Logo
>

Proyek Tol Bogor-Serpong: Peluang Investasi Jangka Panjang JSMR-ADHI?

Proyek tol Bogor–Serpong senilai Rp12,35 triliun membuka peluang investasi jangka panjang bagi JSMR dan ADHI, memperkuat peran BUMN dalam infrastruktur nasional.

Ditulis oleh Yunila Wati
Proyek Tol Bogor-Serpong: Peluang Investasi Jangka Panjang JSMR-ADHI?
Sejumlah kendaraan melintas di bawah Jembatan LRT Cibubur Tol Jagorawi. Foto: Dok KabarBursa.

KABARBURSA.COM – Proyek tol Bogor-Serpong dinilai menjadi peluang investasi jangka Panjang bagi PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.  Pengerjaan jalan tol ini menjadi babak baru dalam kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha. 

Diketahui, nilai investasi proyek tersebut mencapai Rp12,35 triliun dan panjang ruas 32,03 kilometer. Proyek ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur fisik, melainkan sebuah strategi besar untuk memperkuat konektivitas ekonomi kawasan Bogor–Tangerang–Jakarta. 

Melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), proyek ini melibatkan kombinasi kekuatan BUMN dan swasta melalui PT Bogor Serpong Infra Selaras (BSIS) sebagai Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).

Konsorsium BSIS terdiri atas PT Persada Utama Infra (PUI), PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), dan PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI). 

Kolaborasi ini mencerminkan strategi baru pembangunan infrastruktur di Indonesia: menggabungkan kemampuan eksekusi teknis dan finansial BUMN dengan efisiensi dan fleksibilitas modal swasta.

Dalam konteks ini, Jasa Marga dan Adhi Karya menjadi dua pihak yang paling diuntungkan secara strategis.

Bagi Jasa Marga (JSMR), proyek ini memperkuat portofolio jalan tol nasional dan memperluas jangkauan ke jaringan Jakarta Outer Ring Road (JORR) III, yang menjadi bagian penting dalam rencana konektivitas nasional. 

Dengan pengalaman panjang sebagai operator jalan tol terbesar di Indonesia, Jasa Marga akan mendapatkan posisi dominan dalam pengelolaan arus kendaraan di kawasan Jabodetabek bagian selatan–barat. 

Proyek ini akan menjadi penghubung antara ruas Serpong–Balaraja, Bogor Outer Ring Road, Depok–Antasari, dan Sentul Selatan–Karawang Barat. Ini Adalah koridor strategis yang diharapkan mampu menurunkan biaya logistik dan mempercepat arus distribusi barang maupun mobilitas tenaga kerja.

Sementara itu, bagi Adhi Karya (ADHI) dan Hutama Karya Infrastruktur (HKI), proyek ini adalah peluang besar dari sisi kontraktual dan eksekusi konstruksi. Keduanya akan berperan penting dalam tahap pembangunan yang dijadwalkan dimulai Oktober 2026, dengan target operasi pada akhir 2028. 

Mengingat nilai proyek yang mencapai lebih dari Rp12 triliun, potensi kontribusi terhadap pendapatan kontruksi mereka cukup signifikan, terutama bagi ADHI yang sedang berupaya memperkuat arus kas dan kinerja keuangan setelah restrukturisasi utang beberapa tahun terakhir. 

Proyek ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah menjaga kesinambungan proyek-proyek infrastruktur prioritas tanpa sepenuhnya membebani APBN.

Selain peluang finansial, proyek Tol Bogor–Serpong via Parung juga membawa dampak ekonomi yang luas. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, menekankan bahwa pembangunan jalan tol ini bukan hanya tentang beton dan aspal, tetapi tentang memperkuat fondasi ekonomi nasional. 

Konektivitas baru yang tercipta akan mempermudah distribusi pangan, menekan biaya logistik energi, dan memperluas akses investasi di kawasan penyangga Jakarta. Artinya, manfaat proyek ini akan mengalir tidak hanya ke perusahaan konstruksi dan operator tol, tetapi juga ke masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan sektor pendukung.

Investasi yang Menjanjikan

Secara finansial, proyek ini juga menunjukkan profil kelayakan investasi yang menjanjikan. Dengan estimasi tingkat pengembalian investasi (Financial Internal Rate of Return atau FIRR) sebesar 12,16 persen, proyek ini dipandang solid sebagai instrumen investasi jangka panjang. 

Skema penjaminan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) menambah rasa aman bagi para investor, sementara masa konsesi 40 tahun memberikan kepastian arus pendapatan jangka panjang bagi operator, termasuk JSMR dan PUI.

Namun, tantangan tetap ada. Faktor non-teknis seperti pembebasan lahan, disiplin waktu pelaksanaan, serta pengendalian mutu menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Pemerintah dan mitra usaha harus mampu menjaga sinkronisasi antara proses administratif dan eksekusi teknis agar target operasi 2028 tidak meleset.

Dengan segala faktor tersebut, proyek Tol Bogor–Serpong via Parung menjadi simbol nyata arah pembangunan infrastruktur Indonesia yang semakin kolaboratif dan berorientasi pada nilai tambah ekonomi. 

Bagi Jasa Marga, proyek ini menegaskan perannya sebagai tulang punggung jaringan tol nasional. Bagi Adhi Karya dan mitra lainnya, proyek ini membuka ruang bagi ekspansi bisnis konstruksi dan peningkatan pendapatan berulang. 

Sedangkan bagi investor, proyek ini menggambarkan optimisme baru terhadap sektor infrastruktur yang tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan global.

