KABARBURSA.COM - PT PLN (Persero) siap mengadopsi teknologi carbon capture storage (CCS) sebagai bagian dari upaya dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan, mendukung target emisi nol bersih (NZE) 2060 yang dicanangkan pemerintah.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam siaran persnya, Senin, menyatakan bahwa PLN telah menyusun rencana jangka pendek dan panjang untuk mengurangi emisi karbon, salah satunya melalui pengembangan teknologi CCS. PLN, sebagai pionir penerapan teknologi CCS di sektor kelistrikan Indonesia, telah bekerja sama dengan berbagai mitra internasional dalam studi pengembangan teknologi ini di lima pembangkit listrik.
"Kami telah berkolaborasi dengan mitra internasional untuk studi implementasi CCS di empat PLTU dan satu PLTGU milik kami," ujar Darmawan.
Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, Warsono, menjelaskan bahwa saat ini 37,6 gigawatt (GW) pembangkit telah memenuhi syarat untuk penerapan CCS, dengan 19 GW secara teknis layak dan diprioritaskan untuk implementasi CCS. PLN menargetkan implementasi CCS untuk total kapasitas 2 GW pada 2040 dan 19 GW pada 2060.
Untuk mewujudkan itu, PLN bermitra dengan JERA dan JGC, INPEX, serta Karbon Korea dalam studi penerapan CCS di PLTU dan PLTGU milik PLN. Pembangkit yang menjadi percontohan penerapan CCS meliputi PLTU Suralaya Unit 1-4, PLTU Suralaya Unit 5-7, PLTU Indramayu, PLTGU Tambak Lorok, dan PLTU Tanjung Jati B.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam acara International & Indonesia CCS Forum 2024 di Jakarta akhir Juli lalu, menyatakan bahwa terbitnya Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon menegaskan komitmen pemerintah untuk menerapkan teknologi CCS sebagai bagian dari inisiatif dekarbonisasi.
Menurut Luhut, implementasi ini tidak hanya penting untuk mengurangi emisi karbon secara masif, tetapi juga sebagai upaya menjadikan Indonesia pelopor CCS yang dapat menciptakan ekonomi sirkular melalui penciptaan lapangan kerja baru.
"Inisiatif CCS didorong oleh Indonesia dan negara-negara tetangga untuk mengurangi emisi dan melindungi bumi. Lebih dari itu, Indonesia ingin menjadi pelopor CCS, mengubah investasi menjadi pendapatan, pekerjaan, dan inovasi, serta menciptakan kemakmuran dan keberlanjutan," tutur Luhut.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Strategi Percepatan Penerapan Energi Transisi dan Pengembangan Infrastruktur Energi, Ego Syahrial, menambahkan bahwa pemerintah telah merancang peta jalan transisi energi menuju NZE. Teknologi seperti CCS berperan penting dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menggantikannya dengan energi baru terbarukan (EBT).
"Teknologi inovatif rendah emisi karbon seperti CCS dan CCUS dapat diterapkan dalam kondisi tertentu untuk membantu pembangkit listrik berbahan bakar fosil mempercepat pengurangan emisi dan mewujudkan lingkungan yang lebih bersih dan hijau," jelasnya.
Ego mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah telah menjalankan 15 proyek CCS dan CCUS yang tersebar di berbagai daerah. Keseluruhan proyek tersebut diperkirakan mampu menyimpan sumber daya lebih dari 500 gigaton.
"Seluruh proyek tersebut diperkirakan mulai beroperasi pada 2030. Dengan lokasi yang strategis dan sumber daya penyimpanan yang tersedia, kami yakin Indonesia dapat menjadi negara terdepan di kawasan Asia Tenggara dalam pengembangan CCS," imbuhnya.
Layanan Green Energy as A Service
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.