Logo
>

Craig Wright, Petualangan Sang Satoshi Nakamoto Palsu yang Berakhir di Bui

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Craig Wright, Petualangan Sang Satoshi Nakamoto Palsu yang Berakhir di Bui

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Craig Wright, sosok ilmuwan komputer yang kerap bikin heboh, akhirnya dijatuhi hukuman penjara satu tahun di Inggris. Ia dituduh menghina Pengadilan Tinggi London dengan terus-menerus mengklaim dirinya sebagai Satoshi Nakamoto, sang pencipta Bitcoin. Dilansir dari The Crypto Times di Jakarta, Rabu, 25 Desember 2024, pengadilan menilai Wright menjalankan kampanye palsu ini untuk mempertahankan pengikut setianya yang disebut punya sifat “seperti kultus”.

    Pada Kamis 20 Desember 2024, Wright dinyatakan bersalah karena melanggar keputusan pengadilan. Jauh sebelum itu, tepatnya pada awal tahun ini, Pengadilan Tinggi London meminta Wright berhenti mengaku-ngaku sebagai Satoshi yang dikabarkanmenghilang tanpa jejak setelah mengumumkan Bitcoin pada 2009 silam.

    Bukannya patuh, Wright malah melanjutkan aksinya dengan melayangkan berbagai gugatan hukum besar-besaran—beberapa bahkan nilainya mencapai USD1,2 triliun—yang semuanya didasarkan pada klaim palsu sebagai pencipta Bitcoin.

    Akhirnya, pengadilan menuduh Wright melakukan penghinaan serius dan mengecamnya atas apa yang disebut “terorisme hukum”. Hukuman ini berlaku jika Wright kembali ke Inggris, meskipun ia mengklaim sekarang tinggal di suatu tempat di Asia. Bila perlu, otoritas Inggris bahkan siap mengeluarkan surat perintah internasional untuk menangkapnya.

    Dari Brisbane ke Dunia Kripto

    Craig Wright lahir di Brisbane, Australia, pada Oktober 1970. Sejak awal, ia dikenal sebagai ilmuwan komputer dan pengusaha dengan karier di dunia teknologi informasi. Ia pernah bekerja di perusahaan seperti OzEmail dan Kmart sebelum akhirnya menempuh pendidikan tinggi hingga meraih gelar PhD dari Charles Sturt University pada 2017.

    Namun, di balik latar belakang akademiknya yang mengesankan, Wright sudah lama bergelut dengan kontroversi. Pada 2004, ia dihukum karena melanggar perintah pengadilan di Australia yang membuatnya menerima hukuman penjara 28 hari (meski ditangguhkan).

    Nama Wright mulai mencuat di dunia kripto pada 2015, ketika investigasi jurnalistik menyebutkan ia mungkin adalah Satoshi Nakamoto. Tapi alih-alih membuktikan klaim tersebut, rumah dan kantornya justru digerebek oleh polisi dalam penyelidikan pajak.

    Pada 2016, Wright mencoba meyakinkan dunia dengan memposting bukti kriptografi di blognya. Namun, bukti itu langsung dicemooh komunitas kripto karena ternyata hanyalah tanda tangan lama yang digunakan Satoshi pada 2009.

    Bukannya menyerah, Wright terus melancarkan gugatan hukum demi memperkuat klaimnya. Pada 2018, ia digugat balik oleh ahli waris Dave Kleiman, mantan rekannya, yang menuduhnya menipu Bitcoin senilai USD5 miliar. Hasilnya? Wright kalah dan diperintahkan membayar ganti rugi USD100 juta.

    Tak berhenti di situ, Wright juga melayangkan gugatan terhadap beberapa figur besar di dunia kripto seperti Vitalik Buterin (pendiri Ethereum) dan Roger Ver (pengusaha Bitcoin). Tapi hampir semua gugatannya berakhir dengan kekalahan.

