KABARBURSA.COM - Enam program Quick Win yang diusulkan oleh Presiden/Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diperkirakan akan menambah belanja negara hingga Rp117,8 triliun.
Program-program tersebut mencakup pemberian makanan bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, renovasi sekolah, hingga pengembangan lumbung pangan atau food estate.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa terdapat proyeksi peningkatan penerimaan negara sebesar Rp8,2 triliun, sehingga total penerimaan mencapai Rp3.005,13 triliun. Proyeksi penerimaan pajak tetap, namun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diperkirakan akan meningkat Rp8,2 triliun. Implementasi program Quick Win dari Prabowo-Gibran ini akan menambah belanja kementerian/lembaga (K/L) hingga Rp117,87 triliun.
“Belanja negara, jika usulan Quick Win dari presiden terpilih diimplementasikan, akan menyebabkan peningkatan belanja kementerian/lembaga (K/L) dari Rp976,79 triliun menjadi Rp1.094,66 triliun, atau naik sebesar Rp117,87 triliun,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Banggar DPR dengan Menkeu, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Hukum dan HAM, dan Gubernur Bank pada Rabu (4/9/2024) di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 4 September 2024.
Rapat tersebut membahas penetapan postur sementara RUU APBN Tahun Anggaran 2025 berdasarkan hasil Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan dalam rangka Pembicaraan Tingkat 1/Pembahasan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025.
Secara umum, usulan Quick Win terdiri dari empat program utama, namun dengan rincian program turunannya, total ada enam program yang akan dijalankan oleh tujuh kementerian/lembaga.
Pertama, program Makan Bergizi Gratis atau makan siang gratis yang akan dijalankan oleh Badan Gizi Nasional. Program ini menyediakan makan siang untuk ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan siswa di seluruh jenjang pendidikan dengan anggaran Rp71 triliun.
Kedua, program Pemeriksaan Kesehatan Gratis yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Cek kesehatan gratis untuk 52,2 juta orang yang mencakup cek tensi, gula darah, foto rontgen, hingga screening penyakit katastropik memerlukan anggaran Rp3,2 triliun.
Ketiga, program Pembangunan Rumah Sakit Lengkap berkualitas di daerah yang juga dijalankan oleh Kemenkes. Peningkatan rumah sakit tipe D menjadi tipe C beserta sarana prasarana dan alat kesehatannya memerlukan anggaran Rp1,8 triliun.
Keempat, program Renovasi Sekolah yang meliputi renovasi ruang kelas hingga fasilitas mandi cuci kakus (MCK). Program ini dijalankan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan koordinasi bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Kementerian Agama (Kemenag) dengan anggaran Rp20 triliun.
Kelima, program Sekolah Unggulan Terintegrasi yang mencakup pembangunan fisik sekolah unggulan di empat lokasi dengan kebutuhan anggaran Rp2 triliun.
Keenam, program Lumbung Pangan Nasional, Daerah, dan Desa alias Food Estate yang bertujuan untuk intensifikasi lahan seluas 80.000 hektare dan ekstensifikasi lahan atau cetak sawah hingga 150.000 hektare. Program ini membutuhkan anggaran Rp15 triliun yang dibagi kepada Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian masing-masing Rp7,5 triliun.
“Anggaran ini diambil dari belanja non K/L, yaitu dari berbagai cadangan. Jika kita lihat, cadangan belanja negara turun Rp12,39 triliun, cadangan anggaran pendidikan turun Rp66,85 triliun, dan cadangan TKD (transfer ke daerah) turun Rp14,38 triliun,” ujar Sri Mulyani.
Anggaran Subsidi Energi Dipangkas Rp1,1 Triliun
Di tempat yang sama, anggaran subsidi energi untuk tahun 2025 dipangkas oleh pemerintah. Pemangkasan ini tidak bermaksud membatasi penyaluran subsidi BBM, listrik, maupun gas elpiji 3 kg, melainkan karena ada penurunan asumsi kurs dalam RAPBN 2025.
Total anggaran subsidi energi yang telah disepakati kini menjadi sebesar Rp203,4 triliun dari rancangan awal sebesar Rp204,5 triliun. Artinya, ada penurunan anggaran subsidi energi sebesar Rp1,1 triliun.
Untuk subsidi jenis BBM tertentu dan elpiji tabung 3 kg, anggarannya turun Rp600 miliar dari Rp114,3 triliun menjadi Rp113,7 triliun. Terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu yang anggarannya turun Rp 40 miliar dan subsidi elpiji tabung 3 kg yang turun Rp600 miliar.
Sementara itu, khusus untuk subsidi listrik juga turun Rp500 miliar, dari rancangan semula sebesar Rp90,2 triliun menjadi hanya sebesar Rp 89,7 triliun.
“Karena kurs aja itu,” kata Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wahyu Utomo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 4 September 2024.
Asumsi kurs dalam RAPBN 2025 memang telah disepakati pemerintah dan DPR turun dari Rp16.100 menjadi Rp16.000. Meskipun asumsi harga minyak mentah atau ICP tetap di level USD82 per barel.
Wahyu menekankan, perhitungan pemangkasan subsidi energi itu tidak mempertimbangkan kebijakan pengendalian subsidi BBM yang akan diimplementasikan pada 1 Oktober 2024.
“Belum ada ke arah sana. Yang 2025 itu kan hanya karena faktor penyesuaian kurs saja. Ya yang Oktober itu intinya didorong tepat sasaran, tapi tetap menjaga daya beli masyarakat,” jelas Wahyu.
Penurunan belanja subsidi energi ini tidak akan mengubah postur defisit APBN karena adanya potensi kenaikan pendapatan negara dari sisi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Di sisi lain, penurunan belanja subsidi energi Rp 1,1 triliun tersebut akan digunakan untuk menambah anggaran kompensasi BBM dan listrik untuk tahun depan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan tidak ada kenaikan harga BBM. Pemerintah hanya melakukan keadilan dalam penerapan subsidi BBM.
“BBM enggak ada yang naik harganya, jangan salah,” ungkap Luhut di sela-sela High Level Forum On Multi Stakeholders Partnership (HLF MSP) di Nusa Dua, Bali, Selasa, 3 September 2024.
Kebijakan pengendalian subsidi BBM akan diimplementasikan pada 1 Oktober 2024. Sejumlah kendaraan dipastikan tidak bisa mendapatkan jatah subsidi dari APBN.
“Orang yang tidak berhak mendapat itu (subsidi BBM), jangan dikasih subsidi,” tegas Luhut. (*)