KABARBURSA.COM - Harga emas terus berkilau di tengah tantangan ekonomi global yang semakin tidak jelas. Emas sebagai aset yang dianggap paling stabil atau save haven, kian mencuri hati investor yang fokus pada keuntungan jangka panjang.
Pada penutupan perdagangan Kamis dinihari WIB, 16 Januari 2025, emas didukung oleh melemahnya dolar setelah data inflasi inti Amerika Serikat yang tercatat lebih rendah dari ekspektasi. Kondisi ini memicu kembali spekulasi bahwa Federal Reserve mungkin masih mempertimbangkan langkah pelonggaran moneter di masa mendatang.
Terpengaruh data inflasi ini, harga emas spot naik 0,6 persen, menjadi USD 2.693,63 per ons. Sementara, emas berjangka AS melonjak 1,3 persen menjadi USD 2.717,80.
Menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja AS, indeks harga konsumen (CPI) inti, yang tidak memasukkan komponen makanan dan energi, meningkat 3,2 persen secara tahunan, sedikit di bawah perkiraan pasar sebesar 3,3 persen persen. Angka ini membawa sentimen positif bagi pasar emas, karena mengisyaratkan tekanan inflasi yang mulai mereda.
Kepala Strategi Komoditas di TD Securities Bart Melek, menyebutkan bahwa hasil ini dapat membuat Federal Reserve mempertimbangkan kemungkinan pemotongan suku bunga lebih lanjut.
Ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter the Fed pun mulai bergeser. Pasar kini memproyeksikan penurunan suku bunga sebesar 40 basis poin pada akhir tahun, meningkat dari perkiraan sebelumnya sebesar 31 basis poin.
Penurunan ini kemungkinan besar akan memberikan lebih banyak ruang bagi emas untuk menguat, terutama di tengah sentimen pasar yang lebih dovish terhadap kebijakan suku bunga.
Melemahnya indeks dolar AS sebesar 0,1 persen juga meningkatkan daya tarik emas bagi pemegang mata uang lainnya, sementara imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun ikut mengalami penurunan.
Ketidakpastian seputar potensi kebijakan perdagangan yang akan diambil Donald Trump setelah kembali ke Gedung Putih juga memberikan dorongan bagi emas sebagai aset safe haven. Investor khawatir bahwa tarif tambahan yang mungkin diberlakukan akan memicu inflasi lebih lanjut, sekaligus membatasi ruang bagi the Fed untuk melanjutkan kebijakan pemangkasan suku bunga.
Zain Vawda, seorang analis dari MarketPulse, menyebutkan bahwa situasi ini memperkuat peran emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Meskipun suku bunga yang lebih tinggi biasanya mengurangi daya tarik emas, ketidakpastian ekonomi global dan ancaman terhadap pertumbuhan kemungkinan besar akan mempertahankan tingginya permintaan terhadap logam mulia tersebut.
Selain emas, logam mulia lainnya juga mencatat penguatan signifikan, termasuk perak yang naik 2,6 persen menjadi USD30,66 per ons, platinum sebesar 0,2 persen menjadi USD937,58 per ons, dan paladium yang melesat 2,6 persen menjadi USD962,98 per ons.
Secara keseluruhan, harga emas terus mencerminkan peran strategisnya sebagai instrumen investasi yang stabil di tengah ketidakpastian pasar, didukung oleh kondisi ekonomi global yang penuh tantangan dan dinamika kebijakan moneter AS yang semakin rumit.
Emas Selalu Jadi Pilihan Lindung Nilai
Logam mulia seperti emas terus menjadi pilihan utama investor sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Namun, daya tarik emas berpotensi tergerus oleh tingginya suku bunga, mengingat emas tidak menghasilkan imbal hasil seperti instrumen investasi lainnya, seperti obligasi.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump, dijadwalkan menduduki Gedung Putih pada 20 Januari mendatang. Trump telah menyatakan niatnya untuk memberlakukan tarif perdagangan baru. Kebijakan tersebut diperkirakan memicu ketegangan dagang global dan mendorong inflasi yang lebih tinggi.
Di tengah kondisi ini, UBS memperingatkan bahwa penguatan dolar AS dan tingginya imbal hasil obligasi AS dapat menjadi tantangan signifikan bagi pergerakan harga emas, terutama pada paruh pertama tahun ini. Meski begitu, bank investasi asal Swiss itu optimistis bahwa permintaan emas sebagai instrumen diversifikasi aset mampu mengimbangi hambatan yang ada.
Di pasar logam mulia lainnya, harga perak spot pada perdagangan hari sebelumnya tercatat naik 0,6 persen menjadi USD29,77 per ounce atau sekitar Rp476.320 per ounce. Namun, tren berbeda terjadi pada platinum yang turun 1,8 persen menjadi USD936,55 atau sekitar Rp14,98 juta per ounce, serta palladium yang melemah 0,3 persen menjadi USD935,50 atau sekitar Rp14,96 juta per ounce.
Meskipun pasar logam mulia menghadapi sejumlah tantangan, permintaan global dan situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian tetap memberikan dukungan signifikan bagi emas dan logam mulia lainnya sebagai aset safe haven. Investor akan sangat berminat untuk mengoleksi emas di tahun ini.(*)