KABARBURSA.COM – Kementerian Keuangan Jepang akan menggelar lelang obligasi pada Selasa, 7 Oktober 2025, sehari setelah kemenangan politisi Sanae Takaichi mengguncang pasar dan mendorong lonjakan imbal hasil surat utang berjangka panjang.
Kondisi ini meningkatkan taruhan terhadap penerbitan surat utang pertama pemerintah setelah hasil pemilu internal partai berkuasa, yang akan dipantau secara global menyusul dua hasil lelang obligasi yang mengecewakan pekan lalu dan kembali memicu kekhawatiran atas pengeluaran fiskal di pasar utama dunia.
“Keprihatinan terhadap memburuknya kondisi fiskal dan potensi penurunan peringkat kredit telah mendorong kenaikan imbal hasil jangka panjang,” kata Katsutoshi Inadome, kepala strategi di Sumitomo Mitsui Trust Asset Management Co.
“Hal itu meningkatkan kemungkinan lelang kali ini menghasilkan hasil yang lemah,” tambah Inadome.
Gejolak baru di pasar Jepang juga menyebabkan nilai yen anjlok pada Senin, 6 Oktober 2025, sementara saham melonjak tajam, dengan pergerakan paling kuat terjadi pada obligasi berjangka panjang.
Menurut Goldman Sachs Group Inc., lonjakan imbal hasil di Jepang dapat berimbas hingga ke pasar Amerika Serikat dan Inggris, setelah imbal hasil jangka panjang di AS dan Jerman turut naik pada hari yang sama.
Imbal hasil obligasi tenor 30 tahun Jepang naik ke sekitar 3,28 persen, mendekati rekor tertingginya. Level tersebut bisa menarik sebagian pembeli, terutama setelah pemerintah mengumumkan rencana untuk memangkas penerbitan obligasi super-jangka panjang. Namun, langkah itu dinilai belum cukup untuk menstabilkan permintaan pasar.
Fokus utama akan tertuju pada rasio bid-to-cover saat hasil lelang diumumkan pada pukul 12:35 waktu Tokyo. Dalam lelang obligasi tenor 30 tahun sebelumnya pada awal September, rasio ini berada di level 3,31, sejalan dengan rata-rata 12 bulan terakhir.
Selain itu, selisih antara harga rata-rata dan harga terendah yang diterima atau “tail”, akan menjadi indikator penting untuk mengukur minat investor.
“Sekalipun kupon tinggi, permintaan terhadap obligasi berdurasi panjang mungkin tetap lemah, sehingga kewaspadaan diperlukan dalam lelang kali ini,” tulis Miki Den, ahli strategi suku bunga senior di SMBC Nikko Securities Inc., dalam catatannya.
Ia menambahkan, kemenangan Takaichi membuat investor obligasi super-panjang kemungkinan akan mengambil sikap menunggu, sehingga sulit bagi imbal hasil untuk turun.
Pasar Jepang terkejut atas hasil pemilihan Partai Demokrat Liberal (LDP) yang dimenangkan Takaichi, karena banyak investor sebelumnya memperkirakan kemenangan akan diraih oleh Shinjiro Koizumi, tokoh politik yang dianggap lebih berhati-hati dalam kebijakan fiskal dan dinilai akan mendukung kebijakan kenaikan suku bunga bertahap Bank of Japan (BoJ).
Bahkan sebelum pemungutan suara, investor obligasi sudah bersikap hati-hati setelah partai oposisi menyerukan pemotongan pajak.
Hasil lelang sebelumnya turut memperkuat kehati-hatian pasar. Dua lelang yang kurang diminati pekan lalu menegaskan rapuhnya sentimen dan menunjukkan bahwa imbal hasil obligasi super-panjang Jepang semakin menjadi acuan penting bagi pasar obligasi global.
Gejolak di awal pekan menunjukkan investor mulai beralih ke obligasi berjangka pendek Jepang, dengan surat utang tenor dua dan lima tahun menguat.
Setelah lelang Selasa ini, pasar juga harus menyerap penerbitan obligasi tenor lima tahun yang dijadwalkan pada Kamis.
Selisih antara imbal hasil obligasi tenor lima tahun dan 30 tahun Jepang naik 14 basis poin menjadi 206 basis poin pada Senin, memperlebar kurva imbal hasil yang sudah menjadi yang paling curam di antara negara-negara maju. (*)