Logo
>

FTA RI-Rusia Buka Peluang Ekspor, Sektor Mana yang Siap?

Gagasan kerja sama perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) antara Indonesia dan Rusia mulai memantik spekulasi arah strategi ekspor-impor nasional.

Ditulis oleh Dian Finka
FTA RI-Rusia Buka Peluang Ekspor, Sektor Mana yang Siap?
Alat berat untuk bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM — Gagasan kerja sama perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) antara Indonesia dan Rusia mulai memantik spekulasi arah strategi ekspor-impor nasional. Namun di balik potensi pasar baru, pelaku pasar mulai menghitung siapa yang berpotensi cuan, dan siapa yang harus pasang kuda-kuda lebih dulu.

    Menurut pengamat pasar modal Wahyu Tri Laksono kesepakatan FTA ini bisa menjadi “angin segar” bagi sejumlah sektor ekspor unggulan Indonesia.

    Namun ia juga mengingatkan adanya risiko tekanan bagi beberapa industri dalam negeri jika gelombang impor dari Rusia tak dikendalikan secara strategis.

    “Kalau skenario FTA ini benar-benar berjalan, kita bicara bukan hanya potensi ekspor yang melejit, tapi juga potensi tekanan dari sisi impor. Dan ini perlu dikaji sektoral,” ujarnya kepada Kabarbursa.com, Sabtu, 19 Maret 2025.

    Menurut Wahyu, sektor komoditas berada di posisi terdepan dalam skenario optimistis. “Minyak sawit, karet, rempah, kopi, tambang, itu semua punya pasar di Rusia yang bisa digarap lebih agresif kalau tarif turun,” ungkapnya.

    Selain komoditas, beberapa produk manufaktur seperti tekstil, alas kaki, hingga furnitur juga disebut punya peluang menembus pasar Rusia. 

    “Produk-produk ini punya daya saing harga. Kalau hambatan tarif dipangkas, bisa jadi game-changer buat UMKM manufaktur,” tambahnya.

    Sektor perikanan dan pertanian juga dinilai bisa ikut terdongkrak. “Produk hortikultura, perikanan laut dalam, udang, dan olahan lainnya bisa jadi unggulan ekspor baru,” ujar Wahyu.

    Namun, ia mengingatkan ada risiko dari sisi persaingan produk impor. “Beberapa sektor manufaktur domestik kita masih lemah di efisiensi dan ketergantungan bahan baku impor. Kalau barang dari Rusia masuk dengan harga kompetitif, ini bisa jadi tekanan,” jelasnya.

    Wahyu juga menyoroti potensi tumpang tindih sektor industri, khususnya di logam dan pupuk. “Kalau Rusia masuk lewat jalur pupuk atau produk logam, dan harga mereka lebih murah, sektor dalam negeri bisa terdorong mundur kalau tidak siap,” kata dia.

    Selain itu, perubahan rantai pasok akibat insentif impor baru juga bisa jadi tantangan. “Kalau tiba-tiba bahan baku lebih murah datang dari Rusia, produsen yang selama ini tergantung negara lain harus adaptasi cepat. Kalau enggak, cost bisa naik,” ujarnya.

    Di sisi lain, Wahyu menilai bahwa dari kaca mata pasar modal, reaksi terhadap rencana FTA ini masih tergolong tenang. “Investor akan bergerak kalau sudah ada sektor yang jelas diuntungkan. Sekarang masih banyak noise soal geopolitik dan suku bunga,” pungkasnya.

    Perkuat Hubungan Dagang

    Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rusia Alexey Gruzdev menegaskan komitmen negaranya untuk memperkuat hubungan dagang dengan Indonesia melalui skema Perjanjian Perdagangan Bebas atas FTA.

    Gruzdev mengatakan Rusia akan menghapus hambatan perdagangan demi memperdalam kerja sama bilateral. 

    “Kami sangat ambisius terkait FTA ini, jadi kami berupaya sefleksibel mungkin dari kedua belah pihak,” ujarnya di forum bisnis Rusia-Indonesia.

