Logo
>

CELIOS: Dana Desa Rawan Jadi Bom Waktu Kopdes Merah Putih

Penggunaan dana desa untuk koperasi Merah Putih dinilai rawan menimbulkan risiko sistemik jika tidak dimitigasi secara matang oleh pemerintah.

Ditulis oleh Dian Finka
CELIOS: Dana Desa Rawan Jadi Bom Waktu Kopdes Merah Putih
Celios memperingatkan penggunaan dana desa untuk Kopdes Merah Putih bisa jadi bumerang bila tanpa mitigasi risiko dan strategi pembiayaan yang jelas. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies atau CELIOS, Media Wahyudi Askar, memperingatkan penggunaan dana desa untuk mendanai Koperasi Desa Merah Putih bisa menjadi bom waktu. Masalah ini bukan hanya bagi keuangan desa, tapi juga sistem perbankan negara.

Bagi Celios, rencana pemerintah menyuntikkan dana desa ke dalam skema pembiayaan Koperasi Merah Putih bukanlah perkara sederhana. Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik Celios, mengingatkan bahwa kebijakan itu memang dimungkinkan secara hukum, tapi belum diikuti dengan kalkulasi risiko yang memadai.

“Pasti akan terjadi shifting atau trade-off dalam alokasi dana desa. Pertanyaannya apakah alokasinya akan ditambah? Atau justru berkurang? Ini belum jelas,” ujar Media dalam forum kebijakan Koperasi Desa Merah Putih, Kamis, 5 Juni 2025.

Yang lebih mengkhawatirkan, lanjutnya, adalah bila dana desa itu nantinya dijadikan jaminan pinjaman ke bank pelat merah, padahal struktur koperasinya sendiri belum matang. Celios menyebut ini bukan hanya soal teknis pendanaan, melainkan menyangkut stabilitas fiskal di tingkat akar rumput.

“Karena ini pembiayaan dari bank negara, dan platformnya dijamin oleh negara, maka harus dipikirkan matang. Ini bukan program kecil-kecilan,” tegas Media.

Ia juga menyoroti narasi politis yang terlalu dominan dalam komunikasi program. Banyak warga desa, menurut temuan Celios, sudah terlanjur menganggap koperasi sebagai hibah pemerintah, bukan sebagai entitas bisnis.

“Ini saya ulang saja, kata kepala desa yang kami wawancara: ‘Mas, ini koperasi dana desa sudah pasti gagal. Karena masyarakat pikir ini hibah Pak Prabowo. Jadi enggak ada yang mau bayar,’” ujarnya.

Pandangan semacam itu, menurut Media, bisa berakibat fatal. Bila tidak segera dikoreksi, maka mata rantai cicilan dari anggota ke koperasi, lalu ke bank, akan macet dan menimbulkan efek domino.

“Kalau ini tidak segera dimitigasi, cicilan dari masyarakat ke koperasi, ke bank, semua akan mandek. Ini bisa jadi risiko sistemik,” tegasnya lagi.

Di sisi lain, Media mengkritik langkah pemerintah yang dinilainya terlalu tergesa-gesa dalam membentuk koperasi desa. Ia menekankan entitas pembiayaan seperti ini seharusnya dibangun dari perencanaan bisnis yang matang, bukan sekadar penugasan struktural.

Menurutnya, koperasi sebagai model bisnis baru tentu belum teruji, apalagi jika pengurusnya juga masih baru. Belum ada kepastian apakah koperasi itu bisa beroperasi dengan baik dan mampu mengembalikan dana yang dipinjam, namun pemerintah sudah lebih dulu menyuntikkan dana tanpa kepastian kesiapan.

Bahkan, Media menganggap wacana penerbitan obligasi oleh koperasi desa sebagai langkah yang terlalu prematur. Ia menyarankan pemerintah untuk menata ulang dasar-dasar teknisnya lebih dulu.

“Itu terlalu jauh. Kita harus step-by-step. Rumuskan dulu SOP-nya, sistem keuangannya, baru bentuk koperasinya,” katanya.

Minim Sosialisasi, Desa Jadi Penonton

Celios juga mencatat lemahnya komunikasi pemerintah pusat ke level desa. Ia menyebut banyak perangkat desa tidak memahami arah kebijakan karena sosialisasi hanya dilakukan lewat kanal digital yang tidak menjangkau semua pihak

“Sosialisasinya hanya lewat YouTube. Lalu dikirim dokumen. Bahkan ada cerita, grup WA kampung tiba-tiba dijadikan sarana rekrutmen anggota koperasi,” katanya.

Media mengingatkan agar proses pembentukan koperasi desa tidak dijalankan serampangan. Ia menilai, jika pola yang diambil saat ini terus dipertahankan, bukan koperasi yang dibangun, melainkan potensi krisis keuangan di tingkat desa yang sedang dipupuk.

Ia juga menekankan pentingnya membalik cara berpikir pemerintah. Alih-alih membentuk dulu baru merancang, seharusnya seluruh pihak duduk bersama lebih dahulu untuk menyepakati tujuan, menetapkan pihak yang bertanggung jawab, dan merancang alur pembiayaannya secara menyeluruh.

Bagi Media, peran pemerintah seharusnya bukan sekadar regulator pasif, melainkan fasilitator aktif yang memastikan ekosistem koperasi berjalan sehat sejak hulu.

“Koperasi bukan alat politik, tapi bagian dari struktur ekonomi rakyat. Kalau salah penanganan, yang rugi bukan hanya desa, tapi sistem keuangan negara,” katanya.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.