KABARBURSA.COM - Pada akhir tahun 2024, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan hingga mencapai level 5,75 persen.
Chief Economics PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Leo Putera Rinaldy berpendapat, BI masih memiliki ruang untuk melakukan penurunan suku bunga seiring dengan dinamika yang terjadi dalam perekonomian Indonesia pada sisa waktu tahun ini.
Namun, meskipun ada peluang penurunan, keputusan tersebut sangat bergantung pada pergerakan nilai tukar rupiah.
Menurut Leo, salah satu faktor utama yang akan mempengaruhi kebijakan suku bunga adalah stabilitas atau penguatan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat (AS).
Kata Leo, apabila nilai tukar rupiah menguat menjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, maka ada peluang bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps).
“Jika kondisi tersebut terjadi, maka kemungkinan besar suku bunga acuan BI bisa mencapai level 5,75 persen pada akhir tahun 2024,” kata Leo, Jumat, 8 November 2024.
Ia mengungkapkan bahwa peluang penurunan tersebut terbuka pada RDG yang dijadwalkan pada bulan November atau Desember 2024.
“Jadi kami melihat BI rate bisa turun ke level 5,75 persen,” ujarnya.
Pengaruh Nilai Tukar Rupiah
Meskipun kebijakan suku bunga acuan sering kali berhubungan dengan tingkat inflasi, Leo menggarisbawahi bahwa dalam konteks saat ini, pergerakan nilai tukar rupiah lebih dominan dalam menentukan arah kebijakan BI.
Ia menjelaskan bahwa stabilitas rupiah menjadi kunci dalam pembahasan terkait penurunan suku bunga. Walaupun pada bulan November ini nilai tukar rupiah tercatat melemah sekitar 0,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya, ia menilai fluktuasi tersebut masih dalam batas wajar.
Secara keseluruhan, meskipun ada pelemahan kecil pada nilai tukar rupiah selama bulan ini, Leo menyatakan bahwa kondisi rupiah masih cenderung stabil dan tidak menunjukkan tanda-tanda fluktuasi yang signifikan. Oleh karena itu, menurutnya, BI tetap memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga jika rupiah dapat mempertahankan stabilitasnya menjelang RDG yang akan datang.
Di sisi lain, inflasi tidak lagi menjadi faktor utama yang dipertimbangkan dalam kebijakan suku bunga BI saat ini.
Data inflasi yang terbaru menunjukkan bahwa tingkat inflasi Indonesia dalam beberapa bulan terakhir berada di bawah angka 2 persen, yang menurut Leo sudah cukup stabil dan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, inflasi bukanlah ancaman signifikan yang akan menghalangi kebijakan penurunan suku bunga.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa inflasi pada bulan Oktober 2024 tercatat sebesar 0,08 persen secara bulanan atau month to month (mtm), dengan adanya kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,93 pada bulan September 2024 menjadi 106,01 pada bulan Oktober 2024.
Secara kumulatif, inflasi selama Januari hingga Oktober 2024 tercatat sebesar 0,82 persen, sementara inflasi tahunan atau year on year (yoy) tercatat sebesar 1,71 persen. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan inflasi tahunan pada Oktober 2023 yang mencapai 2,56 persen.
BI yakin Rupiah bakal di Level Rp15.285
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu, 6 November 2024, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berkeyakinan rupiah akan ke level Rp15.285 per Dolar AS.
Disebutkan dalam Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) 2025 tentang proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025, Perry memaparkan sejumlah proyeksi makroekonomi Indonesia yang optimistis, dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,25 persen, inflasi terkendali di kisaran 2,5 persen, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp15.285.
Proyeksi tersebut, menurut Perry, dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, termasuk meningkatnya konsumsi rumah tangga, pertumbuhan investasi, dan kinerja ekspor yang terus membaik.
Peningkatan proyeksi ini didorong oleh beberapa faktor kunci, yaitu membaiknya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu pendorong utama perekonomian Indonesia, diperkirakan akan mengalami pemulihan lebih lanjut pada 2025. Perekonomian yang semakin pulih setelah pandemi dan peningkatan daya beli masyarakat akan mendukung pertumbuhan konsumsi.
Salah satu pilar utama yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya investasi, terutama yang berasal dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Penyelesaian proyek-proyek ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, serta menarik lebih banyak investasi asing yang mendukung pertumbuhan sektor-sektor produktif.
