KABARBURSA.COM - Bank Indonesia atau BI melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia. Dalam catatannya. per akhir Maret 2025 cadangan devisa mencapai USD157,1, naik USD154,5 miliar dari posisi Februari 2025.
Dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin, 14 April 2025, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, naiknya cadangan devisa berasal dari penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Di saat yang sama, BI tetap menjalankan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk merespons dinamika pasar keuangan global yang masih penuh ketidakpastian.
“Posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2025 setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” ujar Ramdan.
Menurut dia, besaran cadangan devisa ini mencerminkan ketahanan eksternal Indonesia yang tetap terjaga. Kondisi ini juga memperkuat keyakinan pasar terhadap stabilitas makroekonomi nasional serta mendukung kelangsungan sistem keuangan secara menyeluruh.
Bank Indonesia optimistis bahwa cadangan devisa yang cukup akan terus memperkuat fundamental ekonomi Indonesia, terutama di tengah proyeksi ekspor yang masih solid dan ekspektasi surplus pada neraca transaksi modal dan finansial.
“Bank Indonesia terus meningkatkan sinergi dengan pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tutup Ramdan.
Strategi Baru: Likuiditas dan Diversifikasi Cadangan Devisa
BI juga memperkenalkan tiga level kecukupan cadangan devisa, yakni Minimum Reserve Adequacy, Required Reserve Adequacy, Enhanced Reserve Adequacy (ERA).
Saat ini, posisi cadangan devisa BI berada di atas ERA, yang berarti ketahanan eksternal Indonesia masih cukup kuat untuk menghadapi potensi volatilitas pasar global.
Selain itu, BI memperluas diversifikasi aset dengan menambahkan instrumen sekuritas berbasis hipotek dan lebih banyak aset dalam denominasi dolar AS. Ini dilakukan untuk mengoptimalkan imbal hasil serta menjaga nilai cadangan devisa dari tekanan pasar.
“Dengan adanya fleksibilitas ini, kami bisa lebih cepat menyesuaikan strategi portofolio ketika pasar bergerak dinamis,” tambah Rahmatullah.
Signal Kuat Investasi di Indonesia?
Dalam konteks ini, cadangan devisa yang tinggi berfungsi sebagai buffer untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, sekaligus memberikan kepercayaan pada pasar terhadap kelangsungan perekonomian nasional.
Di sektor perdagangan, proyeksi ekspor Indonesia yang masih solid dan ekspektasi surplus pada neraca transaksi modal dan finansial juga menjadi faktor penunjang. Hal ini memberikan prospek positif bagi investor yang tertarik pada pasar Indonesia, terutama dalam sektor-sektor yang berbasis ekspor, seperti manufaktur, pertanian, dan sumber daya alam.
CIO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Pandu Sjahrir, bahkan menyebut investor di Amerika Serikat (AS) mulai melirik Indonesia di tengah perang dagang global.
Pandu mengatakan, para investor ini mulai keteteran akibat perang dagang yang tengah berkecamuk. Karenanya, mereka sedang mencari cara untuk bisa kembali atau return di tengah situasi yang serba tidak pasti.
"Mereka (investor di AS) juga pusing dengan apa yang terjadi. Saya berbicara dengan beberapa investor besar di Amerika, baik di public maapun private market. Justru mereka yang nanya-nanya saya, ini sebaiknya bagaimana," kata Pandu kepada media di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 14 April 2025.
Setelah perbincangan tersebut, diketahui para investor AS ini menganggap kondisi di Indonesia jauh lebih baik. Untuk itu, peluang berbisnis dan menanamkan sahamnya cukup terbuka.
"Mereka melihat, Indonesia mungkin politiknya bersih, rapih, relatively secara policy juga bagus. Kan kita banyak fokus ke food security dan energy security," ujar dia.
Pandu memaparkan bagaimana investor di AS bisa menaruk ketertarikan kepada Indonesia. Dirinya memberi contoh Qatar, yang berencana berinvestasi sebesar USD2 miliar ke Danantara.
Lebih jauh, perang dagang global memang berimbas ke banyak negara. Namun, dia menegaskan efek positif dari situasi seperti ini adalah dengan memperkuat ekonomi dalam negeri.
"Sekarang bagusnya Donald Trump akan berbicara sama Presiden Xi. Menurut saya itu langkah yang baik, kelihatan dari pasar modal hari ini juga naik hampir 1 persen. Menurut saya, perang dagang secara keseluruhan malah membuat Indonesia kini juga banyak fokus ke diri kita sendiri," ucap dia.
Diberitakan KabarBursa.com sebelumnya Bank Indonesia (BI) terus mendorong transformasi pengelolaan cadangan devisa di tengah meningkatnya ketidakpastian global, ketegangan geopolitik, dan dinamika ekonomi dunia.
Gubernur BI Perry Warjiyo, menegaskan bahwa strategi pengelolaan cadangan devisa yang lebih agile dan fleksibel sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
“Transformasi ini berperan penting dalam meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, memastikan kecukupan likuiditas, dan memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia terhadap guncangan eksternal,” ujar Perry.
BI juga memperkuat digitalisasi proses bisnis dalam pemantauan pasar keuangan dan portofolio selama 24 jam, yang dilakukan melalui koordinasi kantor perdagangannya di Jakarta, New York, London, dan Singapura.
Dalam upaya memperkuat pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia kembali meraih penghargaan “Reserve Manager of The Year 2025” dari Central Banking Award, berkat keberhasilannya dalam mengimplementasikan Transformasi Framework Pengelolaan Cadangan Devisa 4.0.
BI dinilai mampu meningkatkan fleksibilitas dan daya tanggap dalam menghadapi perubahan pasar global, memperkuat tata kelola cadangan devisa, serta mendorong strategi investasi berkelanjutan dan ESG (Environmental, Social, and Governance).
“Kami telah mengubah pendekatan pengelolaan cadangan dari sekadar optimalisasi imbal hasil menjadi strategi yang lebih tangkas dalam menghadapi ketidakpastian,” jelas Rahmatullah Sjamsudin, Direktur Eksekutif Pengelolaan Cadangan BI.
Sejak Federal Reserve mulai menaikkan suku bunga pada 2022, BI menerapkan pendekatan baru dengan lebih proaktif dalam penyesuaian alokasi aset strategis (SAA). Ini dilakukan untuk mengurangi risiko nilai tukar dan memastikan cadangan devisa tetap stabil meski terjadi guncangan pasar global.(*)