Logo
>

Aktivitas Pabrik Asia Masih Tertekan, Pemulihan Global Belum Pasti

PMI turun di banyak negara Asia pada Juni, mencerminkan tekanan ekspor akibat ketidakpastian tarif AS dan lemahnya permintaan global.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Aktivitas Pabrik Asia Masih Tertekan, Pemulihan Global Belum Pasti
Aktivitas manufaktur Asia melemah pada Juni 2025. Ketidakpastian tarif AS dan ekspor yang lesu menghambat pemulihan industri kawasan. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBIRSA.COM – Aktivitas manufaktur di sejumlah negara Asia kembali melemah pada Juni 2025, tertekan oleh ketidakpastian tarif dari Amerika Serikat yang menahan permintaan global. Namun, sejumlah sinyal pemulihan ringan memberikan harapan baru di tengah muramnya prospek ekonomi kawasan.

Dilansir dari Reuters, rilis survei manufaktur swasta pada Selasa, 1 Juli 2025, menunjukkan tekanan masih besar bagi para pembuat kebijakan yang berupaya menavigasi dampak kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump, terhadap tatanan perdagangan global.

Di Jepang, aktivitas pabrik tumbuh untuk pertama kalinya dalam 13 bulan terakhir. Sedangkan di Korea Selatan, laju kontraksi mulai melambat. Sementara itu, indeks manajer pembelian (PMI) versi Caixin di China secara mengejutkan mencatat ekspansi pada Juni, terdorong lonjakan pesanan baru—berlawanan dengan survei resmi yang mencatat penurunan tiga bulan berturut-turut.

Namun, negosiasi dagang yang macet dengan AS, prospek permintaan global yang suram, serta pertumbuhan China yang lesu masih menjadi bayang-bayang yang menyelimuti sektor manufaktur Asia.

“Secara umum, pasokan dan permintaan manufaktur pulih pada Juni,” ujar Ekonom Caixin Insight Group, Wang Zhe. “Namun perlu dicatat, kondisi eksternal tetap keras dan kompleks, dengan ketidakpastian yang kian tinggi. Masalah lemahnya permintaan domestik yang efektif juga belum terselesaikan secara fundamental.”

PMI Caixin/S&P Global untuk China naik menjadi 50,4 pada Juni, dari sebelumnya 48,3 pada Mei. Angka ini melampaui ekspektasi analis dalam survei Reuters sekaligus menembus batas psikologis 50, yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi.

Di Jepang, PMI final dari au Jibun Bank meningkat ke level 50,1 pada Juni, dari 49,4 bulan sebelumnya. Peningkatan produksi mendorong ekspansi tersebut, namun permintaan keseluruhan masih lemah karena pesanan baru berkurang akibat ketidakpastian tarif AS.

Di Korea Selatan, aktivitas pabrik berkontraksi selama lima bulan berturut-turut, dengan PMI di level 48,7. Namun, laju penurunan mulai mereda karena pelaku usaha merasa lega usai pemilu presiden yang digelar secara cepat pada 3 Juni lalu, mengakhiri enam bulan ketidakpastian politik.

Adapun aktivitas manufaktur Indonesia masih berada di zona kontraksi pada Juni 2025, bahkan memburuk dibanding bulan sebelumnya. Data survei S&P Global mencatat PMI manufaktur Indonesia turun menjadi 46,9 dari 47,4 pada Mei.

Ini merupakan level terendah kedua sejak Agustus 2021, hanya sedikit lebih tinggi dari posisi April 2025 yang tercatat 46,7. Angka tersebut mencerminkan tekanan yang belum mereda di sektor industri, menandakan kondisi manufaktur nasional yang masih lesu.

Guncangan Perdagangan ala Trump Masih Bayangi Kawasan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Korea Selatan, Ahn Duk-geun, memperingatkan bahwa volatilitas kebijakan tarif AS dan ketidakpastian pemulihan ekonomi global diperkirakan akan terus membayangi pada paruh kedua tahun ini. Ia menekankan pentingnya Seoul segera mencapai kesepakatan dagang dengan Washington.

Pernyataan itu muncul setelah data terpisah pada Juni menunjukkan ekspor dari ekonomi terbesar keempat di Asia sempat bangkit, namun pengiriman ke Amerika Serikat dan China masih melemah.

Kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump, telah mengacaukan sistem perdagangan global dan memperbesar ketidakpastian di banyak negara Asia yang bergantung pada ekspor ke pasar Amerika.

Kini, lebih dari selusin mitra dagang utama AS berpacu dengan tenggat waktu 9 Juli untuk mencapai kesepakatan, agar bisa terhindar dari lonjakan tarif impor ke level yang lebih tinggi.

China masih melanjutkan negosiasi perjanjian dagang yang lebih luas dengan AS. Namun Jepang dan Korea Selatan belum berhasil mendapatkan keringanan atas tarif yang dikenakan terhadap komoditas ekspor utama mereka seperti mobil.

Di antara negara Asia, India menjadi pengecualian yang mencolok. Aktivitas manufakturnya justru melesat ke level tertinggi dalam 14 bulan terakhir, didorong lonjakan penjualan internasional yang memicu rekor baru perekrutan tenaga kerja

PMI India naik ke 58,4 pada Juni, dari sebelumnya 57,6 di Mei. Angka itu sesuai dengan estimasi awal yang dirilis pekan lalu.

Sebaliknya, sebagian besar negara Asia lainnya mencatat kontraksi. Indonesia mencatat penurunan tajam, dengan PMI melemah dari 47,4 menjadi 46,9 pada Juni. Di Vietnam, indeks ini turun ke 48,9 dari sebelumnya 49,8.

Malaysia mencatat kenaikan tipis dari 48,8 menjadi 49,3, sementara Taiwan turun dari 48,6 ke 47,2, menurut data survei swasta.

Menurut Shivaan Tandon, ekonom pasar dari Capital Economics, lemahnya aktivitas manufaktur secara menyeluruh membuat para pembuat kebijakan di Asia kemungkinan akan memfokuskan upaya pada percepatan pemulihan ekonomi.

“Dengan kekhawatiran atas pertumbuhan yang kini lebih dominan dibanding inflasi, kami memperkirakan sebagian besar bank sentral di kawasan ini akan terus melonggarkan kebijakan moneter, bahkan lebih agresif dibanding ekspektasi pasar,” kata Tandon.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).