Logo
>

Ekonom Ingatkan Independensi Pemerintah Terkait Jual SUN pada BI

Ditulis oleh Deden Muhammad Rojani
Ekonom Ingatkan Independensi Pemerintah Terkait Jual SUN pada BI

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pengamat ekonomi Arianto Muditomo, mengingatkan adanya bahaya laten dari keputusan pemerintah menjual Surat Utang Negara (SUN) kepada Bank Indonesia (BI) dengan nilai yang cukup fantastis, yaitu Rp150 triliun.

    “Pembelian surat utang ini merupakan langkah strategis untuk menjaga likuiditas pasar dan mendukung pembiayaan pemerintah. Namun, sinergi ini harus tetap berada dalam koridor independensi BI agar tidak memicu persepsi negatif di pasar,” kata Arianto kepada Kabarbursa.com,  Jumat, 3 Januari 2025.

    Menurut Arianto, pembelian surat utang negara ini memang memiliki dampak positif untuk jangka pendek, yaitu menjaga stabilitas pasar keuangan. Likuiditas tambahan yang disuntikkan oleh BI mampu meredam gejolak pasar obligasi domestik dan menenangkan investor. Namun, di sisi lain, ia mengingatkan risiko jangka panjang yang mengintai, mulai dari potensi inflasi hingga ketergantungan fiskal yang berlebihan pada otoritas moneter.

    Arianto menyoroti bahwa pembelian obligasi ini dapat menjadi sinyal bahwa pemerintah menghadapi tantangan besar dalam menarik pembiayaan dari pasar, khususnya di tengah kondisi global yang sulit.

    “Dengan rasio utang terhadap PDB yang meningkat, beban fiskal menjadi lebih berat. Meski posisi cadangan devisa cukup kuat, langkah ini bisa meningkatkan kekhawatiran investor jika dianggap sebagai sinyal ketergantungan pemerintah pada BI,” jelasnya.

    Ia juga mengingatkan, dalam jangka panjang, tekanan inflasi berpotensi meningkat jika kebijakan ini tidak diiringi dengan pengelolaan moneter yang ketat. Selain itu, penurunan akses sektor swasta terhadap kredit juga bisa terjadi, karena perhatian lebih banyak tertuju pada pembiayaan pemerintah.

    Meski kebijakan ini dinilai cukup efektif untuk mendukung pemulihan ekonomi, Arianto menegaskan bahwa manfaatnya akan terbatas tanpa reformasi struktural.

    “Efisiensi alokasi anggaran pemerintah menjadi kunci. Konsolidasi fiskal jangka menengah harus dilakukan agar dampak positif tidak tergerus oleh peningkatan beban utang,” katanya.

    Selain itu, pemerintah perlu mengoptimalkan penerimaan pajak dan mempercepat reformasi sektor keuangan untuk menarik lebih banyak investor domestik dan asing. Menurutnya, pengembangan pasar obligasi domestik juga harus menjadi prioritas untuk mengurangi ketergantungan pada BI.

    Arianto juga menyoroti pentingnya komunikasi kebijakan yang transparan dan konsisten antara pemerintah dan BI.

    “Kebijakan ini, jika terlalu agresif, dapat mempengaruhi persepsi risiko fiskal Indonesia di pasar global, yang pada akhirnya berpotensi menurunkan peringkat utang negara dan meningkatkan biaya pinjaman internasional,” tambahnya.

    Ia menilai bahwa transparansi menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan pasar global. Pemerintah dan BI harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya berorientasi pada jangka pendek, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Sebagai alternatif, Arianto menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada penguatan pendapatan negara melalui optimalisasi pajak dan efisiensi belanja.

    “Sinergi antara BI dan pemerintah harus diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang, tanpa mengorbankan inflasi dan risiko fiskal,” ujarnya.

    Pernah Dilakukan Saat COVID-19

    Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa strategi ini bukanlah hal baru, karena pola serupa pernah terjadi saat pandemi COVID-19.

    “Pada masa Covid-19, BI juga membeli obligasi di pasar primer untuk membantu pemerintah. Namun, saat ini kondisinya berbeda karena bukan pandemi, melainkan tekanan ekonomi global dan kebutuhan besar pemerintah,” kata Ibrahim, Kamis 2 Januari 2025.

    Ibrahim mengungkapkan, pemerintah memilih menerbitkan obligasi bertenor panjang, yaitu 10 tahun, untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Namun, sebagian besar obligasi ini sudah “dipesan” oleh BI sebelum dilelang ke pasar. Hal ini dilakukan untuk memastikan dana segar bisa diperoleh lebih cepat tanpa risiko lelang gagal.

    “Pemerintah saat ini membutuhkan dana besar untuk berbagai program, seperti program makanan sehat yang dimulai Januari ini. Untuk itu, pemerintah menjual obligasi senilai Rp775,87 triliun, dengan Rp150 triliun dibeli langsung oleh BI,” jelasnya.

    Meski langkah ini membantu pemerintah menghindari gagal bayar, Ibrahim menyoroti potensi dampaknya terhadap inflasi.

    “Dengan persaingan ketat di pasar obligasi global, seperti Tiongkok yang menggelontorkan obligasi senilai 3 triliun Yuan, yield obligasi Indonesia bisa meningkat hingga 8 persen. Namun, suku bunga tinggi ini justru membuat obligasi pemerintah lebih menarik bagi investor domestik,” tambahnya.

    Selain itu, ia menilai bahwa keputusan ini dapat mempengaruhi independensi BI.

    “Strategi ini terpaksa dilakukan karena pemerintah belum siap membayar obligasi yang jatuh tempo. Meski ada risiko, BI mengambil langkah ini untuk menjaga stabilitas rupiah yang saat ini melemah di atas Rp16.000 per Dolar AS,” ujarnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Deden Muhammad Rojani

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.