KABARBURSA.COM - Pertumbuhan ekonomi China mengalami perlambatan, mencapai titik terendah dalam lima kuartal terakhir. Ketidakpastian dalam belanja konsumen menambah tekanan pada pembuat kebijakan untuk memperkenalkan lebih banyak stimulus fiskal.
Pada kuartal II 2024, produk domestik bruto China mencatat pertumbuhan 4,7 persen dibandingkan tahun lalu, angka ini lebih rendah dari estimasi 28 lembaga yang melakukan analisis.
Penjualan ritel China meningkat secara bulanan, tetapi dengan laju terendah sejak Desember 2022. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk membangkitkan kepercayaan konsumen belum membuahkan hasil.
Dalam survei Reuters, pertumbuhan ekonomi China juga tidak memenuhi ekspektasi 5,1 persen dan melambat dari pertumbuhan 5,3 persen pada kuartal sebelumnya.
Perlambatan ini berdampak langsung pada sektor konsumen, dengan pertumbuhan penjualan ritel turun ke level terendah dalam 18 bulan, diakibatkan oleh tekanan deflasi yang mendorong usaha untuk menurunkan harga, mulai dari mobil hingga pakaian.
"Secara keseluruhan, data PDB yang mengecewakan menunjukkan bahwa mencapai target pertumbuhan 5 persen masih menghadapi banyak tantangan," ujar Lynn Song, Kepala Ekonom ING untuk China.
Lynn mengungkapkan, jatuhnya harga properti dan saham serta pertumbuhan upah yang rendah di tengah pemangkasan biaya berbagai industri membuat daya konsumsi menurun. Hal itu menyebabkan peralihan dari pengeluaran untuk pembelian tiket yang relatif mahal menjadi pemenuhan konsumsi.
Pembuat jam tangan terbesar di dunia, Swatch Group melaporkan penurunan tajam dalam penjualannya. Perusahaan tersebut juga melaporkan penurunan laba di tengah permintaan yang lemah di China.
Krisis properti yang berlangsung selama bertahun-tahun semakin dalam pada bulan Juni karena harga rumah baru turun. Kondisi tersebut menghancurkan kepercayaan konsumen dan membatasi kemampuan pemerintah daerah yang terbebani utang untuk menghasilkan dana segar melalui penjualan tanah.
Stimulus Ekonomi Analis memperkirakan pemangkasan utang dan peningkatan kepercayaan akan menjadi fokus utama pertemuan kepemimpinan ekonomi utama di Beijing pada pekan ini. Di sisi lain para analis menilai penyelesaian salah satu masalah dapat menyulitkan untuk memperbaiki masalah lainnya.
Pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,0 persen pada 2024. Hal itu merupakan target yang menurut banyak analis ambisius dan mungkin memerlukan lebih banyak stimulus.
Perlambatan pertumbuhan yang lebih tajam dari perkiraan pada kuartal kedua mendorong Goldman Sachs menurunkan perkiraan pertumbuhan China pada 2024 menjadi 4,9 persen dari 5,0 persen. "Untuk mengatasi permintaan domestik yang lemah, kami yakin pelonggaran kebijakan lebih lanjut diperlukan hingga akhir tahun ini, terutama di bidang fiskal dan perumahan," kata ekonom Goldman Sachs, yang dipimpin oleh Lisheng Wang.
Jauh dari Harapan
Pertumbuhan ekonomi Cina pada kuartal kedua jauh di bawah harapan, terutama akibat penurunan yang berkepanjangan di sektor properti. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa pemerintah perlu mengeluarkan lebih banyak stimulus untuk memulihkan perekonomian. Pada periode April-Juni 2024, ekonomi Cina tumbuh 4,7 persen, laju terendah sejak kuartal pertama 2023 dan lebih rendah dari ekspektasi 5,1 persen menurut jajak pendapat Reuters. Pertumbuhan ini juga melambat dibandingkan dengan 5,3 persen pada kuartal sebelumnya.
Sektor konsumen menjadi perhatian utama, dengan penjualan ritel turun ke level terendah dalam 18 bulan akibat tekanan deflasi yang mendorong perusahaan untuk menurunkan harga berbagai barang, termasuk mobil dan pakaian. Lynn Song, Kepala Ekonom ING untuk Greater China, menyatakan bahwa data PDB yang mengecewakan menunjukkan tantangan besar dalam mencapai target pertumbuhan 5 persen.
Kekayaan negatif akibat penurunan harga properti dan saham serta pertumbuhan upah yang stagnan berkontribusi terhadap penurunan konsumsi. Perusahaan seperti Swatch Group juga mengalami penurunan penjualan karena lemahnya permintaan di Cina. Krisis properti semakin mendalam dengan penurunan harga rumah baru yang tercepat dalam sembilan tahun, yang merusak kepercayaan konsumen dan membatasi kemampuan pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana melalui penjualan tanah.
Pertemuan para pemimpin ekonomi di Beijing pekan ini diharapkan membahas pemotongan utang dan peningkatan kepercayaan pemerintah. Target pertumbuhan 5,0 persen untuk tahun 2024 dinilai terlalu ambisius oleh banyak analis, yang percaya bahwa lebih banyak stimulus mungkin diperlukan. Goldman Sachs telah menurunkan proyeksi pertumbuhan Cina menjadi 4,9 persen.
Untuk mengatasi lemahnya permintaan domestik, Cina telah meningkatkan investasi infrastruktur dan mendanai sektor manufaktur berteknologi tinggi. Meskipun ekspor tetap kuat, ketegangan perdagangan dengan AS dan Eropa dapat menjadi ancaman. Data terbaru menunjukkan pertumbuhan produksi pabrik melampaui ekspektasi, tetapi penjualan ritel hanya meningkat 2,0 persen secara tahunan, terendah sejak Desember 2022.
Investasi properti turun 10,1 persen dan penjualan rumah berdasarkan luas lantai menurun 19,0 persen. Bank Sentral Cina berencana untuk melonggarkan kebijakan moneternya, termasuk penurunan suku bunga. Analis memperkirakan pemerintah akan mengumumkan langkah-langkah untuk mendukung sektor properti setelah pertemuan Politbiro. Meskipun ada kebutuhan untuk reformasi, tampaknya hal ini tidak akan mudah direalisasikan, dan Cina mungkin akan kesulitan mencapai target pertumbuhan 5 persen. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.