KABARBURSA.COM - Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) mengusulkan agar satuan tugas (satgas) hulu migas, yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mulai menargetkan investor yang belum berpengalaman di sektor ini.
Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, menyarankan agar satgas mempertimbangkan investor skala menengah hingga kecil, termasuk perusahaan venture capital yang terhubung dengan teknologi mutakhir di sektor hulu migas. Ia juga menyebutkan adanya investor besar dari sektor lain yang tertarik untuk merambah hulu migas.
"Pemerintah harus peka terhadap hal ini, jangan hanya fokus pada perusahaan migas besar," tegas Moshe dikutip Rabu 7 Agustus 2024.
Menurut Moshe, profil investor di sektor hulu migas telah berubah dalam dua tahun terakhir. Perusahaan-perusahaan migas besar kini lebih berhati-hati akibat perubahan geopolitik yang menambah risiko investasi. “Kini, perusahaan cenderung kembali ke fokus utama mereka, mencari peluang yang lebih mudah dikelola dan lebih cepat dimonetisasi,” tambahnya.
Indonesia, yang telah lebih dari satu abad memproduksi migas, tidak bisa hanya bergantung pada perusahaan-perusahaan besar. Terlebih, produksi dari lapangan migas di tanah air telah mengalami penurunan.
Moshe menekankan pentingnya pendekatan yang berbeda terhadap investor baru dibandingkan dengan perusahaan yang sudah berpengalaman di migas. “Harus memahami pendekatan dan latar belakang mereka. Pendekatan tidak bisa disamakan. Kelemahan pemerintah adalah sering melakukan pendekatan yang sama untuk semua,” katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menjelaskan bahwa satgas hulu migas akan memiliki tugas utama untuk mengevaluasi proses investasi di Indonesia. Satgas ini akan menilai apakah proses investasi di tanah air cukup menarik bagi investor atau justru menjadi penghalang karena prosesnya yang rumit.
“Satgas akan mengevaluasi proses-proses tersebut, apakah mempersulit atau justru menarik bagi investor migas,” ujar Arifin di Kantor Ditjen Migas.
Cadangan Migas RI
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan bahwa cadangan minyak Indonesia pada Februari 2024 tercatat sebesar 4,7 miliar barel. Sedangkan cadangan gas mencapai 55,76 triliun kaki kubik (TCF).
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, menyebutkan bahwa dengan asumsi tingkat pemulihan sekitar 40-50 persen, cadangan minyak diperkirakan akan habis dalam waktu 12 tahun ke depan. Untuk gas, dengan asumsi pemulihan yang lebih tinggi, masa habisnya diproyeksikan sekitar 22 tahun.
“Dengan asumsi recovery 40-50 persen untuk minyak, cadangan tersebut kira-kira akan bertahan selama 12 tahun. Sedangkan untuk gas, recovery yang lebih tinggi memberikan proyeksi masa pakai sekitar 22 tahun,” ujar Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Jumat 7 Juni 2024 lalu.
Meski demikian, SKK Migas terus berupaya memacu kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan rasio penggantian cadangan migas, atau Reserve Replacement Ratio (RRR), di Indonesia, agar melebihi angka 100 persen.
“Kegiatan eksplorasi akan terus dilakukan dengan target menggantikan minimal jumlah cadangan yang diambil. RRR 100 persen berarti cadangan yang ditemukan harus menggantikan cadangan yang diambil—ini adalah target minimum kami, dan kami berharap hasilnya bisa lebih besar,” tambah Dwi.
Sebelumnya, Dwi mengungkapkan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan berbagai pakar mengenai target produksi 1 juta barel pada tahun 2030. Dari diskusi tersebut, ada kemungkinan target 1 juta barel akan bergeser ke tahun 2032 atau 2033.
“Kami tetap menggunakan angka 1 juta barel sebagai milestone menuju tujuan tersebut. Hanya tahunnya yang mungkin bergeser 2-3 tahun. Kebutuhan tetap meningkat, hanya waktunya yang perlu disesuaikan,” jelas Dwi.
Dwi menambahkan bahwa peninjauan ulang target 1 juta barel dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk dampak pandemi Covid-19 dan kondisi geopolitik yang telah mempengaruhi pencapaian produksi dalam negeri.
