KABARBURSA.COM - Pasar saham Asia dibuka bervariasi pada Jumat, 3 Oktober 2025, dengan kecenderungan menguat, seiring upaya investor melanjutkan sentimen positif dari reli Wall Street dan bursa Eropa sehari sebelumnya.
Namun, ketidakpastian mengenai lamanya penutupan pemerintahan (government shutdown) Amerika Serikat, serta dampaknya terhadap perekonomian global, membuat perdagangan di kawasan berlangsung penuh kehati-hatian.
Di Jepang, pasar saham dibuka positif dengan indeks Nikkei 225 naik 0,42 persen di awal sesi, kemudian berlanjut melonjak 1,35 persen atau 605,31 poin menuju 45.542,04. Indeks Topix turut menguat 0,35 persen. Hal ini memperlihatkan dukungan kuat dari sektor manufaktur meski data ekonomi domestik menunjukkan tekanan.
Tingkat pengangguran Jepang untuk September naik menjadi 2,6 persen, lebih tinggi dari ekspektasi 2,4 persen dan juga di atas capaian Agustus di 2,3 persen. Pasar kini menunggu rilis data PMI manufaktur untuk memberi gambaran lebih jelas mengenai arah pertumbuhan.
Di Australia, indeks ASX 200 sempat dibuka melemah 0,17 persen, sebelum berbalik menguat 0,30 persen ke 8.972,50 pada pukul 8:15 WIB. Sementara itu, pasar China dan Korea Selatan libur nasional, sehingga volume perdagangan regional lebih terbatas.
Di Indonesia, IHSG diperkirakan mencoba melanjutkan manuver di zona hijau setelah menutup perdagangan kemarin dengan penguatan 0,34 persen ke 8.071. Namun, tekanan masih terlihat dari arus jual asing di saham perbankan, yang disebut analis Indo Premier menjadi faktor pembebat reli jangka pendek.
Kekhawatiran pasar terkait kondisi fiskal dan independensi Bank Indonesia, ditambah lemahnya kinerja sektor perbankan, telah memicu keluarnya dana asing (capital outflow).
Sementara itu, ETF iShares MSCI Indonesia (EIDO) yang diperdagangkan di New York justru melemah 0,14 persen ke USD17,44, dan memberikan sinyal kehati-hatian investor global terhadap aset Indonesia.
Dolar Menguat, Rupiah Tertekan di Level 16.598
Di pasar mata uang, dolar AS menunjukkan penguatan terhadap sejumlah mata uang utama. Indeks Dolar (DXY) naik 0,13 persen menjadi 97,86, ditopang oleh ekspektasi yang hampir pasti bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga bulan ini, dengan probabilitas tambahan penurunan pada Desember mencapai 90 persen.
Euro relatif stabil di USD1,1722, sementara yen melemah ke 147,13 per dolar di tengah penantian investor terhadap hasil pemilihan pimpinan baru Partai Demokrat Liberal (LDP) Jepang akhir pekan ini, yang diperkirakan akan memengaruhi arah kebijakan fiskal negara tersebut.
Poundsterling Inggris juga tertekan ke USD1,3443, seiring pasar mulai mengantisipasi dampak dari anggaran November terhadap kondisi ekonomi dan fiskal Inggris.
Di kawasan Asia, nilai tukar rupiah turut tertekan, melemah 0,22 persen ke level 16.598 per dolar. Yuan China relatif stabil di 7,1214 per dolar meski pasar dalam kondisi libur.
Pergerakan ini menegaskan dominasi dolar AS yang tetap perkasa di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi global, termasuk tertundanya publikasi data ketenagakerjaan resmi AS akibat shutdown.
Secara keseluruhan, bursa Asia masih bergerak dengan pola hati-hati. Dorongan sentimen dari pasar global memang mendukung reli, namun bayang-bayang risiko eksternal, mulai dari dinamika politik AS, arah kebijakan The Fed, hingga tensi ekonomi regional, membuat investor tetap selektif.
Sementara itu, dolar AS terus menunjukkan ketahanannya, mempertegas posisinya sebagai aset lindung nilai di tengah guncangan ketidakpastian.(*)