KABARBURSA.COM – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan inflasi di sektor bangunan dan konstruksi naik 0,11 persen secara bulanan (mtm) dan 0,72 persen secara tahunan (yoy).
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan, bahwa meskipun sebagian besar jenis bangunan mengalami inflasi, tetapi masih ada sektor yang justru mengalami deflasi.
“Semua jenis bangunan mengalami inflasi secara bulanan, kecuali untuk bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum, serta komunikasi yang mengalami deflasi sebesar -0,04 persen,” ungkap Pudji dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025
Beberapa jenis bangunan lainnya yang mencatatkan inflasi secara bulanan, antara lain bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal dengan inflasi 0,04 persen.
Bangunan pekerjaan umum untuk pertanian yang naik 0,08 persen, serta bangunan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan yang mencatatkan inflasi 0,02 persen.
Namun, ketika dilihat dari sisi tahunan, seluruh jenis bangunan menunjukkan inflasi, kecuali bangunan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan yang justru mencatatkan deflasi sebesar -0,13 persen.
Selain itu, dalam sektor bahan bangunan, beberapa komoditas mengalami kenaikan harga bulanan. “Komoditas bahan bangunan yang mengalami perubahan indeks harga bulanan atau mtm pada Desember 2024 antara lain solar (0,06 persen), semen (0,04 persen), dan lantai (0,01 persen) yang mengalami kenaikan," jelas Pudji.
Sementara itu, beberapa bahan bangunan lainnya mengalami penurunan harga, seperti kayu gelondongan (~0), rangka atap baja (-0,01 persen), dan besi kontraksi bangunan (-0,01 persen).
Inflasi Desember Naik 0,44 Persen
Sebelumnya, BPS mencatat inflasi pada Desember 2024 mencapai 0,44 persen secara bulanan. Inflasi ini disebabkan oleh peningkatan permintaan barang dan jasa menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini mengatakan, kenaikan ini mendorong Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,33 pada November 2024 menjadi 106,80 di Desember 2024.
“Pada Desember 2024 terjadi inflasi sebesar 0,44 persen secara bulanan atau terjadi kenaikan indeks harga konsumen dari 106,33 pada November 2024 menjadi 106,80 pada Desember 2024,” ujar Pudji.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi pada Desember 2024 tercatat sebesar 1,57 persen. Pudji menjelaskan bahwa angka inflasi tahunan tersebut sejalan dengan inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) karena menggunakan pembanding yang sama, yakni Desember tahun sebelumnya.
“Secara tahun kalender atau year-to-date terjadi inflasi sebesar 1,57 persen. Pada Desember year-on-year atau year-to-date akan sama karena pembandingnya sama, yakni Desember tahun lalu,” tambahnya.
Pudji menekankan bahwa inflasi bulanan pada Desember 2024 lebih tinggi dibandingkan November 2024 serta Desember 2023.
“Inflasi bulanan pada Desember 2024 lebih tinggi daripada November 2024 dan Desember 2023,” ungkapnya.
Kelompok yang memberikan kontribusi terbesar terhadap inflasi bulanan Desember 2024 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 1,33 persen. Kelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 0,38 persen.
“Kelompok penyumbang inflasi bulanan terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 1,33 persen dan memberi andil inflasi sebesar 0,38 persen,” jelas Pudji.
Menurut Pudji, komoditas utama yang dominan mendorong inflasi pada kelompok ini adalah telur ayam ras dan cabai merah yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,06 persen.
“Adapun komoditas yang dominan mendorong inflasi pada kelompok ini adalah telur ayam ras dan cabai merah yang masing-masing memberi andil inflasi sebesar 0,06 persen,” katanya.
Selain itu, beberapa komoditas lain yang turut menyumbang inflasi antara lain ikan segar, cabai rawit, bawang merah, dan minyak goreng yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,03 persen. Komoditas seperti bawang putih, sawi hijau, daging ayam ras, dan beras masing-masing menyumbang inflasi sebesar 0,01 persen.
“Sementara itu, terdapat juga komoditas lain yang memberikan andil inflasi antara lain ikan segar, cabai rawit, bawang merah, dan minyak goreng yang memberikan andil inflasi sebesar 0,03 persen. Kemudian, bawang putih, sawi hijau, daging ayam ras, dan beras masing-masing memberi andil inflasi sebesar 0,01 persen,” tutup Pudji.
Inflasi di 35 Provinsi
Sebagian besar provinsi di Indonesia menutup tahun 2024 dengan catatan inflasi. Hanya sedikit dari provinsi di Indonesia yang mencatatkan deflasi.
“Jika dilihat sebaran inflasi menurut wilayah, maka terhadap 35 dari 38 provinsi yang mengalami inflasi (Desember 2024). Sementara 3 lainnya mengalami deflasi,” kata Pudji.
Pudji mengungkapkan, Papua Pegunungan menjadi daerah dengan tingkat inflasi bulanan (mounth-to-mounth/mtm) tertinggi, yakni 2,39 persen. Sedangkan secara tahunan, tingkat Papua Pegunungan mencapai 5,36 persen. Sementara wilayah dengan tingkat deflasi terdalam terjadi di Maluku dengan angka sebesar 0,41 persen.
“Inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan sebesar 2,30 persen sementara deflasi terdalam di Maluku sebesar 0,41 persen,” ujarnya.
Faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi di Papua Pegunungan adalah kenaikan harga dua komoditas utama, yakni sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret kretek mesin (SKM).
Sedangkan deflasi di Maluku dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa komoditas pangan dan barang konsumsi.
Secara tahunan, lanjut Pudji, tren inflasi serupa juga terlihat dan kondisinya lebih mengenaskan karena terjadi di hampir seluruh provinsi. Sedangkan hanya Gorontalo yang mencatatkan deflasi sebesar 0,79 persen. Adapun komoditas yang memicu deflasi di Gorontalo adalah penurunan harga cabai rawit dan tomat.