyanto kepada Kabar Bursa, Kamis, 15 Agustus 2024.

    Adapun secara umum, kata Mulyanto, rencana pensiun dini tertuang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang disusun oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) dengan mempertimbangkan bantuan pinjaman lunak dari Just Energy Transition Program (JETP).

    Adapun dalam rencana pensiun dini, Indonesia membutuhkan dana yang besar untuk ganti rugi sisa usia produktif dari PLTU itu sendiri. Kendati ada pertimbangan dana pinjaman JETP, Mulyanto menilai, jika bantuan tersebut berubah menjadi pinjaman dengan bunga, PLN juga akan merasa terbebani.

    "Kalau bantuannya berubah menjadi pinjaman dengan bunga komersil, nampaknya PLN keberatan," jelasnya.

    Mulyanto menilai, besaran anggaran pensiun dini PLTU menjadi salah satu yang krusial. Tanpa bantuan internasional, dia menilai ruang fiskal Indonesia akan mengalami tekanan yang besar.

    "Kalau kita secara voluntary harus menyuntik mati PLTU, tanpa bantuan dari pihak internasional. Ini dapat memicu kenaikan tarif listrik atau subsidi listrik dari pemerintah yang akibatnya dapat menekan ruang fiskal kita," jelasnya.

    Lebih jauh, Mulyanto menyebut, ketergantungan Indonesia terhadap batubara masih memiliki porsi yang cukup besar. Sementara jika dilihat dari beban produksi, energi yang bersumber dari batubara relatif memiliki harga yang lebih murah.

    "Karena Indonesia kaya sumber daya batubara dan biaya pokok produksi (BPP) listrik dari sumber batubara relatif murah," pungkasnya.

    Urgensi Pensiun Dini PLTU

    Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengungkap, rencana pensiun dini PLTU menjadi urgensi yang perlu segera diterapkan pemerintah. Menurutnya, ada dua poin urgensi pensiun dini PLTU.

    Pertama, kata Bondan, fakta bahwa PLTU menjadi salah satu sumber dari pencemaran udara. Hal tersebut sejalan dengan studi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyebut, PLTU menyumbang 34 persen polusi udara, khususnya di DKI Jakarta.

    Pada tahun 2019 lalu, Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara dan Koalisi Semesta (Ibukota) juga berhasil memenangkan gugatannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terkait pelanggaran HAM yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta karena melakukan pembiarkan atas perburukan kualitas udara di DKI Jakarta.

    Bondan menilai, rencana penutupan PLTU Suralaya menjadi langkah yang sesuai dengan rencana aksi pemerintah terkait dengan pengendalian pencemaran udara. Begitu juga dengan gugatan yang dimenangkan di PN Jakarta Pusat.

    "Jika memang ada rencana untuk menutup PLTU batubara di Suralaya, berarti sudah sesuai dengan rencana aksi pemerintah soal pengendalian pencemaran udara sesuai dengan perintah hakim dalam putusan gugatan polusi udara yang dimenangkan 3 kali (setelah banding dan kasasi) dan mengingat dampak dari PLTU," kata Bondan kepada Kabar Bursa.

    Meski begitu, Bondan menekankan bahwa pengendalian polusi udara mesti tetap sasaran dan berdasar pada data akademik. Jika data menunjukkan penyebab polusi udara, kata dia, pemerintah perlu segera melakukan upaya pengendalian dan mempertimbangkan dampak kesehatan publik.

    "Tentunya rencana penutupan PLTU ini sudah sejalan dengan rencanan dan janji pemerintah dalam upaya transisi energi. Tentunya harus diiringi dengan peningkatan porsi energi terbarukannya dan memberi ruang untuk itu lebih besar ketimbang solusi palsu," tegasnya.

    Kendati begitu, kata Bondan, alih-alih mengurangi PLTU, pemerintah dinilai melakukan langkah yang kontra-poduktif. Pasalnya, penggunaan PLTU batubara masih diperbolehkan untuk industri, seperti smelter untuk nikel.

