KABARBURSA.COM - Pemerintah menargetkan pendirian 80.000 unit Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan hingga akhir 2025. Program ini dinilai sebagai bentuk afirmasi negara terhadap ekonomi rakyat berbasis gotong royong.
Namun, Ariyo Irhamna, Ekonom Universitas Paramadina dan Kepala Ekonom BPP HIPMI, mengingatkan bahwa ambisi besar tersebut harus disertai pendekatan yang bertumpu pada kualitas, bukan sekadar pencapaian kuantitas.
Menurut Ariyo, koperasi bukan sekadar entitas hukum yang bisa dibentuk begitu saja, melainkan lembaga ekonomi sosial yang memerlukan pembinaan menyeluruh.
"Jika koperasi hanya dibentuk karena target program, maka besar kemungkinan menjadi lembaga kosong atau instrumen penyaluran kredit yang tak sehat," ujarnya dalam keterangannya dikutip Kamis, 10 Juli 2025
Ia juga menyatakan bahwa skema pembiayaan hingga Rp3 miliar per koperasi dari bank Himbara memang potensial, namun dapat menjadi bumerang jika tidak disertai kesiapan kelembagaan.
Menurutnya, tanpa sumber daya manusia yang mumpuni, tata kelola yang akuntabel, dan integrasi pasar yang memadai, pendirian koperasi justru akan menimbulkan risiko keuangan yang serius.
Ariyo menyoroti potensi kemiripan dengan kegagalan proyek infrastruktur BUMN karya di era Jokowi. Dalam pengamatannya, pemaksaan alokasi dana tanpa studi kelayakan dan perencanaan matang bisa menjerumuskan bank BUMN ke situasi serupa.
Lebih jauh, ia menilai arah kebijakan koperasi semestinya beranjak dari pendekatan populistik menuju strategi berbasis kelembagaan. Ia menekankan bahwa pemerintah perlu berani keluar dari logika program jangka pendek dan seremonial.
"Pilar ekonomi rakyat akan runtuh jika dibangun dengan fondasi yang rapuh. Kita butuh koperasi yang kuat secara institusional, bukan sekadar banyak secara jumlah," kata Ariyo.
Baginya, langkah realistis dan lebih cepat untuk memperkuat ekosistem koperasi adalah melalui pembentukan koperasi sekunder oleh BUMN perbankan. Koperasi primer yang sudah teruji di daerah dapat menjadi anggota dan menjalankan kegiatan ekonomi dengan dukungan finansial dan manajerial yang lebih kokoh.
Sebelumnya, Kepala Ekonom BPP HIPMI sekaligus pengajar di Universitas Paramadina, Ariyo Irhamna, mengimbau pemerintah agar mengacu pada praktik koperasi modern seperti yang diterapkan di Belanda, Kanada, dan Finlandia dalam mengembangkan koperasi di Indonesia.
Ia menyoroti contoh Rabo Bank yang awalnya merupakan koperasi pertanian dan kini telah menjelma menjadi institusi keuangan besar, namun tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip koperasi dalam operasionalnya.
Ariyo juga mengangkat nama Desjardins Group serta OP Financial Group sebagai contoh lain. Keduanya menunjukkan bahwa koperasi yang dikelola secara profesional tak hanya mampu tumbuh menjadi lembaga ekonomi yang solid, tapi juga tetap setia pada komunitas yang dilayaninya.
“Kita bisa mengadopsi model koperasi sekunder yang terintegrasi secara sektoral dan regional. BRI misalnya, dapat fokus pada pertanian, Mandiri di sektor perdagangan, dan BNI untuk industri kecil-menengah,” ujar Ariyo dalam keterangannya, Kamis, 10 Juli 2025.
Menurutnya, skema seperti itu akan membuat pengelolaan koperasi lebih terstruktur dan menghindari tumpang tindih fungsi antar lembaga di tingkat lapangan. Koperasi sekunder pun dinilai bisa berperan sebagai saluran yang lebih efisien untuk menyalurkan bantuan pemerintah kepada UMKM serta memperkuat sistem pembiayaan yang sehat dan terkoordinasi.
Ia menambahkan, penguatan koperasi nasional semestinya dimulai dari penguatan koperasi primer yang sudah berjalan baik. Upaya ini mencakup konsolidasi serta pendampingan, bukan dengan membentuk ribuan koperasi baru secara serentak dalam waktu singkat.
“Koperasi adalah lembaga yang hidup dari kepercayaan dan kapasitas kolektif. Membangunnya butuh waktu dan kualitas. Jangan sampai upaya besar ini justru merusak citra koperasi karena pendekatan instan," katanya.
Lebih jauh, Ariyo menekankan perlunya pergeseran paradigma. Pemerintah, menurut dia, sebaiknya meninggalkan pola pembangunan koperasi yang cenderung populis dan menggantinya dengan pendekatan berbasis pasar yang inklusif dan dijalankan secara profesional.
Ia meyakini, jika strategi tersebut diterapkan, koperasi Indonesia tidak hanya akan menjadi simbol ekonomi rakyat, tapi juga tumbuh sebagai pilar penting dalam sistem ekonomi nasional yang berdaya saing dan mandiri di tingkat global.(*)