Singkatnya, penandatanganan PPJT ini bukan hanya menandai dimulainya pembangunan satu ruas tol baru, tetapi juga momentum penting yang memperkuat sinergi antara pemerintah, BUMN, dan swasta dalam menciptakan infrastruktur berkelanjutan yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Sinyal Teknikal: Beli, tapi Hati-hati 

Jika dilihat dari pergerakan sahamnya, kabar penandatanganan proyek jalan tol Bogor-Serpong ini ditanggapi beragam oleh investor. Harga JSMR, misalnya, bergerak positif, naik hingga 13,3 persen ke Rp3.920.

Ini menjadi sinyal bahwa pasar langsung “mendiskonto” prospek jaringan JORR III ke valuasi perseroan. 

Dari teknikal harian, momentum jangka pendek JSMR tampak solid. RSI berada di kisaran 56 masih menyisakan ruang kenaikan, ADX di 37,8, yang menandakan tren yang cukup kuat, dan sederet indikator tren, seperti High/Low, CCI, hingga Bull/Bear Power, condong ke sisi beli. 

Harga yang sudah menembus deret resistance pivot harian (R1–R3 di 3.596–3.726) mengonfirmasi breakout dengan volume yang hidup. Namun, dua rambu perlu dicatat untuk cakrawala menengah. Pertama, StochRSI yang “beli berlebih” dan MACD harian yang masih negatif menandakan reli cepat ini rawan jeda atau pullback teknikal.

Kedua, posisi harga yang masih sedikit di bawah MA50/200 sederhana (±4.012 dan ±4.059) menyiratkan tugas berikutnya adalah mengonsolidasikan area 3.700–4.060 sebagai landasan baru. 

Jika zona 3.520–3.600 (pivot & area rata-rata) mampu dipertahankan saat terjadi throwback, peluang JSMR mengonfirmasi pembalikan menengah ke tren naik terbuka lebar. Apalagi, katalis fundamentalnya bersifat multi-tahun, yaitu masa konsesi 40 tahun, konektivitas JORR III yang memperluas jangkauan trafik, dan skema KPBU yang dibentengi penjaminan PII.

Adhi Karya (ADHI) bergerak lebih senyap, di mana di tanggal yang sama justru ditutup melemah 1,4 persen ke level Rp276. Walau begitu, teknikalnya mulai memperlihatkan fase pemulihan yang lebih rapi. 

MACD harian sudah positif, mayoritas moving average jangka pendek–menengah (MA10/20/50/100 sederhana) berada di sisi beli, dan ROC yang positif mencerminkan percepatan kecil pada momentum. 

RSI di 54 dan ADX 17 mengisyaratkan tren yang masih muda, belum trending kuat, sehingga validasi berikutnya terletak pada kemampuan harga merebut kembali area pivot Rp283 dan bertahan di atas Rp290 untuk mengaktifkan tahap kenaikan berikutnya. 

Di sisi bawah, rentang Rp272–265 adalah “sabuk pengaman” yang perlu dijaga. Bertahan di atas zona ini menjaga konstruksi higher low yang menandai awal tren menengah. 

Secara naratif, ADHI adalah “penerjemah proyek” di sisi pendapatan konstruksi, yaitu ketika pengadaan lahan dimulai awal 2026 dan konstruksi bergulir Oktober 2026, backlog dan cash conversion menjadi motor. Di sinilah disiplin eksekusi dan modal kerja menentukan hasil.

Jika ditarik ke horizon menengah–panjang, sinyal pasar terhadap JSMR dan ADHI selaras dengan profil proyek, FIRR 12,16 persen dan konsesi panjang memberikan visibilitas arus kas untuk operator, sementara kontraktor berpeluang menikmati siklus pendapatan konstruksi berlapis selama masa pembangunan. 

Bagi JSMR, akumulasi aset ruas strategis JORR III bukan hanya soal pertumbuhan trafik organik, tetapi juga optimalisasi jaringan yang menekan biaya logistik dan meningkatkan yield per ruas ketika konektivitas antar-koridor (Serpong–Balaraja, BORR, Depok–Antasari, Sentul Selatan–Karawang Barat) terhubung. 

Bagi ADHI, proyek ini bisa menjadi jangkar backlog 2026–2028, menambah utilisasi dan menyokong perbaikan kualitas arus kas. Catatannya, pengendalian beban, kurva pembayaran, dan mitigasi risiko pembebasan lahan berjalan disiplin.

Untuk investor, dalam bahasa yang sederhana:, reli JSMR sudah mulai “memasukkan” optimisme proyek, sehingga risk management di area 3.520–3.600 menjadi kunci jika terjadi throwback setelah euphoria.

Keberhasilan menembus dan menetap di atas 4.012–4.060 akan menjadi stempel bahwa tren menengahnya benar-benar beralih ke bullish

ADHI tengah membangun panggungnya sendiri, di mana validasi berada pada reclaim Rp283–290 dan penjagaan 272–265. Selama struktur dasar ini terpelihara, risk-reward menengah tampak konstruktif seiring mendekatnya fase konstruksi. 

Pada akhirnya, dua emiten ini menawarkan dua jalur partisipasi yang berbeda atas proyek yang sama. JSMR sebagai penerima manfaat arus kas jalan tol jangka panjang, ADHI sebagai execution play yang sensitif pada siklus konstruksi. 

Disiplin memilih titik masuk, kesabaran menilai tonggak proyek (pembebasan lahan 2026, progres konstruksi 2026–2028), dan kewaspadaan pada volatilitas pasar adalah tiga pilar strategi yang layak dipegang hingga ruas Bogor–Serpong via Parung resmi beroperasi.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79