KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) telah menetapkan bahwa tanggal 30 April 2025 adalah batas akhir penukaran empat pecahan uang kertas rupiah yang telah dicabut dari peredaran sejak 1 Mei 1992. Setelah tanggal tersebut, uang-uang tersebut tidak lagi dapat digunakan sebagai alat pembayaran maupun ditukarkan di BI.
Ada empat pecahan uang kertas yang dicabut dan ditarik dari peredaran yaitu:
- Rp10.000 Tahun Emisi 1979
- Rp5.000 Tahun Emisi 1980
- Rp1.000 Tahun Emisi 1980
- Rp500 Tahun Emisi 1982
Pencabutan ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 24/105/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1992. Pertimbangan utama pencabutan tersebut adalah masa edar uang yang telah lama serta adanya pengembangan teknologi unsur pengaman (security features) pada uang kertas yang lebih baru.
Masyarakat yang masih memiliki keempat pecahan uang kertas tersebut dapat menukarkannya di Kantor Pusat Bank Indonesia hingga 30 April 2025. Setelah tanggal tersebut, uang pecahan itu tidak dapat ditukarkan lagi di BI.
Penukaran uang dapat dilakukan dengan membawa uang kertas yang dimaksud ke loket layanan penukaran di Kantor Pusat BI. BI juga memfasilitasi penukaran uang rupiah yang lusuh, cacat, atau rusak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Prosedur Penukaran Uang
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral Republik Indonesia memiliki mandat untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, termasuk dalam hal pengelolaan uang Rupiah yang beredar di masyarakat. Salah satu bentuk pelayanan yang diberikan oleh BI adalah fasilitas penukaran uang, baik uang layak edar, uang tidak layak edar, hingga uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran.
Secara umum, ada dua kategori utama uang yang dapat ditukarkan di BI:
- Uang Layak Edar, yaitu uang Rupiah yang masih dalam kondisi baik dan dapat digunakan dalam transaksi sehari-hari.
- Uang Tidak Layak Edar (UTLE), yaitu uang Rupiah yang rusak, lusuh, terbakar sebagian, atau cacat karena sebab tertentu.
Selain itu, Bank Indonesia juga melayani penukaran uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran, selama masih dalam periode penukaran yang ditentukan.
Untuk memperoleh penggantian atas uang rusak, masyarakat harus memastikan bahwa uang yang ingin ditukarkan memenuhi persyaratan tertentu:
Uang kertas:
- Apabila lebih dari 2/3 bagian uang masih utuh dan ciri keaslian dapat dikenali, maka dapat ditukar dengan nilai nominal penuh.
- Jika ukuran fisik uang kurang dari atau sama dengan 2/3 bagian, uang tersebut tidak dapat diganti.
Uang logam:
- Jika lebih dari 1/2 bagian uang masih ada dan dapat dikenali, penukaran diberikan sesuai nilai nominal.
- Kurang dari 1/2 bagian tidak dapat diganti.
Uang yang hilang sepenuhnya atau musnah (misalnya karena kebakaran) tidak dapat diganti oleh Bank Indonesia.
Penukaran Uang yang Dicabut
BI secara berkala mencabut dan menarik uang kertas tertentu dari peredaran, dengan alasan seperti masa edar yang panjang atau peningkatan keamanan. Uang yang telah dicabut tetap bisa ditukar selama 10 tahun sejak tanggal pencabutan:
- Selama 5 tahun pertama, penukaran dapat dilakukan di seluruh kantor BI, bank umum, dan lembaga yang ditunjuk.
- Dalam 5 tahun berikutnya, penukaran hanya dapat dilakukan di kantor-kantor BI.
- Setelah 10 tahun, uang tersebut tidak dapat lagi digunakan ataupun ditukarkan.
Penukaran uang dapat dilakukan melalui berbagai cara:
- Kantor Bank Indonesia: Masyarakat dapat datang langsung ke kantor perwakilan BI di daerah masing-masing.
- Kas Keliling BI: BI juga menyediakan layanan kas keliling di lokasi-lokasi tertentu dengan jadwal yang diumumkan melalui situs resminya (pintar.bi.go.id).
- Kantor Pos: Masyarakat bisa mengirimkan uang rusak atau yang dicabut melalui pos tercatat ke kantor BI, disertai formulir permohonan resmi. Risiko pengiriman ditanggung oleh pengirim.
- Bank atau lembaga lain yang ditunjuk BI: Dalam beberapa kasus, BI menunjuk bank-bank tertentu untuk melayani penukaran uang secara terbatas.
Penukaran uang di Bank Indonesia tidak dipungut biaya apapun. Namun, BI tidak memberikan penggantian untuk uang yang sengaja dirusak. Selain itu, masyarakat diimbau untuk tidak memperjualbelikan uang yang sudah tidak layak edar karena tindakan tersebut melanggar peraturan.
Uang Kertas Rupiah: Simbol Kedaulatan dan Instrumen Transaksi Negara
Uang kertas Rupiah memegang peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah dan sekaligus simbol resmi kedaulatan negara. Dalam konteks ekonomi nasional, kehadiran uang kertas bukan hanya sebagai media pertukaran barang dan jasa, tetapi juga mencerminkan jati diri bangsa melalui desain yang sarat akan nilai sejarah, budaya, dan nasionalisme.
Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter tertinggi di Tanah Air memiliki wewenang penuh dalam pengelolaan uang Rupiah, termasuk merencanakan, mencetak, mengedarkan, mencabut, hingga memusnahkan uang yang dinilai sudah tidak layak edar. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Konteks terbaru yang menjadi perhatian adalah batas akhir penukaran empat pecahan uang kertas lama yang telah dicabut dari peredaran sejak 1992.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 24/105/KEP/DIR, masyarakat masih diberikan waktu hingga 30 April 2025 untuk menukarkan uang tersebut di Kantor Pusat BI. Empat pecahan tersebut meliputi uang Rp10.000 emisi tahun 1979, Rp5.000 tahun 1980, Rp1.000 tahun 1980, dan Rp500 tahun 1982.
Setelah tenggat waktu itu, uang tersebut tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran dan tidak dapat ditukarkan di mana pun.
Langkah ini dilakukan dalam rangka menjaga kualitas dan keamanan uang beredar, sejalan dengan perkembangan teknologi pencetakan dan meningkatnya risiko pemalsuan.
Sejarah Singkat Uang Kertas Rupiah
Perjalanan uang kertas di Indonesia tidak lepas dari sejarah panjang perjuangan ekonomi dan politik bangsa. Uang kertas pertama kali diperkenalkan di wilayah Nusantara oleh VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) pada tahun 1748 dalam bentuk surat promes yang dijamin oleh pemerintah kolonial Belanda.
Namun, bentuk resmi uang kertas nasional baru lahir setelah Indonesia merdeka, yakni melalui Oeang Republik Indonesia (ORI) yang diterbitkan pada 17 Oktober 1945. ORI menjadi simbol kemandirian ekonomi Indonesia di masa awal kemerdekaan.
Penggunaan nama “Rupiah” secara resmi dimulai pada 2 November 1949, menggantikan ORI dengan sistem moneter yang mulai distandarisasi oleh pemerintah. Sejak itu, desain uang kertas Rupiah mengalami berbagai perubahan yang merefleksikan dinamika zaman dan kebijakan pemerintah.
Pada era Orde Lama, desain uang kertas kerap menampilkan tokoh perjuangan dan simbol revolusi. Sementara itu, pada masa Orde Baru, desain uang lebih menekankan pada pembangunan nasional, infrastruktur, dan pendidikan, serta mulai dilengkapi dengan fitur keamanan seperti watermark dan benang pengaman.
Memasuki era Reformasi, Bank Indonesia secara berkala memperbarui desain dan fitur keamanannya. Uang kertas tidak hanya menampilkan gambar tokoh pahlawan nasional, tetapi juga dilengkapi dengan elemen budaya seperti tarian daerah, pakaian adat, dan pemandangan alam khas Nusantara.
Pembaruan signifikan terakhir dilakukan pada tahun 2022, di mana BI meluncurkan tujuh pecahan uang kertas emisi terbaru (Rp1.000 hingga Rp100.000) dengan peningkatan dari sisi warna, kualitas bahan, dan teknologi pengaman berlapis, yang dirancang untuk mengurangi risiko pemalsuan dan meningkatkan daya tahan uang dalam peredaran.
Transformasi desain ini juga selaras dengan perkembangan teknologi global dan kebutuhan masyarakat akan uang kertas yang lebih aman, mudah dikenali, dan tahan lama. Seiring waktu, uang kertas Rupiah tidak hanya berfungsi sebagai alat transaksi, tetapi juga sebagai media edukasi dan identitas nasional yang terus berkembang.
Fungsi Uang Kertas: Pilar Transaksi dan Stabilitas Ekonomi
Uang kertas merupakan salah satu bentuk alat pembayaran yang sah dan paling umum digunakan di Indonesia. Sebagai bagian penting dari sistem moneter, uang kertas tidak hanya berfungsi sebagai media pertukaran barang dan jasa, tetapi juga memainkan peran sentral dalam menjaga kestabilan dan kelancaran kegiatan ekonomi. Fungsi uang kertas dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu fungsi asli dan fungsi turunan.
Fungsi Asli Uang Kertas
1. Alat Tukar (Medium of Exchange)
Fungsi utama uang kertas adalah sebagai alat tukar yang sah dan efisien. Uang menggantikan sistem barter yang dahulu digunakan masyarakat untuk memperoleh barang atau jasa. Dengan uang kertas, proses transaksi menjadi lebih mudah, cepat, dan praktis karena uang memiliki nilai nominal yang diterima secara luas oleh seluruh pelaku ekonomi.
2. Satuan Hitung (Unit of Account)
Uang kertas digunakan sebagai acuan untuk mengukur dan membandingkan nilai suatu barang atau jasa. Dengan adanya satuan yang pasti, seperti Rupiah, masyarakat dapat menentukan harga, membuat perbandingan nilai antar produk, dan mencatat transaksi ekonomi secara konsisten dan terstandarisasi.
3. Penyimpan Nilai (Store of Value)
Uang kertas memungkinkan individu atau lembaga untuk menyimpan kekayaan dalam jangka waktu tertentu. Nilai yang tersimpan dapat digunakan kembali untuk melakukan transaksi di masa mendatang, asalkan inflasi tetap terjaga. Dengan fungsi ini, uang kertas mendukung kegiatan menabung dan merencanakan keuangan.
Fungsi Turunan Uang Kertas
1. Alat Pembayaran yang Sah
Sebagai alat pembayaran resmi, uang kertas diakui oleh negara dan dapat digunakan untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran seperti utang, pajak, atau transaksi komersial. Di Indonesia, Undang-Undang Mata Uang mengatur bahwa Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah.
2. Alat Pembayaran Utang (Standard of Deferred Payment)
Dalam berbagai perjanjian keuangan seperti cicilan, pinjaman, dan kredit, uang kertas menjadi standar yang digunakan untuk menetapkan dan membayar nilai utang di masa depan. Kepercayaan pada kestabilan nilai uang membuatnya cocok digunakan dalam transaksi jangka panjang.
3. Alat Penimbun Kekayaan
Meskipun bukan bentuk investasi yang menghasilkan imbal hasil, uang kertas tetap digunakan sebagai sarana menimbun kekayaan. Banyak orang menyimpan uang tunai untuk kebutuhan darurat, modal usaha, atau keperluan yang mendesak lainnya. Fungsi ini menjadikan uang sebagai cadangan yang fleksibel.
4. Alat Pemindah Kekayaan
Uang kertas memungkinkan perpindahan nilai kekayaan dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu daerah ke daerah lain. Misalnya, seseorang dapat menjual aset di satu wilayah, lalu menggunakan uang hasil penjualan untuk membeli properti atau barang di lokasi lain. Peran ini memperlancar mobilitas ekonomi antarwilayah.
Uang kertas memainkan peran strategis dalam sistem ekonomi. Fungsinya tidak hanya sebagai alat pembayaran, tetapi juga sebagai penopang sistem keuangan dan transaksi modern. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter berperan penting dalam menjamin bahwa uang kertas yang beredar memiliki desain, kualitas, dan fitur keamanan yang memenuhi standar nasional dan internasional.
Dengan memahami berbagai fungsi uang kertas, masyarakat dapat lebih bijak dalam mengelola dan menggunakannya sebagai bagian dari aktivitas keuangan sehari-hari.
Pentingnya Edukasi Publik tentang Uang Rupiah
Uang rupiah tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar, tetapi juga merepresentasikan identitas dan kedaulatan negara Indonesia. Oleh karena itu, edukasi publik mengenai uang rupiah menjadi sangat penting, terutama dalam konteks menghadapi peredaran uang palsu dan uang yang telah dicabut dari peredaran.
Masyarakat yang memahami informasi ini akan lebih waspada dalam menerima uang tunai dan tidak mudah tertipu oleh oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan terhadap uang yang sudah tidak berlaku.
Bank Indonesia, sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas pengelolaan uang rupiah, secara rutin mengedukasi masyarakat melalui program “Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah.” Program ini bertujuan agar masyarakat mengenal ciri-ciri keaslian uang, mengetahui cara memperlakukan uang dengan baik, serta paham kapan dan bagaimana menukar uang yang sudah tidak berlaku atau tidak layak edar.
Selain itu, peran media massa dan platform digital juga sangat besar dalam menyebarluaskan informasi, seperti batas akhir penukaran uang tertentu, lokasi layanan penukaran, hingga edukasi visual mengenai ciri uang asli dan palsu. Edukasi yang berkelanjutan akan membentuk masyarakat yang lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan rupiah sebagai alat transaksi dan simbol kebangsaan.(*)