    Ia menambahkan, target utama dari kesepakatan ini adalah mengeliminasi sebagian besar hambatan dagang. Namun, karena masih dalam tahap negosiasi, detail lebih lanjut belum dapat diungkapkan. 

    Menanggapi pertanyaan mengenai tarif timbal balik dari Amerika Serikat (AS) dan apakah Rusia akan memanfaatkannya untuk kepentingan bilateral dengan Indonesia, Gruzdev menegaskan isu tersebut seharusnya ditangani secara terpisah.

    “Itu adalah hal yang seharusnya ditangani secara independen, tapi dalam hal ini, FTA (Perjanjian Perdagangan Bebas) justru bisa menjadi jaminan bagi perdagangan bilateral, terlepas dari semua tarif timbal balik,” jelasnya.

    "Kami akan memastikan bahwa setidaknya perdagangan bilateral kami tetap menjadi saluran yang terpisah," imbuhnya.

    Gruzdev mengatakan Rusia tidak akan memanfaatkan situasi ketika suatu negara sedang menghadapi tekanan ekonomi dari negara lain sebagai celah untuk mendistribusikan barang. Menurutnya, tindakan semacam itu bukanlah pendekatan yang akan diambil Rusia.

    Pernyataan ini mencerminkan pendekatan Rusia yang berhati-hati namun strategis dalam memperluas kemitraan global di tengah dinamika geopolitik dan ketegangan dagang global. Sebelumnya, Pemerintah Indonesia akan mengirimkan sejumlah menteri ke Washington DC pada 16 hingga 23 April mendatang sebagai bagian dari upaya strategis menghadapi kebijakan tarif baru yang diberlakukan AS.

    Hadapi AS, RI Siapkan Paket Ekonomi

    Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan paket ekonomi untuk mendukung dunia usaha dalam menghadapi dampak dari perang tarif yang dipicu oleh kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat. Paket ini dirancang untuk meringankan beban pelaku usaha, terutama yang berpotensi terdampak langsung oleh kebijakan tarif yang tidak seimbang antara Indonesia dan negara pesaing.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa paket ekonomi yang sedang dibahas mencakup berbagai sektor penting, termasuk perizinan impor, sistem layanan perpajakan dan kepabeanan, hingga pengaturan kuota dan sektor keuangan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa dunia usaha Indonesia tetap kompetitif di tengah ketatnya persaingan perdagangan global.

    “Terkait dengan paket ekonomi, saat ini sedang dalam pembahasan, dan salah satunya tentu berkaitan dengan perizinan impor, seperti API, OSS, layanan perpajakan dan kepabeanan. Selain itu, juga terkait dengan pengaturan kuota dan termasuk di dalamnya sektor keuangan. Kami sudah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan sistem pembayaran yang diminta oleh pihak Amerika,” ujar Airlangga dalam konferensi pers daring, Jumat, 18 April 2025.

    Selain itu, dalam konteks hubungan bilateral dengan AS, Indonesia juga terus mendorong kerja sama yang lebih mendalam di sektor-sektor strategis. Pemerintah Indonesia meminta agar Amerika Serikat memperdalam kerja sama di sektor perdagangan, investasi, energi, mineral penting, sektor finansial atau keuangan, sektor pertahanan, dan sektor pendidikan. 

    Indonesia juga menegaskan bahwa tarif yang berlaku saat ini belum mencerminkan level playing field jika dibandingkan dengan negara pesaing di kawasan ASEAN.

    “Indonesia juga meminta agar AS memperdalam kerja sama di sektor perdagangan, investasi, energi, mineral penting, sektor finansial atau keuangan, sektor pertahanan, serta sektor pendidikan. Kami juga menegaskan bahwa selama ini tarif yang berlaku belum mencerminkan level playing field jika dibandingkan dengan negara pesaing Indonesia, termasuk di kawasan ASEAN,” lanjut Airlangga. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.