Kinerja ekspor juga membaik berkat permintaan global yang stabil, terutama dari negara mitra dagang utama seperti China, Amerika Serikat, dan negara-negara ASEAN.
Dengan keberlanjutan permintaan barang-barang ekspor, sektor ini diharapkan akan terus berkontribusi positif terhadap ekonomi nasional.
Perry juga menyatakan, bahwa meskipun tantangan global, seperti gejolak ekonomi dan ketegangan perdagangan internasional, masih ada, prospek ekonomi Indonesia tetap optimis berkat faktor-faktor domestik yang cukup solid.
Fokus pada Inflasi Inti dan Volatile Foods
Dalam hal inflasi, Perry memproyeksikan angka inflasi Indonesia pada 2025 akan berada di kisaran 2,5 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan inflasi pada 2024 yang diproyeksikan mencapai 2,36 persen.
Meskipun inflasi diperkirakan sedikit meningkat, BI optimistis bahwa inflasi akan tetap berada dalam rentang target yang ditetapkan, yakni antara 2 persen hingga 4 persen. Stabilitas harga ini dipengaruhi beberapa hal:
1. Inflasi Inti Terkendali
Inflasi inti, yang mencerminkan tekanan harga yang lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh harga pangan volatile maupun harga energi, diperkirakan akan tetap terjaga sesuai dengan target Bank Indonesia. Angka inflasi inti yang terkendali akan menciptakan kestabilan harga yang penting bagi daya beli masyarakat.
2. Pengendalian Inflasi Volatile Foods
Inflasi yang dipengaruhi oleh harga pangan bergejolak atau volatile foods, seperti bahan pangan pokok (beras, minyak, dan cabai), diperkirakan dapat dikendalikan melalui sinergi yang baik antara Bank Indonesia dan pemerintah. Melalui forum GNPIP (Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan), Bank Indonesia, bersama dengan pemerintah pusat dan daerah, akan bekerja sama untuk menjaga stabilitas harga pangan dan mengatasi gangguan pasokan yang berpotensi memicu lonjakan harga pangan.
3. Pengendalian Imported Inflation
Inflasi impor, yang berasal dari fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, juga diperkirakan tetap terkendali. Perry optimistis bahwa dengan stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, dampak inflasi impor dapat diminimalkan. Pengendalian inflasi ini didukung oleh perkembangan digitalisasi yang mempercepat efisiensi sektor distribusi dan mengurangi biaya logistik.
Untuk nilai tukar rupiah, proyeksi Bank Indonesia menunjukkan adanya penguatan rupiah pada 2025, dengan nilai tukar diperkirakan akan berada di kisaran Rp15.285 per USD. Ini menunjukkan adanya pemulihan yang cukup signifikan dibandingkan dengan prognosa nilai tukar pada 2024 yang diperkirakan berada di level Rp15.740 per USD.
Beberapa faktor yang mendukung penguatan rupiah tersebut antara lain kinerja ekonomi yang positif.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil dan kinerja ekspor yang terus membaik, permintaan terhadap rupiah diperkirakan akan meningkat. Kondisi ini dapat memberikan tekanan positif terhadap nilai tukar rupiah.
Imbal hasil yang sangat diharapkan oleh investor asing. Dengan tingkat suku bunga yang kompetitif, aliran modal asing yang masuk ke Indonesia diharapkan akan memberikan dukungan terhadap penguatan rupiah.
Bank Indonesia sendiri terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui kebijakan yang mendukung kestabilan pasar keuangan dan menjaga inflasi dalam batas yang wajar. Kebijakan tersebut akan membantu menjaga daya tarik investasi dan mengurangi volatilitas rupiah.
Proyeksi makroekonomi Indonesia pada 2025 yang disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menunjukkan sebuah gambaran ekonomi yang optimistis namun tetap realistis.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,25 persen didorong oleh faktor domestik yang kuat seperti konsumsi rumah tangga, investasi, dan kinerja ekspor yang membaik.
Sementara itu, inflasi yang terkendali dan penguatan rupiah menjadi faktor penting yang mendukung kestabilan perekonomian nasional.
Meskipun tantangan global tetap ada, seperti fluktuasi harga energi dan ketidakpastian pasar internasional, kebijakan yang bijak dan kolaborasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah pusat serta daerah diyakini akan mampu menjaga kestabilan ekonomi Indonesia.
Dengan proyeksi yang positif ini, Indonesia berada pada jalur yang baik untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan kesejahteraan yang lebih tinggi bagi seluruh masyarakat. (*)