    Berdasarkan data dari rencana PLTU industri, Bondan menyebut kapasitas energi dari batubara di industri mencapai 10.8 GW dan akan ada penambahan sekitar 14.4 GW. Hal itu kembali diperkuat melalui Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022.

    Di sisi lain, Bondan juga mempertanyakan transparansi data PLN terkait emisi yang dihasilkan dari PLTU batubara. Bahkan, kata dia, Greenpeace sendiri sempat menerima penolakan kala menagih data tersebut.

    "Bahkan Greenpeace pernah meminta melalui keterbukaan informasi publik, di jawab oleh PLN bahwa data emisi PLTU batubara adalah rahsia dagang," ungkapnya.

    Lebih jauh, Bondan berharap rencana pensiun dini PLTU juga diiringi kebijakan yang menguatkan dengan data sebagai basis argumentasi pembentukan regulasi transisi energi.

    "Menjadikan data sebagai basis argumen untuk pengambilan kebijakan khususnya mengenai transisi energi dan menjadikan dampak kesehatan dari penggunaan PLTU batubara sebagai pertimbangan agar Indonesia memiliki generasi emas seperti yang di harapkan nantinya," tutupnya.

    Wacana Pensiun PLTU Suralaya 

    Sebelumnya, Luhut sempat menyinggung soal rencana penutupan PLTU Suralaya di Cilegon, Banten. Dia menyebut, pemerintah akan mempertimbangkan penutupan PLTU Suralaya karena dampak polusi yang ditimbulkannya terhadap Jakarta.

    “Kita akan menggelar rapat membahas itu. Yang Suralaya itu sudah banyak memberikan dampak polusi, sudah lebih 40 tahun,” kata Luhut di JCC Senayan, Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2024.

    Jika benar PLTU Suralaya ditutup, dia berharap dapat mengurangi polusi di Jakarta. Selain itu, pemerintah akan terus mendorong ekosistem kendaraan listrik hingga kebijakan penerapan sistem Ganjil Genap kendaraan bermotor.

    “Kalau bisa kita tutup, yang kita tutup untuk mengurangi polusi di Jakarta. Selain itu, mobil EV kita dorong dengan sepeda motor IV,” ujarnya.

    Luhut menyebut, akibat polusi udara, biaya yang dikeluarkan pemerintah melalui BPJS Kesehatan untuk menangani penyakit ISPA sangat besar, yaitu mencapai Rp38 triliun.

    “Pemerintah mengeluarkan Rp38 triliun untuk biaya berobat, ada yang melalui BPJS Kesehatan, ada yang melalui biaya mandiri. Karena akibat kualitas udara yang 170 sampai 200 indeks ini itu banyak yang sakit ISPA,” ungkap Luhut.

    “Kalian kena, saya kena. Jadi ini menjadi beban kita bersama. Jadi kalau ada yang keberatan, ya rasain saja sendiri, kita enggak mau,” tegasnya menambahkan.

    Lalu, Luhut membandingkan dengan air quality index atau indeks kualitas udara di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur yang berada pada level 6. Menurutnya hal ini jauh lebih baik dibanding Singapura yang 24.

    Menurutnya, dengan menutup PLTU Suralaya, harapannya kualitas udara Jakarta bisa turun ke bawah level 100. Hal ini tentunya diiringi dengan kebijakan lainnya, seperti penyediaan transportasi massal berbasis listrik.

    “Jadi kita yang di Jakarta ini, kalau bisa kita tutup PLTU Suralaya itu. Kita berharap polusi udara akan bisa turun di bawah 100 indeksnya. Apalagi nanti ada 5.000 bus listrik yang segera kita mulai bertahap masukkan, sehingga tidak ada lagi bus yang pakai solar,” ucap Luhut.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi