KABARBURSA.COM - Asosiasi Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menanggapi rencana pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang ingin membangun 3 juta rumah setiap tahunnya.
Rencana ini terbagi, 1 juta unit dibangun di perkotaan dan 2 juta unit rumah dibangun di pedesaan atau pesisir.
Sekretaris Umum Apersi, Daniel Djumali menilai inisiatif pemerintah memberikan angin segar bagi masyarakat berhasil rendah (BMR) yang mendambakan rumah layak huni.
Namun, dia mengingatkan, harapan ini bisa menjadi ilusi jika pemerintah gagal mengatasi masalah krusial, yaitu perizinan.
“Seharusnya program ini bagus, membuka lebih banyak kesempatan untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau di pedesaan dan pesisir mendapatkan rumah layak huni, asalkan perizinan, pembiayaannya disiapkan semua,” kata Daniel kepada Kabar Bursa saat ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024.
Dia jelaskan, permasalahan akan muncul berkaitan dengan persiapan pembangunan rumah rakyat sangat erat dengan proses perizinan.
Menurutnya, perizinan harus diproses dengan cepat, mengingat lahan dan desain rumah sudah tersedia, tetapi sering kali mengalami kendala.
“Permasalahannya kerap soal perizinannya. Perizinan itu harus cepat. Padahal sudah ada lahannya, sudah ada rumahnya, tapi enggak bisa di-akad,” ungkap Daniel.
Hal lainnya, lanjut Daniel adalah, pemerintah terkadang menambah syarat yang diperlukan kepada masyarakat yang ingin memiliki rumah. Dia mencatat, saat ini terdapat 29 syarat dan ketentuan, serta lima lampiran yang harus dipenuhi, padahal sebelumnya hanya diperlukan satu lembar dokumen.
“Terkadang pemerintah menambahkan persyaratan. Sekarang aja ada 29 syarat dan ketentuan, serta lima lampiran. Padahal dulu cuma selembar saja,” tuturnya.
Daniel menyebutkan, rata-rata pihaknya bisa membangun sekitar 130.000 unit rumah setiap tahunnya, dengan 90 persen di antaranya adalah rumah sederhana, dan sisanya rumah menengah.
“Kalau kita setiap nya rata-rata membangun 130.000-an unit. Rumah sederhananya 90 persen, sisanya rumah menengah,” jelas Daniel.
Dia menekankan bahwa meskipun jumlah ini dapat meningkat setiap tahunnya, ada satu kendala utama yang harus diperhatikan, yaitu kuota subsidi yang harus mencukupi agar masyarakat dapat membeli rumah dengan harga terjangkau, terutama terkait bunga yang rendah.
“Kendalanya hanya satu, kuota subsidinyaya harus cukup. Karena masyarakat mesti dapat yang harga murah, terutama bunganya,” terangnya.
Kendala lainnya yaitu kesiapan perbankan sebagai lembaga keuangan. Dengan begitu, ada tiga kendala yang harus dituntaskan yaitu kuota subsidi, perizinan, dan kesiapan bank.
Kuota FLPP 2025 Cuma 340 Ribu Unit
Di tempat yang sama, Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Joko Santoso mengungkapkan bahwa pada tahun 2025 kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) akan ditetapkan sebanyak 300.000 unit, ditambah 40.000 unit dari Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Dengan demikian, total kuota FLPP untuk tahun tersebut mencapai 340.000 unit.
“Kuota FLPP untuk tahun depan adalah 300.000, ditambah dengan tambahan dari rumah BP Tapera sebanyak 40.000 unit. Jadi totalnya 340 ribu unit,” kata Joko kepada Kabar Bursa di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Selasa, 29 Oktober 2024.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengungkapkan bahwa anggaran sebesar Rp5,07 triliun saat ini banyak dialokasikan untuk proyek Multi Year Contract (MYC) atau proyek lanjutan. Menanggapi hal ini, Joko menilai bahwa anggaran untuk 300.000 unit rumah FLPP diperkirakan bisa lebih dari Rp5 triliun. Dia menekankan, perlunya pemahaman yang jelas mengenai penganggaran dan peruntukan dana agar program pembangunan rumah dapat berjalan dengan baik.
“Kalau kita lihat, untuk anggaran 300.000 unit saja, nilainya sekitar Rp26 triliun. Apakah itu exclude atau include? Jika termasuk, maka hal itu tidak mungkin,” tuturnya.
Di sisi lain, Joko menekankan bahwa perencanaan anggaran untuk program pembangunan 3 juta rumah dalam setahun bukan berasal dari anggaran baru, melainkan merupakan transformasi alokasi subsidi dari BBM menjadi subsidi untuk angsuran rumah masyarakat.
“Sekali lagi, itu bukan anggaran baru, tetapi adalah transformasi, merubah peruntukan dari subsidi BBM menjadi subsidi untuk angsuran rakyat,” jelas Joko.
Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengungkapkan bahwa pihaknya hanya diberi anggaran Rp5,07 triliun untuk membangun 3 juta rumah pada tahun 2025.
“Anggarannya Rp5,07 triliun. Dari anggaran sebesar itu kami akan breakdown. Kami akan menerapkan keterbukaan publik,” kata Maruarar saat ditemui di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2024.
Dia membandingkan dengan anggaran pada tahun sebelumnya, sebesar Rp14,68 triliun, yang hanya mampu merealisasikan pembangunan sekitar 200.000 unit rumah.
“Tahun 2024, anggaran yang diberikan Rp14 triliun, tapi yang berhasil dibangun hanya 200.000 unit rumah,” ujarnya.
Meskipun demikian, Maruarar tetap optimis bahwa program pembangunan 3 juta rumah dapat direalisasikan dengan baik. Pada tahap awal, akan dibangun rumah susun (rusun) dengan anggaran Rp3,53 triliun. Rincian pembangunan rusun ini mencakup penyediaan hunian vertikal untuk TNI/Polri dan ASN di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, serta renovasi 10 tower rusun di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.
“Alokasi untuk pengadaan rumah swadaya ditetapkan sebesar Rp747 miliar, yang akan mendukung pembangunan melalui skema Bantuan Stimulus Perumahan Swadaya (BSPS) dan diimplementasikan melalui program padat karya sebanyak 34.289 unit,” papar Maruarar.
Selain itu, alokasi untuk pembangunan 'Rumah Khusus' ditetapkan sebesar Rp105 miliar, sementara untuk Rumah Umum dan komersial sebesar Rp121 miliar, dan manajemen serta teknis lainnya sebesar Rp575 miliar. (*)