KABARBURSA.COM - DPR RI mensahkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau RUU APBN 2025 menjadi UU APBN 2025 melalui Rapat Paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 19 September 2024.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengatakan pihaknya bersama pemerintah telah menyepakati seluruh asumsi APBN dalam menjawab risiko tantangan perekonomian dalam negeri di tahun pertama kepemimpinan Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
“Kita berharap persembahan terakhir Badan Anggaran bersama Pemerintah ini menjadi sebuah karya baik bagi pemerintah ke depan, rakyat, bangsa, dan negara, serta menjawab kebutuhan anggaran dari presiden terpilih Prabowo Subianto,” kata Said dalam konferensi persnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, 19 September 2024.
Said menuturkan, APBN 2025 menjadi kerangka kerja yang kokoh dalam asumsi dasar ekonomi makro untuk mendorong pertumbuhan hingga 5,2 persen. Optimisme pertumbuhan ekonomi di tahun 2025 juga sejalan dengan prediksi lembaga internasional.
Begitu juga dengan target penurunan inflasi yang ditargetkan dalam APBN 2025, yakni sebesar 2,5 persen. Said menyebut inflasi Indonesia telah mencapai angka normal dibandingkan negara-negara lainnya. “Di saat negara lain masih berjuang menurunkan angka inflasi, kita sudah bisa mencapai angka inflasi normal, sama seperti saat sebelum terjadi krisis,” ujarnya.
Said juga menuturkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga ditargetkan Rp16.100 dalam APBN 2025. Mesk begitu, Banggar merevisi target tersebut dengan mendorong nilai tukar ke level yang lebih rendah sebesar Rp16.000 di tahun 2025. “Pimpinan Badan Anggaran mendorong agar lebih rendah di level 15.900. Namun kita bersepakat akhirnya di Rp16.000 per satu USD,” ungkapnya.
Di sisi lain, Banggar dan pemerintah juga menyepakati anggaran pendidikan minimal 20 persen, yakni Rp724,26 triliun dari APBN 2025 yang disahkan. Begitu juga dengan tingginya angka stunting, APBN juga diharapkan bisa menyelesaikan persoalan stunting melalui dukungan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Jujur saja, kita sudah on the track untuk terus berlari menuju negara maju di 2024 nanti. Kita sudah meletakkan kerangka kerja yang cukup kokoh dalam asumsi dasar ekonomi makro tahun 2025,” tutupnya.
Adapun rincian alokasi anggaran APBN 2025 sebagai berikut:
- Pendapatan negara Rp3.005,1 triliun
- Pendapatan dalam negeri Rp3.004,56 triliun
- Penerimaan perpajakan Rp2.490,91 triliun
- PNBP Rp513,63 triliun
- Hibah Rp581 triliun
- Belanja negara Rp3.621,31 triliun
- Belanja pemerintah pusat Rp2.701,44 triliun
- Belanja K/L Rp1.160,60 triliun
- Belanja non K/L Rp1.541,35 triliun
- TKD Rp919 triliun
- Total anggaran pendidikan Rp724,26 triliun
- Rasio anggaran pendidikan sebagaimana juga disebutkan sebelumnya 20 persen
- Keseimbangan primer Rp63,33 triliun
- Defisit Rp616,1 triliun, 2,53 persen terhadap PDB
- Pembiayaan anggaran Rp616,1 triliun.
APBN Disandera Utang
Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia, Salamudin Daeng, menggambarkan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2025 dengan perumpamaan yang tajam. Menurutnya, APBN saat ini seperti dipenggal oleh beban utang yang semakin menumpuk.
“APBN Indonesia bukan APBN yang hidup, dia telah dipenggal kepalanya,” kata Salamudin dalam keterangan tertulis, Kamis, 12 September 2024.
Dia menjelaskan, pembayaran bunga utang, baik dalam maupun luar negeri, telah menguras sebagian besar anggaran negara. “Bayangkan bagaimana utang menyandera APBN,” ujarnya.
Berdasarkan RAPBN 2025, pembayaran bunga utang diproyeksikan mencapai Rp552,9 triliun, naik 10,8 persen dari 2024. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp497,6 triliun dialokasikan untuk utang dalam negeri, sementara Rp55,2 triliun untuk utang luar negeri.
Pembayaran bunga utang telah mengalami peningkatan signifikan. Pada 2020, angkanya mencapai Rp314,1 triliun dan kini diproyeksikan mencapai Rp552,9 triliun pada 2025—sebuah lonjakan 75,8 persen dalam lima tahun terakhir. “Kecepatan meningkatnya bunga utang jauh dibandingkan dengan kecepatan naiknya penerimaan dalam APBN Indonesia,” tegas Salamudin.
Lebih jauh, ia juga memperingatkan jatuh tempo utang akan menjadi masalah serius di tahun-tahun mendatang. Tahun 2023, utang jatuh tempo mencapai Rp539,9 triliun, sementara pada 2024 jumlahnya diproyeksikan mencapai Rp335,2 triliun. Jika tren ini terus berlanjut, pada 2025 utang jatuh tempo dan bunga utang bisa menembus angka Rp1.000 triliun.
Kondisi ini, menurut Salamudin, menyisakan sedikit ruang bagi APBN untuk alokasi lainnya, seperti krisis global yang diprediksi akan terjadi pada 2025 hingga 2027. “APBN tersisa untuk gaji dan tunjangan pegawai, dan tidak ada lagi sisa dana yang dapat digunakan untuk menghadapi krisis besar ke depan,” ucapnya.
Padahal, Indonesia memiliki potensi besar dalam sumber daya alam, terutama batu bara dan nikel. “Kita akan memproduksi 1 miliar ton batu bara senilai Rp2.000 triliun. Kita akan menjadi produsen nikel olahan terbesar di dunia,” ujarnya. Namun, Salamudin mengkritisi bagaimana sumber daya tersebut belum optimal mengisi APBN.
Salamudin berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk mengembalikan aset-aset ilegal di luar negeri. “Batin elite Indonesia, pemimpin besar Indonesia, yang sejernih intan, dan hatinya yang sekokoh karang laut selatan, akan menuntaskan masalah ini dengan patriotik,” sindirnya.(*)