KABARBURSA.COM - Bank Indonesia akhirnya resmi memangkas suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen. Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur terakhir, 21 Mei 2025.
RDG tersebut menyoroti keseimbangan antara tekanan global dan perlambatan permintaan domestik. Dari sisi pandang bank sentral, langkah ini dinilai perlu untuk menjaga daya dorong pemulihan ekonomi nasional, tanpa sepenuhnya mengorbankan stabilitas makro.
Di ranah global, BI melihat pertumbuhan ekonomi dunia sedikit lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya, yakni di angka 3,0 persen, naik dari 2,9 persen. Ini dipengaruhi oleh tercapainya kesepakatan tarif antara Amerika Serikat dan China yang dinilai menurunkan tensi geopolitik serta menekan laju inflasi global, khususnya di AS.
Meski demikian, ketidakpastian global tetap jadi perhatian utama. Oleh karena itu, kebijakan moneter diposisikan sebagai instrumen strategis untuk menjaga keseimbangan, sekaligus membuka peluang penyesuaian lanjutan terhadap suku bunga dalam sisa tahun ini.
Proyeksi Pertumbuhan Dipangkas 1,4 Persen
Untuk ekonomi domestik, BI memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia di tahun 2025 menjadi 4,6–5,4 persen, dari sebelumnya 4,7–5,5 persen. Sementara itu, target inflasi tetap dipertahankan di kisaran 1,5–3,5 persen, mencerminkan optimisme terhadap stabilitas harga ke depan.
Di sisi eksternal, defisit transaksi berjalan (CAD) diproyeksi tetap rendah di kisaran -0,5 persen hingga -1,3 persen terhadap PDB. BI juga menegaskan komitmennya untuk menjaga nilai tukar Rupiah melalui berbagai instrumen intervensi, termasuk operasi moneter di pasar luar negeri jika diperlukan.
Dari sektor perbankan, sistem keuangan nasional dinilai masih cukup tangguh. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat di angka 25,2 persen pada April 2025, sedikit turun dari 26,2 persen pada Maret.
Rasio kecukupan modal (CAR) stabil di 25,3 persen, sementara rasio kredit bermasalah (NPL) tercatat aman di level 2,2 persen secara bruto dan 0,8 persen secara neto.
Namun, pertumbuhan kredit swasta mengalami sedikit perlambatan, hanya naik 8,9 persen secara tahunan pada April, lebih rendah dibanding 9,2 persen di Maret dan 10,3 persen di Februari.
Dengan tren ini, BI merevisi proyeksi pertumbuhan kredit swasta tahun ini menjadi 8–11 persen, turun dari proyeksi awal 11–13 persen.(*)
Melihat semua dinamika ini, pemangkasan suku bunga dinilai sebagai langkah tepat untuk menghidupkan kembali roda ekonomi, terutama karena permintaan domestik masih lebih lemah dari ekspektasi.
Namun, risiko terhadap stabilitas Rupiah tetap menjadi catatan penting, apalagi jika The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya pada pertemuan Juni mendatang.
Meski ada ruang untuk pemangkasan lanjutan, sejumlah analis memproyeksikan BI akan mempertahankan suku bunga di level 5,5 persen setidaknya hingga paruh pertama 2025.
Ini menunjukkan bahwa arah kebijakan BI masih akan sangat bergantung pada perkembangan global dan respons pasar dalam beberapa bulan ke depan.(*)