KABARBURSA.COM - Bursa saham Eropa kembali tergelincir pada Kamis waktu setempat. Penyebabnya adalah tekanan tajam di sektor teknologi dan data ekonomi yang mengecewakan.
Indeks pan-Eropa STOXX 600 turun 0,7 persen ke 567,90, mengakhiri sesi di zona merah untuk hari ketiga berturut-turut. Penurunan ini bukan sekadar reaksi sesaat terhadap hasil laporan keuangan korporasi, tetapi cerminan dari kekhawatiran yang semakin nyata. Ekonomi kawasan sedang kehilangan momentumnya di tengah valuasi saham yang kian membengkak.
Indeks utama di seluruh Eropa bergerak senada. DAX Jerman ambruk 1,31 persen, CAC Prancis melemah 1,36 persen, dan FTSE 100 Inggris susut 0,42 persen. Tiga motor utama ekonomi kawasan ini seolah kehilangan arah setelah data ritel zona euro menunjukkan perlambatan tak terduga pada September.
Perlambatan ini menjadi sinyal bahwa dorongan konsumsi masyarakat, yang diharapkan menjadi penopang pemulihan, justru mulai memudar.
Nick Saunders dari Webull UK menyebut situasi ini sebagai badai ekonomi yang sedang mendekat. Hal ini sekaligus menandakan bahwa pelaku pasar kini lebih memilih bertahan daripada berani mengambil risiko baru.
Sektor teknologi, yang selama setahun terakhir menjadi primadona reli bursa Eropa berkat narasi kecerdasan buatan (AI) dan digitalisasi, kini berubah menjadi titik rawan. Indeks sektor ini jatuh 1,9 persen setelah investor kembali mempertanyakan kelayakan valuasi yang sudah melambung tinggi.
Saunders kemudian menggambarkan suasana pasar dengan gamblang. Berita buruk yang saat ini terdengar menjadi hukuman tanpa ampun, dan saham teknologi menjadi korban pertama. Kalimat itu menggambarkan kepanikan halus, di mana pasar yang dulu dikuasai optimisme kini berubah menjadi ajang saling menunggu siapa yang akan menjual lebih dulu.
Sektor Kesehatan Beri Angin Segar
Namun di tengah tekanan tersebut, sektor kesehatan justru menjadi penopang kecil yang memberi napas bagi indeks. AstraZeneca melonjak lebih dari 3 persen setelah laba kuartal III melampaui ekspektasi.
Sementara itu, Novo Nordisk naik hampir 2 persen setelah menggugurkan gugatan Pfizer dalam perebutan Metsera. Dan, Novonesis mencatat kenaikan hampir 7 persen berkat pertumbuhan penjualan organik yang solid.
Ketiganya menunjukkan bahwa sektor defensif seperti farmasi masih menjadi pelarian investor di tengah badai volatilitas pasar.
Sebaliknya, kinerja sejumlah perusahaan besar memperparah tekanan. Saham Legrand anjlok lebih dari 12 persen dan merupakan penurunan terburuk sejak awal pandemi 2020. Schneider Electric dan Siemens Energy juga ikut terseret, masing-masing turun hampir 3 persen. Di sini investor mulai meragukan keberlanjutan reli yang sempat didorong euforia AI industrial.
Di sisi lain, beberapa emiten berhasil mencuri perhatian. Zalando naik 6,6 persen berkat ekspansi ke segmen pakaian olahraga, dan DHL melesat 8,6 persen setelah laba operasionalnya melampaui ekspektasi analis.
Dua emiten ini menjadi contoh bahwa daya saing berbasis inovasi dan efisiensi operasional masih dihargai pasar, bahkan di fase korektif seperti sekarang.
Namun tak semua cerita berakhir manis. Bavarian Nordic jatuh 20,8 persen setelah batal diakuisisi oleh konsorsium Nordic Capital dan Permira. Sedangkan Commerzbank melemah 2 persen akibat anjloknya laba bersih.
Kumpulan peristiwa ini memperlihatkan betapa sensitifnya pasar Eropa terhadap setiap deviasi kecil dari ekspektasi, baik dari laporan korporasi maupun kebijakan ekonomi.
Sementara itu, dari sisi kebijakan moneter, Bank Sentral Norwegia dan Bank of England sama-sama menahan suku bunga acuan. Ini memperkuat narasi bahwa bank-bank sentral besar Eropa sedang memilih pendekatan hati-hati.
Namun, langkah tersebut tidak serta merta menenangkan pasar. Bagi banyak investor, keputusan “tunggu dan lihat” itu justru menegaskan ketidakpastian arah ekonomi. Terlebih, proyeksi terbaru menunjukkan ekonomi Jerman, sebagai mesin utama Kawasan, berisiko stagnan sepanjang 2025 setelah dua tahun berturut-turut mengalami kontraksi.
Keseluruhan situasi ini mencerminkan lanskap pasar yang kehilangan daya dorong. Reli berbasis AI yang dulu menjadi simbol harapan, kini berubah menjadi beban. Sementara, data ekonomi justru memberi alasan baru untuk bersikap defensif.
Di tengah ketegangan geopolitik, pelemahan permintaan global, dan inflasi yang belum sepenuhnya terkendali, investor Eropa tampaknya sedang bergulat dengan satu kenyataan pahit, di mana pasar mungkin telah terlalu jauh berlari dari realitas ekonomi yang mereka hadapi.(*)