KABARBURSA.COM - Partai Republik sedang mempersiapkan langkah besar untuk 100 hari pertama pemerintahan setelah memenangkan pemilu. Dengan Donald Trump kembali ke Gedung Putih dan mayoritas di Kongres, agenda ambisius mereka mencakup perpanjangan pemotongan pajak, pengurangan program bantuan sosial atau bansos, dan penghentian kebijakan energi hijau era Joe Biden.
Dilansir dari Apnews, Ahad, 1 Desember 2024, pemotongan pajak senilai USD4 triliun menjadi prioritas utama sebagai tonggak keberhasilan domestik Trump pada masa jabatan pertama. Pemimpin Mayoritas DPR, Steve Scalise, mengatakan mereka berfokus untuk siap sejak hari pertama untuk memastikan semua rencana telah dirancang matang untuk segera dijalankan.
Namun, rencana tersebut tidak hanya mencakup kebijakan ekonomi. Subsidi kesehatan era COVID-19 yang membantu banyak warga membeli asuransi akan dihentikan, sementara bantuan pangan seperti food stamps, termasuk untuk perempuan dan anak-anak, akan dibatasi. Deportasi massal juga direncanakan, bersamaan dengan langkah pemangkasan pekerjaan pemerintah yang bertujuan untuk “menguras rawa” dan mengurangi birokrasi.
Kebijakan yang dirancang ini diperkirakan akan menghidupkan kembali perdebatan lama tentang ketimpangan ekonomi, prioritas nasional, dan peran pemerintah, terutama dengan defisit federal yang kini mendekati USD2 triliun per tahun. Dampak dari kebijakan ini akan menjadi ujian awal bagi pemerintahan baru Trump, yang diharapkan dapat segera membawa perubahan besar sesuai janji politiknya.
Ujian Kebijakan Pajak dan Pemangkasan Anggaran
Diskusi kebijakan akan menjadi ujian bagi Trump dan sekutunya di Partai Republik dalam merealisasikan hasil nyata yang diharapkan publik setelah memenangkan kendali atas Kongres dan Gedung Putih.
“Sejarah masa lalu menjadi pembuka jalan,” kata Direktur Eksekutif Groundwork Collaborative, Lindsay Owens, merujuk pada perdebatan pajak tahun 2017.
Pada periode pertama kepresidenan Trump, pemotongan pajak menjadi kebijakan utama yang disahkan setelah janji kampanye untuk mencabut dan mengganti Undang-Undang Kesehatan era Obama gagal karena penolakan dari mantan Senator John McCain.
Mayoritas Republik di Kongres kemudian mengalihkan fokus pada pemotongan pajak yang menghasilkan paket senilai triliunan dolar pada akhir tahun. Namun, sejak disahkan, manfaat terbesar dari kebijakan ini dirasakan oleh rumah tangga berpenghasilan tinggi.
Data dari Tax Policy Center menunjukkan, 1 persen teratas—mereka yang berpenghasilan hampir USD1 juta atau lebih—mendapat pemotongan pajak sekitar USD60.000, sementara pendapatan lebih rendah hanya menerima ratusan dolar atau tetap membayar jumlah yang sama.
“Cerita besar ekonomi di AS adalah ketimpangan pendapatan yang meningkat,” kata Owens. “Dan menariknya, ini sebenarnya adalah cerita pajak.”
Partai Republik telah menggelar pertemuan tertutup selama beberapa bulan terakhir bersama Trump untuk merancang proposal memperpanjang dan memperkuat pemotongan pajak. Sebagian besar peraturan tersebut akan berakhir pada 2025.
Rencana ini mencakup mempertahankan berbagai tingkat pajak, pengurangan standar untuk individu, dan tarif yang berlaku untuk entitas pass-through seperti firma hukum, kantor dokter, atau bisnis lain yang pendapatannya dianggap sebagai pendapatan individu.