“Ketika kami merancang long term plan (LTP) pada 2019, pandemi Covid-19 di 2020 mengganggu kegiatan di lapangan. Itu adalah salah satu alasan kenapa pencapaian kami belum sesuai harapan. Selain itu, kondisi geopolitik juga sangat mempengaruhi,” ungkap Dwi.
Di tengah upaya agresif untuk meningkatkan produksi siap jual atau lifting minyak, Indonesia justru mengalami penurunan produksi minyak yang signifikan hingga semester I 2024.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II, mengungkapkan bahwa Pendapatan Sumber Daya Alam Migas pada semester I 2024 tercatat sebesar Rp 55.509,7 miliar, yang hanya mencapai 50,4 persen dari target APBN 2024. Angka ini mengalami kontraksi sebesar 7,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini utamanya disebabkan oleh penurunan lifting minyak bumi dan gas bumi. Rata-rata lifting minyak bumi hingga semester I 2024 tercatat sebesar 561 ribu barel per hari (rbph), menurun dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yang mencapai 605 rbph.
Penurunan ini disebabkan oleh tingkat penurunan alami dari sumur migas yang tinggi, seiring dengan menurunnya fasilitas produksi migas utama yang telah menua, demikian penjelasan Sri Mulyani 14 Juli 2024.
Pengamat Migas dan mantan Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA), Tumbur Parlindungan, menyatakan bahwa kurangnya investasi dalam 15 tahun terakhir telah menyebabkan penurunan produksi pada dekade ini. Ditambah dengan lemahnya kepastian hukum dalam investasi, terutama dalam 5-10 tahun terakhir, memperburuk situasi.
“Kepastian hukum sangat penting untuk investasi jangka panjang yang memerlukan biaya besar, terutama dalam sektor minyak dan gas,” ungkap Tumbur.
Menurut Tumbur, upaya saat ini lebih berfokus pada mengurangi laju penurunan produksi. Tanpa eksplorasi yang masif dan pengembangan yang berkelanjutan, akan sangat sulit untuk meningkatkan produksi di masa depan.
“Indonesia memerlukan investasi besar untuk mengembalikan tingkat produksi seperti 20 tahun lalu. Tanpa investasi yang substansial, kepastian hukum, dan penyederhanaan regulasi, peningkatan produksi hanya akan menjadi impian,” tambahnya.
Sekretaris Jenderal ESDM, Dadan Kusdiana, menjelaskan bahwa upaya peningkatan produksi dilakukan melalui percepatan pemboran sumur pengembangan dan reaktivasi blok migas potensial yang tidak aktif. Selain itu, program reserve to production, Enhanced Oil Recovery (EOR), dan eksplorasi masif juga menjadi bagian dari strategi.
“Untuk menjaga keekonomian proyek dan optimalisasi produksi, Kementerian ESDM dapat memberikan insentif sesuai Kepmen ESDM 199/2021,” kata Dadan.
Dadan juga menyebutkan bahwa pengendalian konsumsi di sektor pembangkit listrik, industri, rumah tangga, dan transportasi merupakan langkah untuk mengurangi impor minyak. Program peningkatan produksi dilakukan melalui beberapa langkah: pertama, reaktivasi lapangan migas potensial oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) eksisting; kedua, kerja sama dengan badan usaha lain; ketiga, pengelolaan oleh KKKS lain berdasarkan usulan KKKS eksisting; dan keempat, pengembalian kepada Pemerintah untuk dilelangkan kembali.
Semua upaya tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM 110/2024, berdasarkan evaluasi dan rekomendasi dari SKK Migas atau BPMA, tegas Dadan.
Ekonom Energi dan pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, menilai bahwa selama Indonesia masih bergantung pada lapangan mature, penurunan lifting akan terus terjadi. Untuk mencapai target lifting yang realistis, perlu dilakukan kalkulasi teknis yang operasional dan dapat dikontrol.
“Jika target lifting hanya ingin dicapai, maka targetnya harus lebih realistis, didasarkan pada kalkulasi teknis yang lebih dapat dijangkau,” tutup Pri Agung 14 Juli 2024 lalu. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.