Logo
>

Dolar AS Tertekan Krisis Politik Jepang

Dolar AS menguat terhadap euro dan franc usai kesepakatan dagang dengan Jepang, namun melemah terhadap yen akibat ketidakpastian politik terkait masa depan PM Jepang Shigeru Ishiba.

Ditulis oleh Yunila Wati
Dolar AS Tertekan Krisis Politik Jepang
Ilustrasi seorang pekerja menghitung dolar. (Foto: Dok KabarBursa)

KABARBURSA.COM - Dolar Amerika Serikat bergerak tak searah terhadap sejumlah mata uang utama pada Rabu waktu setempat, 23 Juli 2025. 

Penguatan terhadap franc Swiss dan euro menjadi kabar baik bagi greenback, namun pelemahannya terhadap yen Jepang menunjukkan bahwa pasar belum sepenuhnya bebas dari tekanan geopolitik dan ketidakpastian.

Sumber optimisme datang dari kesepakatan dagang besar antara AS dan Jepang yang diumumkan sehari sebelumnya. Presiden Donald Trump menyampaikan bahwa tarif impor mobil dari Jepang akan diturunkan menjadi 15 persen sebagai imbalan atas paket investasi dan pembiayaan senilai USD550 miliar yang dijanjikan Jepang ke Amerika. 

Kesepakatan ini menjadi langkah nyata terbaru dari strategi dagang Trump sejak mulai menggulirkan kebijakan tarif global pada April lalu.

Efeknya langsung terasa di pasar uang. Dolar menguat terhadap franc Swiss, naik 0,24 persen ke 0,79425 dan mematahkan tren penurunan tiga hari berturut-turut. Terhadap euro, greenback sempat melemah di awal perdagangan, namun berhasil pulih dan ditutup menguat tipis 0,08 persen di USD1,17625.

Kinerja ini mencerminkan kepercayaan pelaku pasar terhadap potensi stabilisasi hubungan dagang AS dengan mitra utamanya.

Namun di sisi lain, dolar justru melemah terhadap yen Jepang. Mata uang Negeri Sakura sempat menguat ke level 146,20 per dolar, terkuat sejak 11 Juli, di tengah kabar bahwa Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mempertimbangkan untuk mundur menyusul kekalahan dalam pemilu majelis tinggi. 

Meski Ishiba kemudian membantah kabar tersebut dan menyebutnya sebagai "sepenuhnya tidak berdasar", pasar tetap bereaksi cepat terhadap ketidakpastian politik di Tokyo.

“Yang menjadi penekan utama pasangan USD/JPY bukan lagi soal ekonomi, melainkan kekhawatiran politik di Jepang,” ujar direktur perdagangan di Monex USA Juan Perez. 

“Pasar membaca adanya tekanan serius terhadap posisi Ishiba, dan itu cukup membuat yen kembali dilirik sebagai aset safe haven,” lanjutnya.

Meski kesepakatan dagang antara AS dan Jepang dipandang positif—terutama bagi sektor otomotif, pasar belum sepenuhnya optimistis. 

Perez menilai bahwa tarif kini telah menjadi alat tawar-menawar permanen dalam setiap negosiasi internasional, dan kesepakatan yang bersifat temporer justru membuat pasar bertanya-tanya, kapan tekanan tarif akan kembali muncul?

Eropa dan AS Semakin Dekat dengan Kesepakatan Dagang

Dari Eropa, dua diplomat mengonfirmasi kepada Reuters bahwa Uni Eropa dan Amerika Serikat juga semakin dekat pada kesepakatan dagang serupa, dengan rencana pemberlakuan tarif rata-rata 15 persen terhadap barang-barang Eropa yang masuk ke AS. 

Ini akan menjadi refleksi dari struktur tarif yang sudah disepakati dengan Jepang. Namun, dengan tenggat 1 Agustus yang kian dekat, investor masih berhati-hati dan cenderung menunggu kepastian hitam di atas putih.

Indeks dolar, yang mengukur nilai greenback terhadap sekeranjang mata uang utama, turun 0,14 persen menjadi 97,33. Ini menjadi hari keempat berturut-turut dolar mengalami tekanan. 

Kepala strategi investasi di PGIM Quantitative Solutions Jeff Young, mengatakan bahwa pasar kemungkinan besar sudah memperhitungkan skenario tarif menyeluruh dalam harga saat ini.

"Tarif 10 persen atau sejenisnya sudah lama diasumsikan pasar. Dampaknya kini bukan hanya soal nilai tukar, tapi bagian dari gambaran makro yang lebih luas," kata Young. 

Ia menambahkan, sulit memisahkan pengaruh tarif dari faktor-faktor lain seperti suku bunga, pertumbuhan global, dan sentimen risiko.

Sementara itu, poundsterling Inggris menguat 0,26 persen ke USD1,35690, dan dolar Australia mencatatkan kenaikan 0,4 persen ke USD0,6584, level tertingginya dalam delapan bulan terakhir.

Pasar valuta asing saat ini mencerminkan kompleksitas dari lanskap ekonomi global, ketika kabar baik dari meja dagang memberikan sentimen positif, ketidakpastian politik di belahan dunia lain bisa langsung membalikkan arah arus modal. 

Dalam konteks itu, kekuatan dolar AS bukan hanya ditentukan oleh kesepakatan tarif, tetapi juga oleh stabilitas geopolitik yang semakin sulit diprediksi.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79