Logo
>

Transisi Energi dapat Hemat Subsidi hingga Rp90 Triliun per Tahun

Ditulis oleh Syahrianto
Transisi Energi dapat Hemat Subsidi hingga Rp90 Triliun per Tahun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa transisi energi secara bertahap dapat menghemat subsidi sebesar Rp45 triliun hingga Rp90 triliun per tahun.

    “Jika kita melaksanakan transisi energi secara bertahap dalam satu tahun ke depan, kita bisa menghemat antara Rp45 triliun hingga Rp90 triliun per tahun,” ujar Luhut saat ditemui di sela Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (HLF MSP) dan Forum Indonesia-Afrika (IAF) ke-2, di Badung, Bali, pada Senin.

    Tahapan transisi energi ini mencakup penghentian operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten, penerapan standar emisi karbon untuk industri, serta dorongan untuk penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

    Menurut Luhut, penggunaan EV dapat mengurangi anggaran yang selama ini digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). “Itu angka yang sangat besar, dan kita bisa memanfaatkannya untuk kepentingan lainnya di masa depan,” kata Luhut.

    Luhut juga menyoroti pengeluaran pemerintah sebesar Rp38 triliun untuk biaya perawatan kesehatan masyarakat akibat polusi udara.

    Ia percaya bahwa transisi energi dapat membantu mengatasi masalah polusi di Indonesia, terutama di Jakarta. “Kita juga bisa belajar dari China yang berhasil mengatasi masalah polusi udara,” ujarnya.

    Terkait subsidi energi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa alokasi anggaran untuk ketahanan energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 mencapai Rp421,7 triliun.

    Anggaran tersebut akan digunakan untuk meningkatkan subsidi dan kompensasi energi. Dalam RAPBN 2025, alokasi subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp394,3 triliun, meningkat 17,8 persen dibandingkan pagu 2024 yang sebesar Rp334,8 triliun.

    Dana sebesar Rp394,3 triliun ini akan dialokasikan untuk subsidi LPG tabung 3 kilogram, solar, dan minyak tanah, serta memastikan ketepatan sasaran program.

    Subsidi energi juga akan digunakan untuk mendukung listrik bagi rumah tangga miskin dan rentan, serta mendukung transisi energi yang efisien dan adil, tambah Sri Mulyani.

    Kritik DPR

    Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mulyanto, menilai pemerintah sengaja melanggar undang-undang (UU) tentang energi. Menurutnya, hal itu terbukti lantaran hingga saat ini Indonesia belum juga membangun cadangan penyangga energi nasional.

    Mulyanto menegaskan, pembangunan cadangan penyangga energi diamanatkan dalam pasal 5 UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Karenanya, dia menilai pemerintah telah mengabaikan amanat undang-undang.

    “Saya menilai pemerintah sudah melanggar Undang-Undang dengan tidak membangun cadangan penyangga energi nasional, karena amanat itu sangat tegas tercantum dalam pasal 5 UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi, bahwa untuk menjamin ketahanan energi nasional pemerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi.” kata Mulyanto dalam keterangannya dikutip Minggu, 31 Agustus 2024.

    “Undang-undang mewajibkan pembangunan penyangga energi nasional, namun nyatanya sampai hari ini, sudah lewat 17 tahun, Pemerintah tidak menggubrisnya,” tambahnya.

    Mulyanto menyebut, dalam pasal 20 draft PP KEN kembali disepakati untuk dimuat langkah-langkah pembangunan cadangan penyangga energi nasional tersebut. Menurutnya cadangan penyangga energi nasional tersebut penting, selain terkait untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, juga dalam rangka menstabilkan harga energi dalam negeri misalnya bahan bakar minyak (BBM) dan gas liquified petroleum gas (LPG).

    “Cadangan penyangga energi nasional ini dibutuhkan, karena adanya ketidakstabilan kondisi geopolitik seperti yang saat ini terjadi di wilayah Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina. Sementara kita sudah menjadi negara yang tergantung pada impor energi baik minyak mentah, BBM maupun gas LPG,” ungkapanya.

    Lebih jauh Mulyanto menyebut, Indonesia dapat kekurangan sumber pasokan energi dari impor atau harga energi menjadi sangat mahal. Hal tersebut dapat memicu kerentanan bagi ketahanan APBN maupun energi nasional.

    “Ini kan serupa dengan bahan pangan. Kalau untuk komoditas pangan nasional, kita sudah punya sistem dan kelembagaan cadangan penyangga pangan, baik Bulog maupun Badan Pangan Nasional. Negara tetangga ASEAN sudah memiliki sistem penyangga energi ini. Vietnam punya sistem penyangga energi untuk 47 hari impor. Singapura untuk 60 hari impor, bahkan sistem penyangga energi Thailand disiapkan untuk 81 hari impor. Sementara kita masih nihil,” tegasnya.

    Alternatif Energi

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang diwakili oleh Koordinator Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi Rizal Fajar Muttaqin, menyebut pemerintah terus berupaya melakukan peningkatan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru, optimalisasi produksi gas bumi dan pengembangan infrastruktur secara kontinyu yang dilakukan untuk menunjang penyaluran gas bumi dalam negeri sehingga sejalan dengan kebutuhan gas bumi.

    Rizal mengatakan, pemerintah mendorong seluruh badan usaha gas bumi untuk membangun infrastruktur secara terintegrasi, meliputi jaringan pipa transmisi dan distribusi, LNG receiving terminal serta moda non pipa lainnya sehingga dapat dimanfaatkan lintas sektor.

    “Selain itu dilakukan juga penataan demand yang dekat dengan potensi suplai atau infrastruktur gas bumi mengikuti prinsip people follow energy sehingga akan dapat meningkatkan efisiensi serta memberikan insentif untuk sektor-sektor tertentu yang berdampak signifikan terhadap nilai tambah dan multiplier effect perekonomian nasional,” papar Rizal dalam webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik, Rabu, 4 Maret 2024.

    Saat ini cadangan gas bumi Indonesia lebih banyak dari pada cadangan minyak, namun produksi gas Indonesia diperkirakan akan menurun dalam beberapa tahun mendatang disebabkan oleh penurunan alami sumur-sumur gas eksisting.

    Pemerintah terus melakukan pencarian terhadap lapangan-lapangan gas baru melalui proses eksplorasi, namun hal tersebut membutuhkan waktu dan investasi yang cukup besar. Dalam sepuluh tahun ke depan, diproyeksikan konsumen gas terbesar datang dari sektor industri, dan diikuti oleh sektor ketenagalistrikan dan pupuk.

    “Existing Supply yang berasal dari lapangan-lapangan yang saat ini berproduksi dapat memenuhi kebutuhan gas bumi yang telah terkontrak. Apabila Project Supply dan Potential Supply onstream sesuai perencanaan, maka diperkirakan masih terdapat potensi gas untuk memenuhi kebutuhan domestik,” jelas Rizal.

    Dalam hal pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik, konsumen gas terbesar dalam negeri saat ini adalah industri yaitu sebesar 30,83 persen, listrik sebesar 11,82 persen dan pupuk sebesar 11,72 perden. Sedangkan sebesar 22,18 persen gas diekspor dalam bentuk LNG dan sebanyak 8,45 persen diekspor melalui pipa dengan total konsumsi gas pada akhir tahun 2023 mencapai 5.868 BBUTD. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.