KABARBURSA.COM - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlangsung kian mempersempit ruang gerak ekonomi masyarakat kelas menengah bawah.
Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam, menilai kelompok ini menjadi pihak paling rentan terdampak gejolak ekonomi. Mengingat PHK umumnya menimpa pekerja lapisan bawah, bukan jajaran direksi.
“Dia punya jabatan direktur di tempat lain juga seringkali. Jadi, maraknya PHK itu umumnya itu mengenai buruh. Sehingga penurunan daya beli ini pun terjadinya pada kelompok menengah bawah,” jelasnya dalam diskusi IMF Memprediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 - 2026 Hanya 4,7 Persen: Indonesia Bisa Apa? pada Senin, 28 April 2025.
Di sisi lain, meski berbagai indikator ekonomi menunjukkan tanda-tanda pelemahan, pemerintah dinilai belum sepenuhnya mengakui adanya penurunan daya beli masyarakat. Piter menyoroti bahwa lonjakan penjualan mobil listrik sebesar 70,46 persen secara bulanan (month to month) pada Maret 2025 tidak mencerminkan kondisi mayoritas masyarakat, sebab pertumbuhan tersebut didominasi konsumsi kalangan atas.
Sementara itu, masyarakat kelas menengah bawah harus berjuang keras mempertahankan konsumsi setelah terdampak PHK. “Kelompok kaya semakin kaya. Bahkan ketika kita mengalami pandemi, kelompok kaya kita justru kekayaannya meningkat,” tambah Piter.
Untuk diketahui, penurunan daya beli ini juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) yang dirilis Bank Indonesia. Pada Maret 2025, masa Ramadan dan menjelang Idulfitri, IPR tercatat tumbuh tipis ke level 236,7 atau hanya naik 0,5 persen secara tahunan (year on year), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Maret 2024 yang mencapai 9,3 persen.
Padahal, momen Ramadan dan Lebaran biasanya menjadi pendorong lonjakan konsumsi masyarakat. Tren tahun ini yang melesu memperkuat sinyal lemahnya permintaan domestik.
“Menurunnya daya beli, PHK, menurunnya daya beli, menurunnya penjualan, yang artinya konsumsi, itu kemudian mendorong inflasi yang jauh lebih rendah. Kenapa? Ini berarti ada tekanan permintaan,” lanjut Piter.
Satgas Pemutusan Hubungan Kerja
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah menyusun pembentukan dua satuan tugas atau satgas strategis, yaitu Satgas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Satgas Deregulasi Perizinan Investasi (DPI).
Kedua satgas ini merupakan respons langsung atas arahan Presiden Prabowo Subianto dalam mengantisipasi dampak kebijakan tarif yang dapat memukul industri manufaktur dalam negeri dan menghambat arus investasi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa pembentukan kedua satgas tersebut akan segera dirampungkan dan dijalankan secara paralel demi menjaga stabilitas ketenagakerjaan dan mendorong kemudahan berusaha.
"Tadi juga kami sudah membahas apa yang diarahkan Pak Presiden yaitu yang pertama untuk satgas terkait dengan PHK dan juga kesempatan kerja, ini sedang dimatangkan," ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin 14 April 2025.
Satgas PHK dirancang untuk merespons cepat potensi peningkatan angka pengangguran akibat penurunan ekspor dan kinerja industri dalam negeri, sementara Satgas Deregulasi fokus pada penyederhanaan regulasi yang dinilai membebani pelaku usaha.
"Dan yang kedua, Satgas Deregulasi, jadi ini semua berjalan secara paralel dan diharapkan dalam waktu singkat kita bisa menerbitkan. Tentu, kita cari low hanging fruit dalam bentuk paket-paket," jelas Airlangga.
Langkah ini juga menjadi bagian dari persiapan Indonesia dalam perundingan dengan pemerintah Amerika Serikat pada pertengahan April ini.
Pemerintah akan membawa sejumlah isu strategis dalam negosiasi, termasuk permintaan relaksasi kebijakan tarif, PPN, hambatan nontarif, serta fleksibilitas tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk produk-produk teknologi informasi.
“TKDN yang kaitannya dengan ICT,” terangnya.
Satgas PHK dibentuk sebagai respons cepat dan tanggap terhadap potensi krisis ketenagakerjaan di berbagai sektor industri. Keanggotaan Satgas ini melibatkan berbagai elemen strategis, mulai dari perwakilan pemerintah pusat, serikat pekerja, pelaku industri, akademisi, hingga BPJS Ketenagakerjaan.
Pendekatan multipihak ini mencerminkan semangat dialog dan kerja sama dalam merumuskan solusi konkret bagi permasalahan PHK yang semakin kompleks.
Salah satu landasan kerja utama Satgas adalah Matriks Risiko Sektor Industri yang disusun oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Matriks ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang paling rentan terhadap PHK dan menjadi dasar perumusan kebijakan yang akurat serta responsif terhadap dinamika dunia kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa pemetaan risiko ini penting untuk memastikan bahwa langkah-langkah intervensi yang diambil tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Lebih dari sekadar mencegah PHK, Satgas ini juga mengusung fungsi strategis lainnya, yaitu mengawal pelaksanaan program reskilling dan upskilling bagi para pekerja. Program ini bertujuan untuk membekali pekerja dengan keterampilan baru agar tetap relevan dengan perkembangan zaman, serta memperluas peluang kerja lintas sektor. Pemerintah ingin memastikan bahwa pekerja Indonesia tidak hanya terlindungi, tetapi juga siap bersaing di era ekonomi digital dan industri 4.0.(*)