KABARBURSA.COM - Tingkat keyakinan masyarakat terhadap perekonomian Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari berbagai indikator ekonomi yang semakin membaik dan pertumbuhan ekonomi yang tetap berada pada jalur positif.
Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia (BI) pada November 2024, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat berada di level 125,9, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 121,1.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengungkapkan bahwa penguatan ini didorong oleh peningkatan pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
“Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini tercatat sebesar 113,5, sementara Indeks Ekspektasi Konsumen mencapai 138,3. Keduanya meningkat dibandingkan indeks bulan sebelumnya yang masing-masing berada di level 109,9 dan 132,4,” jelas Ramdan Denny dalam keterangan resmi, Senin, 9 Desember 2024.
Survei tersebut juga menunjukkan bahwa keyakinan konsumen meningkat di seluruh kategori, baik berdasarkan tingkat pengeluaran maupun usia.
Responden dengan pengeluaran lebih dari Rp5 juta mencatat peningkatan IKK tertinggi. Secara geografis, Kota Padang mencatatkan kenaikan tertinggi dengan peningkatan 16,3 poin, diikuti Palembang (11,5 poin) dan Ambon (9,8 poin).
Pada IKE, kenaikan didorong oleh tiga komponen utama, yaitu Indeks Penghasilan Saat Ini, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja, dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (Durable Goods).
Ketiganya mencatatkan kenaikan masing-masing dari 117,9, 104,7, dan 107,0 menjadi 121,9, 110,1, dan 108,4. Secara spasial, peningkatan terbesar terjadi di Palembang (10,7 poin), Pontianak (9,3 poin), dan Medan (8,7 poin).
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) turut menguat dengan semua komponen pendukungnya, yaitu ekspektasi terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha.
Ketiganya masing-masing meningkat dari 138,4, 129,5, dan 129,2 menjadi 141,7, 136,8, dan 136,2.
Secara geografis, peningkatan IEK tertinggi terjadi di Kota Padang (25,2 poin), diikuti Palembang dan Ambon masing-masing dengan kenaikan 12,3 poin.
BI Berkomitmen Jaga Stabilitas Rupiah
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Menurutnya, stabilitas mata uang sangat diperlukan oleh setiap negara untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.
Perry menjelaskan bahwa stabilitas mata uang menjadi kunci ketahanan ekonomi global. Ia juga menekankan pentingnya memperkuat sinergi fiskal dan moneter di masa depan, dengan fokus pada pengendalian inflasi, defisit fiskal, serta stabilisasi nilai tukar Rupiah.
“Dalam pengendalian inflasi, defisit fiskal, dan stabilisasi Rupiah, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Pemerintah dan operasi moneter Bank Indonesia sangat penting,” ujar Perry Warjiyo pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024, yang berlangsung pada Jumat, 29 November 2024.
Ia juga menyebutkan pentingnya efektivitas regulasi Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk sumber daya alam.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi akan tetap terjaga dalam rentang target 2,5 ± 1 persen pada 2025 dan 2026. Hal ini didorong oleh konsistensi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Meski menghadapi tantangan dari ketidakpastian geopolitik, Perry memaparkan beberapa strategi dalam kebijakan pro-stability, salah satunya dengan mempertahankan suku bunga BI-Rate pada angka 6,00 persen sementara waktu.
“Gejolak global menuntut kami untuk fokus pada stabilisasi Rupiah. Kami terus memantau peluang untuk menurunkan BI Rate lebih lanjut,” ujar Perry.
Ia menambahkan bahwa dengan inflasi yang terjaga sesuai target pada 2025 dan 2026, diperlukan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Respons kebijakan tersebut akan disesuaikan dengan dinamika ekonomi global dan domestik.
Langkah lain yang diambil untuk menjaga stabilitas Rupiah di tengah gejolak global adalah melalui intervensi pasar, baik secara spot maupun forward, serta pembelian SBN dari pasar sekunder. Selain itu, strategi operasi moneter yang pro-market juga diterapkan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan, mendorong aliran investasi asing, serta memperdalam pasar uang.
“Penting untuk menjaga kecukupan cadangan devisa dan mengelola lalu lintas devisa sesuai dengan prinsip internasional,” ungkap Perry.
Perry juga menambahkan bahwa Bank Indonesia akan memperluas instrumen penempatan DHE SDA untuk mendukung stabilitas. Ia menggarisbawahi lima sinergi yang akan memperkuat stabilitas ekonomi, yaitu memperkuat stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Lalu, mendorong permintaan domestik. Dan, meningkatkan produktivitas dan kapasitas ekonomi nasional, serta pendalaman sektor keuangan untuk pembiayaan ekonomi. Terakhir, mempercepat digitalisasi sistem pembayaran dan ekonomi keuangan digital nasional.
“Sinergi kebijakan ini sangat penting untuk memperkuat stabilitas ekonomi dan transformasi ekonomi nasional. Kami perlu terus memperkuat sinergi ini untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks dan mempercepat transformasi ekonomi agar perekonomian tumbuh lebih kuat,” pungkas Perry. (*)