    Pengadilan bahkan menyebut tindakannya sebagai “terorisme hukum” yang bertujuan memelihara klaim palsu dan menarik perhatian pengikutnya.

    Melihat perjalanan hidup Craig Wright, sulit untuk tidak menganggapnya sebagai sosok yang terobsesi pada delusi menjadi Satoshi Nakamoto. Waktunya, pengadilan, hingga komunitas kripto semuanya telah ia habiskan untuk membangun klaim yang tak pernah bisa dibuktikan.

    Satoshi Nakamoto, di sisi lain, adalah sosok legendaris yang tidak hanya menciptakan Bitcoin, tetapi juga membangun fondasi blockchain. Jika ia menginginkan ketenaran, ia tidak akan pernah menghilang. Kehilangannya adalah bagian dari misteri dan keindahan karyanya.

    Craig Wright bukanlah Satoshi. Ia hanyalah seorang pria yang ingin menjadi legenda tapi malah berakhir sebagai badut pengadilan. Dan kali ini, sang badut akhirnya mendapat tiket satu arah ke penjara.

    Jadilah Pengguna Bitcoin, Bukan Sibuk Mengaku Pembuat Bitcoin

    Jika Craig Wright sibuk memproklamirkan dirinya sebagai Satoshi palsu, Michael Saylor justru mengambil langkah nyata untuk memanfaatkan Bitcoin dalam strategi bisnisnya. Dengan visi ambisius dan strategi yang terukur, CEO MicroStrategy ini membawa perusahaannya ke peta dunia investasi kripto melalui berbagai langkah besar.

    Baru-baru ini, Michael Saylor menyampaikan rencana perusahaannya untuk melangkah ke fase baru dalam strategi investasinya. Setelah merampungkan rencana ambisius yang disebut sebagai “rencana 21/21”, perusahaan ini kini bersiap untuk masuk ke fase baru dengan mengandalkan apa yang disebut Saylor sebagai intelligent leverage atau leverage pintar.

    Pada Oktober 2024, MicroStrategy meluncurkan rencana besar 21/21 untuk mengumpulkan USD42 miliar (sekitar Rp672 triliun) melalui penerbitan saham dan obligasi. Dana itu seluruhnya dialokasikan untuk membeli Bitcoin. Tidak tanggung-tanggung, hingga Desember 2024, perusahaan ini sudah berhasil mengakuisisi 444.262 BTC dengan nilai hampir USD42,5 miliar (sekitar Rp680 triliun).

    “Kami tidak menyangka pasar akan merespons dengan begitu antusias. Kami bergerak jauh lebih cepat dari yang kami perkirakan,” kata Saylor dikutip dari CCN.

    Dengan harga rata-rata pembelian USD61.725 per BTC (sekitar Rp987 juta), investasi ini sekarang mencatatkan keuntungan 65,85 persen. Tapi Saylor menegaskan, perjalanan ini belum selesai.

    Langkah berikutnya, menurut Saylor, adalah fokus pada instrumen keuangan berbasis pendapatan tetap, bukan hanya bergantung pada saham dan obligasi konversi. Saat ini, MicroStrategy memiliki obligasi konversi senilai USD7,2 miliar (sekitar Rp115,2 triliun), di mana USD4 miliar (sekitar Rp64 triliun) di antaranya lebih mirip ekuitas.

    Lalu, apa itu leverage? Dalam dunia keuangan, leverage adalah strategi menggunakan dana pinjaman untuk meningkatkan potensi keuntungan. Dalam kasus MicroStrategy, mereka ingin mengelola leverage ini dengan lebih cerdas, yakni dengan memanfaatkan instrumen keuangan yang lebih stabil seperti obligasi pendapatan tetap untuk menjaga struktur keuangannya tetap sehat.

    Saylor mengatakan keputusan final tentang arah leverage akan disesuaikan dengan kondisi pasar pada kuartal pertama 2025. “Kami akan fokus pada pasar pendapatan tetap, tapi semua tergantung situasi saat itu,” katanya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).