Biaya kebijakan ini diperkirakan sangat besar. Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan, memperpanjang ketentuan pajak yang akan berakhir ini dapat menambah defisit hingga USD4 triliun selama satu dekade. Selain itu, Trump ingin menurunkan tarif pajak korporasi dari 21 persen menjadi 15 persen, serta menghapus pajak individu atas tip dan lembur.
Namun, Presiden Foundation for Research on Equal Opportunity, Avik Roy, mengatakan narasi yang menyalahkan pemotongan pajak atas ketimpangan pendapatan nasional adalah “omong kosong.” Ia menyebut pembayar pajak dari berbagai tingkat pendapatan mendapatkan manfaat dari kebijakan ini. Faktor lain, seperti suku bunga rendah oleh Federal Reserve, menurutnya, lebih berpengaruh terhadap kekayaan individu kaya.
“Amerika tidak peduli jika Elon Musk kaya,” kata Roy. “Yang mereka pedulikan adalah, apa yang Anda lakukan untuk memperbaiki hidup mereka?”
Biasanya, perubahan kebijakan yang mahal memerlukan sumber pendapatan atau pengurangan anggaran di tempat lain untuk menutup biayanya. Namun, dalam kasus ini, hampir tidak ada sumber pendapatan atau pengurangan pengeluaran dalam anggaran tahunan senilai USD6 triliun yang dapat menutupi biaya tersebut.
Beberapa Republikan berpendapat pemotongan pajak akan membiayai dirinya sendiri melalui potensi pertumbuhan ekonomi, sementara tarif Trump yang diusulkan baru-baru ini bisa menjadi sumber pendapatan tambahan.
Beberapa Republikan juga mengklaim upaya memperpanjang pemotongan pajak tidak membutuhkan penggantian biaya karena itu adalah kebijakan federal yang sudah ada. “Jika hanya memperpanjang hukum saat ini, kami tidak menaikkan atau menurunkan pajak,” kata Senator Mike Crapo, Ketua Komite Keuangan Senat yang baru. Ia menyebut kritik pemotongan pajak akan menambah defisit sebagai “tidak masuk akal.”
Kongres yang baru juga akan mempertimbangkan pemangkasan anggaran, terutama untuk program makanan dan kesehatan. Ini adalah tujuan lama kaum konservatif dalam proses penganggaran tahunan. Salah satu pemangkasan yang hampir pasti terjadi adalah subsidi kesehatan era COVID-19 yang membantu mengurangi biaya asuransi bagi mereka yang membeli polis melalui pasar Affordable Care Act.
Subsidi tambahan ini sebelumnya diperpanjang hingga 2025 melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi Presiden Biden, yang juga mencakup berbagai keringanan pajak energi hijau yang ingin dihapuskan oleh Partai Republik.
Pemimpin Demokrat di DPR, Hakeem Jeffries, menilai klaim Republikan mereka mendapatkan mandat besar untuk melakukan perubahan kebijakan ekstrem sebagai tidak berdasar. “Gagasan tentang mandat besar untuk perubahan kebijakan ekstrem sayap kanan itu tidak ada,” kata Jeffries.
Partai Republik berencana menggunakan proses anggaran yang disebut rekonsiliasi, memungkinkan pengesahan mayoritas di Kongres tanpa ancaman filibuster di Senat. Proses ini sebelumnya digunakan Demokrat untuk meloloskan Undang-Undang Pengurangan Inflasi dan Undang-Undang Kesehatan era Obama.
Namun, pengalaman sebelumnya menunjukkan kendali Partai Republik atas Kongres bersama Trump tidak selalu menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan mereka, terutama di tengah perlawanan Demokrat.
Meski begitu, Ketua DPR Mike Johnson mengatakan, agenda ini akan bergerak dengan “kecepatan tinggi” dalam 100 hari pertama karena, menurutnya, ada banyak hal yang perlu diperbaiki.(*)