KABARBURSA.COM - Permasalahan truk overdimension dan overloading (ODOL) tak hanya menimbulkan kerugian infrastruktur, tetapi juga menyisakan dampak sosial-ekonomi serius bagi para sopir truk.
Negara disebut perlu mengambil langkah berani dan bijak, tidak hanya menertibkan pelanggaran, tetapi juga melindungi kelompok rentan yang terdampak langsung, terutama para pengemudi.
“Harus ada langkah berani dan bijak dari pemerintah untuk menertibkan truk berdimensi dan bermuatan lebih. Tentunya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan masalah kemanusiaan, sosial, dan ekonomi,” ujar Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Agustus 2025.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR mencatat, pemborosan keuangan negara akibat kerusakan jalan nasional, provinsi, dan kabupaten atau kota akibat ODOL mencapai Rp 47,43 triliun setiap tahun. Namun, kerusakan ini hanyalah satu sisi persoalan.
Menurut Djoko, keberadaan ODOL juga menaikkan angka kecelakaan lalu lintas dan menjadikan truk sebagai penyumbang fatalitas tertinggi kedua setelah sepeda motor. Dari sisi ekonomi, praktik ODOL membuat daya saing nasional melemah dan tidak memenuhi standar kawasan perdagangan bebas ASEAN.
Di sisi lain, tekanan justru paling besar dirasakan oleh pengemudi. Data Korlantas Polri per 24 Juli 2025 mencatat, sebanyak 63.786 kendaraan truk dimiliki pribadi (63 persen), dan dari jumlah itu, 79 persen kelebihan muatan. Umumnya, truk pribadi ini beroperasi secara usaha kecil, tidak memiliki badan hukum, serta tidak dilindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan.
Pemerintah Diminta Lindungi Sopir dan Tata Sistem Logistik
Menurut Djoko, langkah penyelesaian harus menyentuh akar permasalahan. Pemerintah melalui Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah telah merumuskan tiga agenda utama: pemberantasan pungutan liar, peningkatan kesejahteraan pengemudi, dan deregulasi serta sinkronisasi aturan terkait angkutan barang.
“Tidak ada solusi yang lahir dari diam di tempat. Meski langkah pertama belum tentu sempurna, itulah yang membuka jalan menuju nyata. Setiap truk besar pun tetap gigi satu untuk mulai berjalan. Begitu pula solusi ODOL harus dimulai dari langkah pertama, meski jalannya belum mulus,” ungkap Djoko.
Sebagai bagian dari Rencana Perpres Penguatan Logistik Nasional, pemerintah juga telah menyiapkan sembilan rencana aksi nasional dan 47 keluaran (output) untuk mendukung implementasi Zero ODOL. Salah satu fokusnya adalah penguatan aspek ketenagakerjaan bagi pengemudi, termasuk upah yang layak, jaminan sosial, dan perlindungan hukum.(*)