Logo
>

Aturan ini Dinilai Buat Dana Desa Dikontrol Pemerintah Pusat

Ia menyebut aturan baru tersebut menggeser orientasi Dana Desa dari instrumen otonomi lokal menjadi alat kontrol fiskal pemerintah pusat

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Aturan ini Dinilai Buat Dana Desa Dikontrol Pemerintah Pusat
Ilustrasi Dana Desa. Foto: Situs Resmi Pemkab Purbalinggga

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Departemen Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 membawa perubahan signifikan dalam kebijakan Dana Desa. 

    Ia menyebut aturan baru tersebut menggeser orientasi Dana Desa dari instrumen otonomi lokal menjadi alat kontrol fiskal pemerintah pusat.

    Syafruddin menilai perubahan ini berawal dari syarat baru yang mewajibkan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai bagian dari proses pencairan. 

    Menurutnya, syarat tersebut membuat desa tidak lagi merancang pembangunan berdasarkan kebutuhan warga.

    "Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 mengubah secara halus arah kebijakan Dana Desa. Aturan ini meletakkan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai salah satu syarat pencairan Dana Desa," ujar Syafruddin dalam keterangannya, Selasa 2 Desember 2025.

    Ia menambahkan bahwa kebijakan ini membelokkan semangat desentralisasi yang selama ini menjadi landasan Dana Desa.

    "Selama ini, Dana Desa lahir dari janji desentralisasi: negara mengakui desa sebagai subjek yang berhak menentukan prioritas pembangunan dan kelembagaannya sendiri. PMK 81/2025 membelokkan janji tersebut,"tuturnya.

    Syafruddin menekankan bahwa konsekuensi dari kebijakan ini bisa sangat berat bagi desa yang secara administratif lemah. Proses teknis seperti akta koperasi, rapat formal, dan persyaratan dokumen berpotensi menjadi hambatan tambahan.

    Menurutnya, desa-desa terpencil atau minim aparatur menjadi kelompok paling rentan. Desa yang membutuhkan dana justru berpeluang mengalami penundaan terbesar.

    Ia menilai efek lain yang akan muncul adalah banyaknya pembentukan “koperasi kertas”, yakni koperasi yang hanya ada di dokumen tanpa aktivitas ekonomi nyata. 

    Hal ini dipicu kebutuhan desa untuk memenuhi kewajiban administratif semata agar pencairan dana tidak tersendat.

    Dampak berikutnya, kata Syafruddin, adalah potensi distorsi anggaran desa. Dukungan APBDes terhadap Koperasi Merah Putih mendorong desa mengalihkan porsi anggaran ke program tersebut, sehingga layanan dasar seperti perbaikan jalan, air bersih, posyandu, atau sekolah berisiko tersisih.

    Dari perspektif ekonomi politik, Syafruddin melihat pola ini sebagai gejala penguatan institusi ekstraktif, di mana pusat memegang kendali penuh terhadap desain kelembagaan desa.

    "Dari sudut ekonomi politik, pola ini menunjukkan ciri institusi ekstraktif. Pusat memegang keran fiskal dan sekaligus memegang desain kelembagaan yang harus desa ikuti," katanya.

    Syafruddin menilai negara masih bisa menjaga akuntabilitas Dana Desa tanpa memaksakan satu model koperasi. 

    Ia berpendapat bahwa fleksibilitas kelembagaan jauh lebih sesuai dengan konteks lokal di berbagai daerah.

    Menurutnya, yang ditolak bukanlah ide koperasi itu sendiri, melainkan cara negara mewajibkan model tertentu sebagai pintu satu-satunya bagi akses Dana Desa. Ia menegaskan bahwa Dana Desa harus kembali pada tujuan awalnya: memperkuat otonomi dan kreativitas desa.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.