KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) menjadi instrumen penting bagi ASEAN untuk membangun pasar digital yang lebih terintegrasi, inovatif, dan inklusif.
“Angka-angka ini menyoroti peluang dan keragaman pertumbuhan di seluruh Asia Tenggara. Dan di sinilah ASEAN DEFA menjadi krusial. ASEAN DEFA mewakili komitmen kita untuk mewujudkan ekonomi digital hingga USD2 triliun pada tahun 2030, yang mendorong inovasi, inklusivitas, dan ketahanan,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Oktober 2025.
Pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara memang menunjukkan tren yang signifikan. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2024 yang disusun oleh Temasek, Bain & Company, dan Google, nilai ekonomi digital kawasan ini mencapai USD263 miliar dalam gross merchandise value (GMV) pada tahun 2024, dengan pendapatan sekitar USD89 miliar.
Indonesia menjadi salah satu motor utama dalam perkembangan tersebut. Nilai ekonomi digital nasional pada 2024 tercatat USD90 miliar dan diproyeksikan menembus USD110 miliar pada 2025. Angka itu diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai USD360 miliar pada 2030, dengan kontribusi e-commerce sekitar USD150 miliar.
Namun, di balik potensi besar itu, masih terdapat hambatan struktural yang menghalangi integrasi pasar digital di kawasan. Airlangga mengungkapkan, perbedaan kebijakan dan regulasi antarnegara, kebijakan data yang belum selaras, serta keterbatasan kemampuan ekspansi lintas batas bagi pelaku usaha kecil menengah menjadi tantangan nyata yang perlu segera diatasi.
“Pasar digital ASEAN masih terfragmentasi. Banyak UKM yang belum bisa berekspansi ke luar batas negara asal karena perbedaan regulasi dan kebijakan digital,” ujarnya.
Ia berharap DEFA menjadi solusi untuk menata kembali lanskap ekonomi digital kawasan agar lebih efisien dan terhubung. Menurutnya, perjanjian ini dapat mendorong harmonisasi kebijakan, memperkuat interoperabilitas sistem digital, serta membuka ruang kolaborasi bagi pelaku usaha dan pemerintah di seluruh ASEAN.
Sekadar informasi, sejak perundingan dimulai, progres pembahasan DEFA terus menunjukkan kemajuan. Hingga Putaran ke-13 di Hanoi, Vietnam, sebanyak 19 dari 36 artikel (52,78 persen) telah disepakati.
Dalam pertemuan ke-14 di Jakarta, ASEAN menargetkan penyelesaian hingga 70 persen dari bagian inti dan paragraf tambahan (core and value-added paragraphs), yang nantinya akan dibawa ke ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-57 dan AEC Council ke-26 pada Oktober 2025.
Beberapa isu utama yang menjadi pembahasan meliputi Non-Discriminatory Treatment of Digital Products (NDTDP), Cross-Border Transfer of Information (CBTI), Source Code, Location of Computing Facilities (LOCF), serta kerja sama sistem kabel bawah laut telekomunikasi yang menjadi tulang punggung konektivitas digital kawasan.
Ke depan, proses perundingan DEFA akan dilanjutkan dengan mekanisme joint monitoring, peningkatan peran sektor swasta, serta pembentukan dispute mechanism untuk memastikan implementasi yang efektif. Draf akhir perjanjian ditargetkan rampung pada awal 2026, dan penandatanganan final direncanakan berlangsung pada kuartal ketiga tahun yang sama.
Airlangga menekankan pentingnya kolaborasi dan konsistensi agar DEFA benar-benar menjadi kerangka kerja yang mampu mengubah wajah ekonomi digital ASEAN.
“Kita harus menggandakan upaya untuk memastikan ASEAN DEFA menjadi kerangka kerja digital pertama di dunia yang bersifat regional, modern, komprehensif, dan visioner untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di seluruh ASEAN,” tegasnya.(*)