KABARBURSA.COM – Kurs dolar Amerika Serikat yang kian melemah membuat sejumlah pengelola dana pensiun dan asset manager global menambah lapisan lindung nilai (hedge) terhadap portofolio saham Wall Street yang mereka kendalikan.
Sebelumnya, eksposur alamiah terhadap greenback justru berfungsi sebagai penahan guncangan ketika saham-saham New York merosot. Namun korelasi itu retak sejak pemerintah Donald Trump mengumumkan tarif dagang masif pada 2 April yang indeks dolar (DXY) tersungkur ke titik terendah tiga tahun berbarengan dengan jatuhnya indeks saham AS.
“Jika tren ini bertahan, akan semakin banyak klien mengambil langkah serupa,” kata Van Luu, Global Head of Solutions Strategy Fixed Income & FX di Russell Investments London, dikutip dari Reuters di Jakarta, Rabu, 2 Juli 2025.
Ia menyebut sekitar 10 persen klien dana pensiun Russell di Eropa dan Inggris telah menaikkan rasio lindung portofolio internasional mereka—salah satunya dari 50 persen menjadi 75 persen—guna melindungi saham AS dari pelemahan dolar.
Sepanjang tahun berjalan, dolar telah susut 10 persen, termasuk 6,5 persen sejak apa yang disebut Trump sebagai “Hari Pembebasan” pada April. Sebaliknya, S&P 500 melambung 24 persen pascacorreksi April dan kini naik 5,3 persen secara tahunan, mendekati rekor baru. Indeks MSCI saham global di luar AS pun meroket 16 persen.
“Tidak cukup melihat pasar saham dan berkata segalanya kembali normal,” ucap Manajer Portofolio Valas BNP Paribas Asset Management, Peter Vassallo.
BNP memangkas eksposur dolar di portofolio saham dan obligasi, lalu membangun posisi opsi yang signifikan—termasuk membeli euro, yen, dan dolar Australia—berbanding terbalik dengan posisi “overweight” dolar yang mereka miliki akhir tahun lalu.
“Pergantian kebijakan yang makin tidak pasti menciptakan persepsi bahwa AS lebih ‘hostile’ terhadap arus modal dan perdagangan internasional,” kata Vassallo.
Porsi Lindung Nilai Kian Gemuk
Di sektor pensiun Inggris, St. James’s Place mempertahankan skema lindung strategis yang memungkinkan pengurangan eksposur mata uang asing hingga 20 persen demi mempertebal dominasi pound sterling. “Strategi ini telah menguntungkan kinerja portofolio kami,” ujar Chief Investment Officer Justin Onuekwusi, seraya menilai dolar kini mendekati nilai kewajaran jangka panjang sehingga porsi hedging dolar dikurangi tipis.
Data Departemen Keuangan AS menunjukkan investor asing menggenggam lebih dari USD30 triliun (sekitar Rp489 kuadriliun) surat berharga AS. Rinciannya USD17 triliun (sekitar Rp277 kuadriliun) saham dan USD12 triliun (sekitar Rp196 kuadriliun) obligasi jangka panjang. Tak heran, setiap pergerakan dolar berdampak besar pada return mereka.
Global Head of Currency Management Northern Trust, Marcus Fernandes, menilai divergensi korelasi risiko saat ini lebih tajam ketimbang sebelumnya. “Karena itu orang berpikir lebih cepat: ‘Saya perlu menaikkan hedge ratio’,” ujarnya. “Begitu diskusinya dimulai, biasanya berujung kenaikan lindung nilai.”
Fenomena pemangkasan eksposur dolar menandai perubahan sikap investor institusi global. Mereka tak lagi mengandalkan greenback sebagai sabuk pengaman otomatis, melainkan aktif mengelola risiko valas agar portofolio tak tergerus kurs yang goyah.(*)