Logo
>

Tarik Ulur Transisi Hijau Uni Eropa, PM Italia: Utamakan Keberlangsungan Industri

Kebijakan Green Deal mendorong transisi besar-besaran ke arah elektrifikasi kendaraan. Kebijakan ini dianggap PM Italia sebagai ketergantungan baru Uni Eropa terhadap negara-negara di luar benua.

Ditulis oleh Yunila Wati
Tarik Ulur Transisi Hijau Uni Eropa, PM Italia: Utamakan Keberlangsungan Industri
Ilustrasi PM Italia Giorgia Meloni berbicara tentang transisi hijau di Uni Eropa.

KABARBURSA.COM - Tarik ulur transisi hijau di Uni Eropa sepertinya masih terjadi. Negara-negara Uni Eropa sebenarnya menginginkan adanya transisi hijau untuk keberlanjutan lingkungan, namun di sisi lain keberlangsungan industri masih menjadi sorotan utama.

Salah satunya seperti yang disampaikan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni. Ia mengingatkan Uni Eropa agar tidak gegabah dalam menjalankan kebijakan transisi energi.

Dalam pernyataannya usai bertemu Kanselir Jerman Friedrich Merz di Roma, Sabtu waktu setempat, 17 Mei 2025, Meloni menyebut bahwa regulasi hijau yang terlalu kaku justru bisa menghancurkan basis industri Eropa, terutama sektor manufaktur otomotif.

“Di padang pasir, tidak ada yang hijau,” ujar Meloni kepada awak media, Sabtu, 17 Mei 2025. 

Pernyataan ini merujuk pada kekhawatirannya bahwa industri Eropa bisa lumpuh jika terus ditekan dengan kebijakan yang tidak mempertimbangkan realitas di lapangan. Karenanya, Meloni menekankan bahwa sebelum berbicara soal keberlanjutan lingkungan, Eropa harus lebih dulu menjaga keberlangsungan industrinya.

Green Deal Bikin Eropa Bergantung pada Negara Lain

Dalam kesempatan yang sama, Meloni menyoroti kebijakan Green Deal. Menurut dia, kebijakan tersebut mendorongan transisi besar-besaran ke arah elektrifikasi kendaraan. 

Kondisi ini dianggapnya tidak menguntungkan Uni Eropa dan justru membuat Eropa terlalu bergantung pada rantai pasok dari luar benua. Ia menyebut dominasi negara-negara non-Eropa dalam industri kendaraan listrik sebagai kelemahan strategis yang harus diwaspadai. 

“Fokus tunggal pada kendaraan listrik justru bisa menempatkan Eropa dalam posisi rentan,” tegasnya.

Untuk itu, mendorong agar Uni Eropa memberikan ruang lebih luas bagi pengembangan alternatif lain seperti biofuel dan hidrogen. Menurutnya, transisi energi yang sehat harus melibatkan berbagai teknologi agar tidak menyudutkan pelaku industri dalam negeri.

Meloni Dorong Revisi Emisi Kendaraan

Tidak hanya itu, Meloni juga menyoroti perlunya perubahan pendekatan dalam penghitungan emisi kendaraan. Ia meminta agar metode penghitungan emisi tidak hanya melihat hasil buangan knalpot, tetapi juga mempertimbangkan emisi dari seluruh siklus produksi. 

Langkah ini, menurutnya, akan memberikan penilaian yang lebih adil terhadap kendaraan berbasis bahan bakar maupun listrik.

Sikap kritis Meloni ini muncul di tengah pelonggaran regulasi yang baru disahkan Parlemen Eropa awal Mei lalu. Dalam aturan teranyar, produsen otomotif tidak lagi diwajibkan memenuhi target emisi tahunan yang sebelumnya berpotensi menimbulkan denda hingga EUR15 miliar. 

Sebagai gantinya, emisi akan dihitung rata-rata selama periode 2025 hingga 2027. Ini merupakan hasil dari tekanan kuat industri dan negara-negara anggota, termasuk Italia dan Jerman.

Meloni menilai, Italia dan Jerman, sebagai dua ekonomi manufaktur terbesar di Eropa, memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga daya saing industri. Ia melihat potensi kerja sama bilateral di sektor otomotif sebagai langkah strategis yang bisa memperkuat posisi Eropa dalam menghadapi perubahan global.

Pernyataan Meloni mencerminkan dinamika baru dalam arah kebijakan hijau Eropa. Di satu sisi, upaya menurunkan emisi tetap menjadi prioritas. Namun di sisi lain, muncul kesadaran bahwa keberlanjutan tidak bisa diraih dengan mengorbankan struktur ekonomi yang sudah mapan. 

Pesan yang ingin disampaikan Meloni cukup jelas: transisi energi perlu dilakukan dengan kepala dingin, perhitungan matang, dan keberpihakan terhadap pelaku industri lokal.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79