KABARBURSA.COM — Aksi ribuan driver ojek online yang turun ke jalan pada 20 Mei 2025 bukan sekadar unjuk rasa biasa. Tuntutan soal tarif adil dan perlindungan kerja itu kini menjelma menjadi sinyal risiko yang makin serius bagi PT GoTo Gojek Tokopedia (GOTO).
Saham emiten teknologi ini stagnan setelah anjlok 11 persen dalam sepekan. Hal ini bisa dibaca bahwa pasar mulai menghitung ulang ancaman di balik konflik sosial yang kian terbuka.
Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menilai gejolak ini bukan lagi "noise" yang bisa diabaikan pasar. “Pasar saham itu cukup sensitif terhadap isu. Ketika muncul sentimen negatif seperti aksi demo besar-besaran, wajar kalau investor mulai menghitung ulang risikonya,” ujarnya kepada KabarBursa.com, Rabu, 21 Mei 2025.
Menurut Myrdal, yang menjadi perhatian utama investor bukan sekadar aksi protesnya, tetapi potensi dampak terhadap operasional harian perusahaan. Jika demo berlangsung dalam jangka pendek dan operasional tetap berjalan normal, pasar kemungkinan akan bersikap tenang. Namun jika aksi berlarut-larut dan menyebabkan gangguan operasional, barulah investor melihat ini sebagai risiko serius.
“Kalau demonya hanya gertakan dan tidak melumpuhkan aktivitas operasional, maka dampaknya ke pasar akan minim. Tapi kalau sampai ada penghentian layanan yang berkepanjangan, investor pasti akan tanggap,” jelasnya.
Ia menambahkan, meskipun tekanan harga saham saat ini bisa saja disebabkan oleh aksi ambil untung (profit taking), situasi ini tetap menjadi sinyal penting untuk jangka menengah.
ESG Jadi Sorotan Investor Institusi
Myrdal sepakat bahwa investor besar yang berbasis pada prinsip Environmental, Social, Governance atau ESG semakin menaruh perhatian pada risiko sosial seperti relasi perusahaan dengan mitra kerjanya. Demonstrasi ini, menurutnya, telah membuka diskusi baru mengenai keberlanjutan model bisnis GOTO dari sisi sosial dan tata kelola.
“Investor yang sophisticated tentu menilai lebih dalam. Mereka akan menilai, apakah relasi GOTO dengan mitra pengemudi bisa tetap sustain atau justru konflik seperti ini akan jadi hambatan jangka panjang,” papar Myrdal.
Isu-isu yang bersinggungan dengan kesejahteraan mitra dan keberlanjutan model kemitraan ini akan dinilai secara kritis oleh investor ESG. Menurutnya, dimensi sosial dalam ESG kini tidak bisa lagi dipisahkan dari analisis risiko bisnis perusahaan teknologi.
Meski demikian, Myrdal menegaskan pada akhirnya investor akan kembali melihat kinerja fundamental perusahaan. Selama performa keuangan GOTO masih solid, gejolak sosial bisa saja dinilai sebagai hambatan sementara.
“Performa keuangan tetap menjadi indikator utama bagi investor. Tapi situasi sosial seperti ini tetap jadi variabel penting dalam menentukan strategi jangka menengah,” katanya.
Myrdal memandang gejolak sosial ini menjadi peringatan bagi GOTO untuk memperkuat tata kelola dan relasi kemitraan secara lebih berkelanjutan. Jika tidak segera dikelola dengan baik, risiko sosial ini bisa menjadi ancaman serius bagi kepercayaan pasar.
“Jadi bukan hanya sekadar unjuk rasa, ini sinyal bahwa ada PR besar yang harus diselesaikan, baik dari sisi governance maupun relasi kerja,” katanya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.