KABARBURSA.COM - Dolar Amerika Serikat kembali menunjukkan ketangguhannya pada perdagangan Jumat pagi WIB, 19 September 2025, setelah sempat tertekan pasca keputusan Federal Reserve memangkas suku bunga acuan.
Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang utama, sempat jatuh ke posisi terendah sejak Februari 2022 di 96,224. Namun, arah berbalik cepat ketika pasar mencerna komentar Ketua The Fed Jerome Powell, dan dolar ditutup menguat 0,4 persen ke 97,347.
Sikap hati-hati Powell menjadi penentu arah. Pemangkasan bunga 25 basis poin memang diambil untuk mengantisipasi pelemahan pasar tenaga kerja, tetapi Powell menegaskan bank sentral tidak terburu-buru dalam melanjutkan pelonggaran.
Komentar ini tidak se-“dovish” seperti harapan sebagian pelaku pasar, yang sebelumnya menduga The Fed akan membuka siklus pemangkasan agresif. Sentimen inilah yang membuat dolar kembali diminati sebagai aset aman, apalagi didukung oleh data penurunan klaim tunjangan pengangguran di AS, yang menandakan ketahanan pasar tenaga kerja meski sempat melunak pada pekan sebelumnya.
Poundsterling Melemah, Diikuti Mata Uang Eropa Lainnya
Kekuatan dolar terlihat jelas dalam pergerakan sejumlah mata uang global. Poundsterling yang awalnya menguat setelah Bank of England mempertahankan suku bunga di 4 persen dan memperlambat penjualan obligasi pemerintah, akhirnya terkoreksi 0,6 persen ke USD1,35515.
Euro juga mundur 0,2 persen ke USD1,17893 setelah sempat menyentuh level tertinggi sejak Juni 2021 di USD1,19185, menandakan dominasi dolar belum tergoyahkan.
Mata uang Eropa lainnya pun melemah. Krone Norwegia jatuh 0,5 persen setelah Norges Bank kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4 persen, langkah kedua dalam tiga bulan terakhir.
Pelaku pasar menilai arah kebijakan yang longgar tersebut membuka peluang pelemahan lanjutan.
Di Asia, yen Jepang melemah 0,6 persen menjadi 147,88 per dolar, menjelang keputusan Bank of Japan pada Jumat. Ekspektasi pasar terbagi, dengan peluang sekitar 50 persen bahwa BoJ akan menaikkan suku bunga seperempat poin pada akhir Maret 2025.
Ketidakpastian politik Jepang, terkait pemilihan pemimpin baru Partai Demokrat Liberal pasca pengunduran diri Perdana Menteri Shigeru Ishiba, turut menambah tekanan pada yen.
Di kawasan Pasifik, dolar Selandia Baru menjadi salah satu yang terlemah dengan penurunan 1,4 persen. Data Produk Domestik Bruto kuartal II-2025 yang kontraksi 0,9 persen, lebih buruk dari proyeksi, menambah spekulasi bahwa Reserve Bank of New Zealand akan kembali melonggarkan kebijakan moneter.
Sentimen ini mendorong investor keluar dari kiwi, dan mempertegas penguatan dolar AS di pasar global.
Secara keseluruhan, pergerakan dolar mencerminkan perpaduan faktor fundamental dan sentimen kebijakan. Meski The Fed sudah memangkas suku bunga, ketegasan Powell untuk tidak tergesa-gesa menurunkan suku bunga lebih lanjut membuat dolar kembali mendapatkan dukungan.
Sementara itu, kelemahan data makro di sejumlah negara, pemangkasan suku bunga oleh bank sentral lain, serta ketidakpastian geopolitik, semakin meneguhkan posisi greenback sebagai pilihan utama investor.
Outlook ke depan masih sangat bergantung pada arah kebijakan moneter The Fed, tetapi untuk saat ini dolar tetap menjadi mata uang yang paling tangguh di tengah turbulensi global.(*)