KABARBURSA.COM - Bursa saham Asia pagi ini, 4 September 2024, dibuka berguguran. Penyebabnya adalah kejatuhan indeks acuan pada sesi penutupan bursa saham utama Eropa dan Wall Street. Berbagai kekhawatiran akan kemungkinan resesi global kembali muncul pasca rilis indeks manufaktur AS pada Agustus kemarin, dari ISM yang berada di posisi 47,2 naik o,4 persen dibandingkan Juli namun di bawah ekspektasi 47,9 persen.
Kejatuhan ini diawali dengan indeks Nikkei 225 Jepang yang terpenggal 4,01 persen. Lalu, diikuti Topix yang ambles 2,94 persen. Begitu pula dengan saham Tokyo Elektron yang terjungkal ke 6,86 persen, Renesas Electronic dan Advantest rontok lebih dari 9 persen.
Pasar saham hari ini dibuka dengan sentimen negatif yang kuat, ditandai oleh penurunan tajam pada beberapa indeks utama di Asia. Di Australia, indeks ASX 200 merosot 1,46 persen saat perdagangan dibuka, dan terus terpuruk hingga 2 persen (atau 162,2 poin) ke level 7.941 pada pukul 08.15 WIB.
Sementara itu, di Korea Selatan, indeks Kospi dibuka dengan penurunan tajam sebesar 2,61 persen, dan indeks Kosdaq juga mengalami penurunan sebesar 2,94 persen. Tren penurunan ini berlanjut dengan Kospi yang ambles lebih dalam, turun 2,77 persen ke posisi 2.590,73.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan menghadapi tekanan jual yang lebih besar hari ini, seiring dengan penurunan harga komoditas dan minimnya katalis positif di pasar. Pada sesi perdagangan kemarin, IHSG ditutup melemah 1,01 persen ke level 7.616. ETF saham Indonesia, iShares MSCI Indonesia ETF (EIDO), juga turut melorot 0,99 persen di New York Stocks Exchange, ditutup pada harga USD21,56.
Beberapa analis memperkirakan pergerakan IHSG hari ini akan tetap dalam fase pelemahan. Secara teknikal, jika IHSG tidak mampu bertahan di level 7.550, maka indeks berpotensi mengalami penurunan yang lebih dalam lagi.
Bursa Malaysia juga Memerah
Tekanan jual yang tajam di Wall Street membebani pasar domestik pada hari Rabu, meskipun investor mulai beralih fokus dari saham-saham unggulan ke saham-saham berkapitalisasi kecil dan lapis kedua.
FBM KLCI turun 14 poin menjadi 1.662,65 saat perdagangan dibuka pada hari Rabu, dengan aksi ambil untung yang tajam pada sekitar dua pertiga dari indeks. Nestle Malaysia memimpin penurunan dengan jatuh RM2 menjadi RM103,40, sementara YTL turun 10 sen menjadi RM3,86 dan SD Guthrie tergelincir tujuh sen menjadi RM4,50.
Malacca Securities Research menyatakan bahwa sentimen negatif di AS diperkirakan akan terus memberikan tekanan jual pada sektor teknologi lokal. Saat pasar dibuka pada Rabu, 4 September 2024, Indeks Teknologi Bursa Malaysia turun 1,6 persen, mengikuti pelemahan saham teknologi global.
Penurunan tajam terlihat pada sebagian besar saham yang diperdagangkan di sektor ini, dengan saham semikonduktor seperti Inari turun tujuh sen menjadi RM3,12, Pentamaster turun enam sen menjadi RM4,04, dan Unisem turun empat sen menjadi RM3,12.
Namun, lembaga riset ini lebih optimis terhadap sektor-sektor lain, melihat potensi pada saham-saham yang diuntungkan oleh penguatan ringgit, seperti sektor konsumen, konstruksi, bahan bangunan, dan utilitas.
"Selain itu, kami menyukai saham-saham dengan fundamental yang kuat, pertumbuhan laba, dan hasil dividen yang tinggi," kata lembaga tersebut dalam sebuah catatan.
Pada malam sebelumnya, Dow Jones turun lebih dari 600 poin atau 1,5 persen karena kekhawatiran baru tentang perlambatan ekonomi global memicu kehati-hatian di kalangan investor. Nasdaq anjlok 3,26 persen setelah Nvidia kehilangan hampir 10 persen dari nilai sahamnya karena investor mulai menurunkan ekspektasi mereka terhadap prospek AI dan permintaan chip semikonduktor.
Data Pekerjaan AS
Meskipun mencatatkan kenaikan sebesar 114.000 pada bulan Juli, pertumbuhan rata-rata gaji dalam tiga bulan terakhir diperkirakan turun menjadi sedikit lebih dari 150.000, yang merupakan angka terendah sejak awal 2021. Tingkat pengangguran mungkin sedikit menurun di bulan Agustus menjadi 4,2 persen dari sebelumnya 4,3 persen.
Meskipun Federal Reserve akhirnya memutuskan untuk menurunkan suku bunga, Neil Dutta dari Renaissance Macro Research mengatakan bahwa penurunan sebesar 25 basis poin tampaknya tidak akan memberikan dampak yang signifikan.
Dalam skenario ini, diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan suku bunga ke tingkat netral, yang dapat menimbulkan risiko penurunan terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Skenario yang tidak menentu ini bisa meningkatkan risiko kenaikan lebih lanjut dalam tingkat pengangguran,” ujarnya.
Jika The Fed tidak menaikkan suku bunga pada bulan September, mereka perlu mempertimbangkan kemungkinan untuk melakukannya di akhir tahun ini.(*)