Logo
>

Efisiensi Anggaran: 16 Pos Belanja K/L Dipangkas hingga 90 Persen

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Efisiensi Anggaran: 16 Pos Belanja K/L Dipangkas hingga 90 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan surat edaran yang menginstruksikan seluruh kementerian/lembaga untuk melakukan efisiensi anggaran terhadap 16 kategori belanja.

    Surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang diterbitkan di Jakarta pada Selasa ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025. Dalam instruksi tersebut, Presiden Prabowo Subianto meminta agar K/L melakukan penghematan anggaran sebesar Rp256,1 triliun. Seperti dikutip Rabu 29 Januaari 2025.

    Menanggapi arahan tersebut, Sri Mulyani menetapkan 16 pos belanja yang harus dikurangi, dengan besaran pemangkasan bervariasi antara 10 persen hingga 90 persen. Beberapa pos yang terdampak antara lain: anggaran alat tulis kantor (ATK) yang harus dipangkas hingga 90 persen; kegiatan seremonial sebesar 56,9 persen; rapat, seminar, dan acara sejenis sebesar 45 persen; kajian dan analisis 51,5 persen; serta pelatihan dan bimtek sebesar 29 persen.

    Selain itu, belanja untuk percetakan dan suvenir akan dipangkas 75,9 persen, sewa gedung, kendaraan, dan peralatan 73,3 persen; lisensi aplikasi 21,6 persen; jasa konsultan 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; serta pos lainnya sebesar 59,1 persen.

    Untuk pelaksanaannya, menteri atau pimpinan lembaga diminta untuk mengidentifikasi rencana efisiensi sesuai dengan persentase yang ditetapkan. Efisiensi ini mencakup baik belanja operasional maupun non-operasional.

    Sri Mulyani menekankan bahwa identifikasi efisiensi tidak mencakup belanja pegawai maupun bantuan sosial. Ia juga meminta agar efisiensi lebih diutamakan pada anggaran yang tidak berasal dari pinjaman dan hibah, serta dana yang tidak terkait dengan penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU) yang disetorkan ke kas negara pada TA 2025, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang terkait dengan penerbitan SBSN.

    Setiap menteri atau pimpinan lembaga diharuskan menyampaikan rencana efisiensi kepada DPR dan melaporkan persetujuannya kepada Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Anggaran paling lambat pada 14 Februari 2025.

    Apabila hingga batas waktu tersebut tidak ada laporan revisi, Kementerian Keuangan bersama Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) akan mencatatnya secara mandiri dalam halaman IV A DIPA.

    Stabilitas Ekonomi Internasional

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, memberikan sorotan tajam terhadap dampak ketegangan politik global terhadap stabilitas ekonomi internasional, terutama dalam menghadapi tantangan yang kian berat bagi negara-negara maju.

    Dalam konferensi pers APBN Kita yang digelar di Jakarta pada Rabu, 11 Desember 2024, Sri Mulyani menegaskan bahwa ketegangan politik domestik di berbagai negara tidak hanya mempengaruhi kebijakan internal, tetapi juga memperburuk ketidakpastian ekonomi global.

    Sri Mulyani mengungkapkan contoh nyata dari Inggris, di mana ketegangan politik yang berakar dari isu kebijakan anggaran memicu krisis politik, bahkan berujung pada pergantian pemerintahan.

    “Dinamika politik dalam negeri yang dipicu isu budget menjadi penyebab pergantian pemerintahan di Inggris. Ini menunjukkan bagaimana tekanan global dan domestik saling berkaitan,” kata Menkeu.

    Isu anggaran ini menjadi titik krisis yang memperlihatkan betapa rapuhnya kestabilan politik dapat memengaruhi perekonomian, dan bagaimana perubahan kebijakan fiskal di tingkat domestik dapat memperburuk kondisi ekonomi.

    Di Eropa, Jerman dan Prancis juga menghadapi tantangan serupa. Kedua negara ekonomi terbesar di kawasan ini berjuang untuk menyusun kebijakan fiskal yang dapat mengatasi tekanan dari kondisi ekonomi global yang tidak menentu, sekaligus mendapatkan dukungan politik domestik.

    Negara-negara ini berada di persimpangan jalan, di mana kebijakan fiskal mereka harus cukup fleksibel untuk merespons dinamika global, namun juga harus memenuhi kebutuhan politik dalam negeri yang semakin kompleks.

    Sri Mulyani kemudian beralih pada situasi di Amerika Serikat, di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump yang terpilih untuk periode kedua. Kebijakan populis yang mengedepankan pemotongan pajak korporasi, peningkatan tarif perdagangan, dan langkah-langkah proteksionis terhadap negara-negara seperti China dan negara-negara BRICS, menjadi sorotan utama.

    Sri Mulyani memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi memperburuk ketegangan ekonomi global, dengan ancaman tarif tinggi yang dipandang sebagai instrumen dalam persaingan geopolitik dan ekonomi. Sebagai contoh, kebijakan tarif yang akan dikenakan pada negara-negara BRICS serta rencana tarif terhadap China yang bisa mencapai 60 persen, menambah ketegangan yang sudah ada.

    Kenaikan Pasar Saham

    Karenanya, ia menekankan dampak dari kebijakan ini pada perekonomian AS, yang meskipun sempat menikmati kenaikan pasar saham karena kebijakan yang mendukung dunia bisnis, namun di sisi lain, defisit fiskal yang semakin besar dan lonjakan utang negara menciptakan ketidakseimbangan.

    “Pasar saham memang meningkat, tetapi dengan defisit yang besar dan utang yang melonjak, yield obligasi justru ikut meroket, sebuah tren yang tidak seharusnya terjadi,” tambahnya.

    Dalam menghadapi ketidakpastian yang terus meningkat, Sri Mulyani menekankan pentingnya kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif dan kolaboratif.

    “Situasi ini memerlukan kewaspadaan ekstra. Kebijakan yang responsif dan bekerja sama antarnegara sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketegangan geopolitik yang semakin kompleks,” ujarnya.

    Pesan ini menggarisbawahi bahwa untuk menjaga kestabilan ekonomi global, negara-negara perlu mengedepankan kebijakan yang tidak hanya bersifat nasional tetapi juga berorientasi pada kerjasama internasional untuk merespons dinamika yang ada.

    Dengan ketegangan yang terus berkembang, Sri Mulyani mengingatkan bahwa dunia harus siap menghadapi ketidakpastian ekonomi yang lebih besar, dan negara-negara harus lebih bijaksana dalam merumuskan kebijakan agar dapat menavigasi krisis ini tanpa memperburuk keadaam ekonomi global yang usdah rapuh.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.