Logo
>

Belum Deadlock, RI Masih Tawar Tarif Dagang AS

RI belum capai kesepakatan dagang dengan AS terkait tarif 32%. Ketua Banggar DPR kritik keras kebijakan Trump yang dinilai merugikan banyak negara.

Ditulis oleh Dian Finka
Belum Deadlock, RI Masih Tawar Tarif Dagang AS
Presiden Prabowo Subianto mengikuti sesi pertemuan bersama para pemimpin dan delegasi negara yang hadir di Rio de Janeiro, Brasil. Sesi pertemuan pada Senin, 7 Juli 2025 tersebut mengangkat tema “Environment, COP 30, and Global Health” yang menyoroti tantangan lingkungan serta isu kesehatan global. (Foto: Dok. Setneg)

Poin Penting :

KABARBURSA.COM – Meski belum mendapat kesepakatan baru, pemerintah memastikan proses negosiasi dengan Amerika Serikat terkait tarif dagang sebesar 32 persen masih terus berjalan.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa belum ada kondisi deadlock, dan komunikasi kedua pihak terus dibangun.

"Ya bukan deadlock, yang namanya bernegosiasi kan saling memberikan tawaran. Dari Pemerintah Indonesia juga sudah memberikan tawaran kan, kalau kemudian itu memang dirasa per hari ini belum diterima oleh pemerintah Amerika ya kita coba lagi lakukan negosiasi ulang," ujar Prasetyo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 9 Juli 2025.

Sejak tarif dasar 32 persen diberlakukan atas sejumlah produk ekspor Indonesia pasca keanggotaan di BRICS, pemerintah aktif menyusun skema untuk meredam dampaknya, termasuk dengan opsi deregulasi hingga peningkatan impor dari AS. Namun, hingga kini belum ada sinyal perubahan dari Washington.

"Sebenarnya kalau kita merasa apa yang kita tawarkan kepada pemerintah Amerika sudah cukup menjawab apa yang selama ini menjadi catatan dari pihak AS, kan begitu," tambahnya.

Terkait dengan isu persyaratan pendirian pabrik Indonesia di AS sebagai imbal balik penghapusan tarif, Prasetyo menyebut hal tersebut belum menjadi pokok pembahasan resmi. "Belum. Belum sampai ke sana, kita lihat nanti," katanya singkat.

Pemerintah berharap negosiasi lanjutan dalam beberapa pekan ke depan bisa menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan, tanpa harus mengorbankan posisi strategis Indonesia dalam kemitraan BRICS dan hubungan dagang bilateral dengan AS.

Tarif AS Berbahaya

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah, melontarkan kritik tajam terhadap rencana Amerika Serikat yang akan memberlakukan tarif resiprokal sebesar 10 persen kepada negara-negara anggota BRICS, termasuk Indonesia. Ia menyampaikan pandangan tersebut sebagai respons terhadap kebijakan yang diusung Presiden AS Donald Trump.

Menurut Said, kebijakan sepihak dari Washington tak sekadar mencerminkan perang dagang, melainkan menunjukkan kecenderungan anti-multilateral yang berpotensi merusak tatanan global.

“Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat saat ini dengan kepemimpinan Donald Trump, itu nampaknya memang mengabaikan dengan sengaja organisasi internasional. PBB sudah tidak dianggap, World Bank sengaja dilemahkan, IMF samin mawon,” tegasnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/7/2025).

Politisi PDI Perjuangan itu menilai bahwa pendekatan unilateral seperti ini justru bisa memicu respons proteksionis dari negara-negara lain yang berusaha melindungi kedaulatan ekonominya masing-masing.

“Kalau begini ceritanya, maka kemudian setiap negara akan melakukan proteksionis terhadap negaranya sendiri dan pada saat yang sama negara yang kuat akan semena-mena,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan istilah “tarif resiprokal” yang digunakan pemerintahan Trump. Menurutnya, istilah itu hanyalah bungkus dari kepentingan sepihak Amerika Serikat yang menjadikan banyak negara sebagai korban.

“Tarif timbal balik itu nyatanya membuat 105 negara jadi korban. Padahal dulu Amerika dihormati karena membangun bersama. Sekarang, negara lain dianggap nothing. Itu bahaya,” jelasnya.

Dalam konteks ini, Said menyerukan agar Indonesia memperkuat ketahanan ekonominya melalui percepatan reformasi regulasi serta menjadikan iklim investasi lebih kondusif. Ia menekankan pentingnya Indonesia tetap berpegang pada jalur negosiasi yang menjunjung prinsip keadilan dalam perdagangan internasional.

“Kami akan dorong pemerintah untuk terus negosiasi. Tapi kerangkanya harus perdagangan yang adil, tarif yang adil. Kita tidak pernah mengganggu kepentingan Amerika,” ujarnya menegaskan.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.